Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Seberapa Penting Persoalan Negara Bagi Kaum Buruh (?)

Politik | Sunday, 02 Jul 2023, 06:08 WIB

Bagi sebagian besar gerakan anti-kapitalis, perjuangan kaum buruh harus diletakkan dalam kerangka menghancurkan atau menumbangkan sistem kapitalisme itu sendiri. Dan, karena itu, perjuangan kaum buruh haruslah berlawanan dengan kapitalis manapun, baik kapitalis di dalam negeri maupun asing (dari luar negeri).

Dalam hal ini, sebagian mereka kemudian berlindung di balik pernyataan Karl Marx dan Friedrich Engels dalam “Manifesto Komunis”, yang berkata: “Kaum buruh tidak mempunyai tanah air.” Mereka hanya mengutip sepotong saja, tetapi tidak pernah melanjutkan kutipan itu hingga sempurna. Padahal, selanjutnya Marx dan Engels berkata: “Karena proletariat pertama sekali harus merebut kekuasaan politik, harus mengangkat dirinya menjadi kelas yang memimpin dari nasion, harus mewujudkan dirinya sebagai nasion, maka sejauh itu ia bersifat nasional, biarpun tidak dalam arti kata menurut borjuasi."

Baiklah, kita kembali kepada pertanyaan, seberapa penting persoalan negara bagi kaum buruh? Doktrin neoliberalisme seolah-olah menunjukkan bahwa mereka anti-negara dan bahkan musuh daripada ideologi negara; bahwa negara tidak diperlukan lagi karena batas-batas nasional telah ditelan oleh arus globalisasi. Persoalan kebangsaan pun menjadi tidak relevan di bahas di sini.

Dalam konteks internasional saat ini, kita tidak dapat menutup mata bahwa kerugian-kerugian akibat arus globalisasi yang serba neoliberal berjalan bergandengan dengan menyusutnya atau deformasi negara. Kita mulai melihat kehadiran rezim-rezim politik yang tidak lagi memandang penting adanya penghormatan terhadap batas-batas nasional, atau kehadiran sebuah korporasi asing yang memiliki cakupan kekuasaan ekonomi dan politik melebihi dua, tiga, atau empat negara sekaligus.

Neoliberalisme sebetulnya tidak anti-negara. Tapi Anti Pada DEMOKRASI!. Apa yang dibuang oleh neoliberal adalah aspek-aspek negara yang berkaitan dengan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial dan perlindungan terhadap rakyat, sedangkan fungsi-fungsi koersifnya tetap dipertahankan dan malah diperkuat sedemikian rupa. Neoliberalisme terus menggerogoti hajat hidup rakyat dari waktu ke waktu lewat mengubah suatu peraturan perundang undangan dan lainnya.

Ini nampak jelas dalam negara neoliberal di indonesia saat ini: fungsi-fungsi negara sebagaimana digariskan dalam UUD 1945, seperti penyediaan lapangan kerja, jaminan atas penghidupan layak, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain sebagainya, justru dilucuti satu persatu melalui program penghapusan subsidi, privatisasi/swastanisasi, hingga "Penyederhanaan Regulasi" untuk membuka keran investasi asing. Sebaliknya, watak koersif negara semakin nampak terutama ketika berhadapan dengan perlawanan rakyat atau ide-ide progresif yang menghendaki alternatif.

Akibat dari proyek privatisasi hingga pencabutan subdisi, misalnya, kaum buruh bukan saja dipaksa untuk membeli harga-harga barang dan layanan publik secara mahal, tetapi juga dilempari tanggung jawab untuk menjalankan tugas-tugas yang mestinya adalah tugas negara: menyediakan dana kesehatan untuk keluarga, mencari biaya pendidikan untuk anak, menabung untuk memperbaiki rumah, dan lain-lain. Dan bahkan para pemilik modal hanya memberikan upah pada Kaum Buruh Sangat Murah atau dibawah standar.

Selain itu, karena negara telah sepenuhnya dikendalikan dari luar, maka kebijakan-kebijakan dan regulasinya pun berorientasi untuk memberi keuntungan kepada pihak luar. Ini menyebabkan kaum buruh harus kecipratan begitu banyak kebijakan dan regulasi yang menindas. Jika sebelumnya negara bertanggung jawab atas penggunaan sumber daya untuk kepentingan nasional, maka neoliberal mengubah negara sekedar menjadi “pedagang” atau penjual sumber daya kepada korporasi-korporasi besar asing.

Dalam konteks pembagian kerja internasional, negara yang melemah atau tidak berdaulat akan menjadi makanan empuk negara negara imperialis dan Lembaga Lembaga Ekonomi Dunia yang berwatak menjajah. Merekalah negara-negara yang paling dirugikan dari setiap negosiasi dan perundingan internasional. Bahkan, dalam persoalan buruh migran, misalnya, karena posisi negara kita melemah atau karena negara tak bertanggung-jawab lagi terhadap rakyatnya, maka posisi tawar buruh migran juga sangat lemah dalam pasar tenaga kerja internasional.

Oleh karena itu, penting bagi perjuangan kaum buruh dunia, khususnya Kaum Buruh Indonesia untuk mengkonsolidasikan negara dalam rangka memberikan “tameng perlindungan” bagi kepentingan sosial seluruh rakyatnya. Ya, memperkuat negara, tapi tidak dalam pengertian negara kapitalisme lama, yang merupakan jalan untuk privatisasi sumber daya publik. Tetapi, negara yang diperkuat adalah negara yang dipersiapkan untuk membela kepentingan nasional dan seluruh rakyat.

Negara yang diperkuat ini haruslah terus-menerus dipaksa tersubordinasi, dikontrol, dan dijalankan oleh kehendak mayoritas rakyat. Kita harus memanfaatkan negara yang dikuasai untuk mengubah secara pelan-pelan struktur masyarakat, mengontrol atau mengatur perekonomian dan alat produksi.

Dalam Konteks Marhaenisme, Sama Rasa Sama Bahagia, Sama Ratap Rama Tangis. Situasi Kaum Buruh hari ini sama seperti Kaum Tani, Dan Rakyat Miskin Lainnya, dimiskinkan oleh Neoliberalisme.

(Bandung, 2 Juli 2023)

YUDYA PRATIDINA MARHAENIS!

MERDEKA!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image