Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syavina Damar Rosi

Perbandingan Sistem Proposional Terbuka dan Tertutup pada Sistem Pemilihan di Indonesia

Politik | Friday, 23 Jun 2023, 09:24 WIB

Indonesia merupakan negara kedaulatan. Dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Pemilihan umum adalah salah satu bentuk terlaksananya kedaulatan rakyat. Sesuai pada bunyi pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu menjelaskan “kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Rakyat berhak menyalurkan suara pemilihannya sesuai dengan sistem pemilu yang ada. Sistem pemilihan umum sendiri merupakan bentuk dari demokrasi kedaulatan rakyat dan pelaksanaannya dilakukan secara langsung, jujur, bebas, dan adil sesuai berdasarkan Undang-Undang Dasar tahun 1945 dan Pancasila. Di Indonesia sendiri, ada berbagai macam sistem pemilihan umum yang pernah diterapkan di Indonesia. Salah satunya adalah sistem pemilihan proporsional (Saifudin, 2013).

Sistem pemilihan proporsional adalah sistem penghubungan antara suara rakyat ke parlemen sesuai dengan hasil prolehan dari suara rakyat. Indonesia mulai menggunakan sistem proporsional pada pemilihan umum pertama pada tahun 1955, hingga sampai saat ini masih menggunakan sistem pemilihan proporsional. Seiring berkembanganya pemilihan umum di Indonesia, sistem proporsional sendiri memiliki dua bentuk sistem proporsional yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka.

Sistem proporsional tertutup merupakan sistem pemilihan di mana rakyat hanya dapat memilih partai yang hanya terdapat tanda gambar partainya saja. Sistem proporsional tertutup sendiri sudah digunakan sejak tahun 1955 hingga tahun 1999. Kemudian dengan berjalannya waktu, sistem pemilihan umum di Indonesiapun mengalami sedikit perubahan pasca adanya reformasi yang terjadi pada tahun 2004. Perubahan tersebut memunculkan sistem proporsional terbuka.

Pada tahun 2004, sistem pemilihan mulai mengalami perubahan, yaitu menggunakan sistem proporsional semi terbuka. Kemudian, pada pemilihan umun 2009, sistem proporsional terbuka baru benar-benar digunakan. Sistem pemilihan umum proporsional terbuka sendiri adalah sistem pemilihan dimana pemilih dapat memilih kandidat dari suatu partai, sistem ini tidak hanya dalam bentuk gambar partainya saja melainkan langsung kepada calon kandidatnya.

Sistem pemilihan proporsional terbuka ini telah diatur seseuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 tahun 2022 peruabahan atas UU No.7 tahun 2017 mengenai pemilihan umum, yaitu pada pasal 168 ayat (2) berisi: “Pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten atau kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”. Dalam berjalannya kedua sistem ini, tentunya didalamnya terdapat kelebihan dan kekurangan, dan menimbukan pro dan kontra dari kalangan masyarakat.

Sistem Proporsional Tertutup

Pada sistem proporsional tertutup, cara kerja pemilihannya pemilih hanya dapat memilih partai atau hanya tercantum tanda gambar partainya saja. Dimana hasil dari suara partai untuk kesepakatan pertama hanya akan diberikan kepada calon kandidat pada nomor urut paling atas (Pakaya dkk, 2022: 173). Artinya, cara kerja sistem tertutup ini jika calon kandidat mampu memenuhi 100% BPP, maka calon kandidat secara otomatis akan ditetepkan sebagai calon terpilih.

Namun, jika calon kandidat tidak dapat memenuhi BPP, maka yang akan terjadi adalah partai yang memiliki otoritas dalam menentukan kandidat yang dipilih. Hal ini, salah satu yang menjadi kekurangan dari sistem proporsional tertututp ini, dimana cara kerja dari sistem ini dapat mempermudah timbulnya fragmentasi pada partai, kurang mendorong para partai untuk melakukan Kerja sama atau berintegrasi, bahkan diduga dapat memperkuat adanya oligarki elit partai politik dalam pencalonan pemilihan umum.

Pengeluaran anggaran kampanye pada sistem pemilihan proporsional tertutup ini dapat dikatakan lebih sedikit, karena surat suara yang digunakan lebih simple hanya mencantumkan gambar partainya saja. Hal ini membuat pengeluaran anggaran tidak terlalu besar, dan menjadi kelebihan dari sistem pemilihan proporsial tertutup ini. Sistem kerja ini kemudian mengalami revolusi dan tidak digunakan lagi sejak pemilihan umum di tahun 2009, dan beralih dengan sistem pemilihan proporsional terbuka.

Sistem Proporsional Terbuka

Cara kerja dari sistem pemilihan proporsional terbuka ini, bisa dikatakan lebih transparan. Maksudnya transparan adalah rakyat dapat langsung melihat calon kandidat yang ingin dipilih, tidak melalui perwakilan tanda gambar partai saja namun langsung pada calon kandidatnya. Sistem pemilihan juga ini memberikan ruang yang lebih adil, karena para calon kandidat yang berhak mendapatkan kursi ialah calon kandidat yang memang memperoleh suara terbanyak dari rakyat. Sistem kerja pemilihan ini juga lebih demokratis (Riwanto, 2015: 94-95). Jadi, pemilihan proporsional terbuka ini secara transparan memberikan akses kepada rakyat untuk dapat memilih sendiri calon kandidatnya yang didukung. Hal ini menjadi kelebihan dari sistem pemilihan proporsioanl terbuka.

Pada pengeluaran anggaran kampanye pemilihan proporsional terbuka ini terbilang cukup mahal. Bagaimana tidak, pada surat suara pemilihannya menggunakan desain vertikat berukuran 51 cm x 82 cm. Desain ukuran tersebut hampir seukuran dengan ukuran setengah kali dari ukuran halaman pada koran. Desain tersebut digunakan pada pemilihan anggota DPR dan DPRD.

Sedangkan pada pemilihan suara Presiden memiliki desain horizontal dengan ukuran 22 cm x 31 cm atau hampir seukuran kertas F4. Pemilihan proporsional terbuka ini tidak hanya menampilkan gambar partainya namun juga kandidat yang berpatisipasi, itulah mengapa ukuran tersebut lebih besar dan mengeluarkan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan pemilihan proporsional yang hanya mencantumkan gambar partainya saja. Hal ini dapat dikatakan kekurangan dari sistem proporsional itu sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image