Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Marhaenisme Masih Relevan Untuk Menjawab Persoalan Bangsa Dan Negara

Politik | Friday, 16 Jun 2023, 10:23 WIB

Jika penderitaan rakyat Indonesia mau dianalogikan, ambil contoh orang yang mau tenggelam, maka tenggelamnya rakyat Indonesia sudah sampai di leher. Sedikit lagi, jika tidak ada pertolongan secepatnya, maka rakyat akan tenggelam dan mati. Meskipun keadaannya sudah begitu, namun pemerintah masih belum juga punya perhatian untuk menyelamatkan rakyat yang sudah hampir tenggelam ini, malah terkesan sengaja untuk mengabaikan dan malah tidak mendengarkan suara mereka.

tidak ada keinginan pemerintah untuk memperhatikan nasib kaum marhaen dan, yang mana dapat dibuktikan dengan ketiadaan perbaikan apapun terhadap kehidupan rakyat marhaen hingga saat ini. negara lebih memihak kepentingan modal swasta berbau asing ketimbang rakyatnya sendiri. Dalam setiap konflik antara rakyat marhaen melawan pemilik modal, negara dan aparat aparatnya selalu menjadi pihak yang tidak netral dan telah memilih untuk berdiri sebarisan dengan kepentingan modal. Apalagi di zaman serba neoliberal ini, sebuah jaman yang seringkali diidentikkan dengan kolonialisme di masa lalu. Ini adalah zaman dimana modal telah menjadi tuhan baru, yang kekuasaannya bisa menciptakan kiamat bagi orang-orang miskin di berbagai negara, terutama di kawasan negeri dunia ketiga. Di tengah proses penghancuran oleh mesin neo-kolonialisme ini, rakyat marhaen seolah-olah telah kehilangan induk yang harus melindungi mereka, yaitu negara. Negara dan aparatusnya tak lagi menjadi pelindung, apa yang disebut di pembukaan UUD 45, segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

rakyat marhaen jangan lagi berharap kepada pemerintah, DPR, atau institusi politik lainnya jika masih diisi oleh orang orang yang tidak peduli dan menindas, karena mereka bukan lagi representasi politik dari kepentingan rakyat, tetapi harus menyandarkan diri pada kekuatan sendiri. kaum marhaen tidak cukup hanya berjuang pada aspek-aspek kepentingan jangka pendek, atau sering disebut perjuangan sosial-ekonomi, tetapi harus mulai melihat perjuangan jangka-panjang.

Dalam konteks itulah, teori-teori perjuangan Bung Karno menjadi sangat relevan untuk dibuka-buka kembali dan dibaca secara kritis, terutama mengenai aspek-aspek anti-neokolonialisme atau anti-neoliberalisme dan strategi perjuangannya. Tak perlu mengimpor teori dari luar. Bung Karno pun pernah berkata, “Marhaenisme itu bukan sekedar Political Theory, bukan sekedar teori politik, –teori untuk mempersatukan atau untuk mencakup semua orang-orang Bangsa Indonesia melarat–, tetapi Marhaenisme adalah teori perjuangan."

Mengenai relevansi Marhaenisme dalam situasi saat ini,saya berusaha menandai pertumbuhan petani miskin dan pemilik alat produksi kecil akibat neoliberalisme. Sekarang, kekuatan terbesar rakyat Indonesia adalah kaum marhaen. neoliberalisme telah menciptakan perkembangan sektor informal yang mencapai 59,31% dari angkatan kerja.

Namun, soal bagaimana menghidupkan kembali ajaran Bung Karno dalam situasi saat ini, misalnya Marhaenisme, saya sangat menyadari bahwa de-sukarnoisme selama hampir 32 tahun ditambah era Mei 1998 hingga saat ini tahun punya kontribusi besar terhadap ”penggusuran ajaran-ajaran Bung Karno” dan malah terjadi pengkhianatan terhadap ajaran ajaran beliau. Sekarang ini, kalaupun ada pengkaderan-pengkaderan mengenai marhaenisme, tapi itu belum massif dan kurang menyentuh ke lapisan bawah dan masyarakat luas.

Terkait kebutuhan perjuangan ke depan, ada beberapa hal penting selain adanya teori politik dan perjuangan, yaitu adanya praktik politik berbeda dan integritas politik seorang pemimpin partai atau fungsionaris partai politik. Sekarang ini, kalaupun ada yang mengaku oposisi secara terbuka, tapi praktik politiknya terkadang tidak berbeda jauh dengan partai berkuasa (dari menindas sampai memberikan stigma negatif kepada masyarakat yang berbeda pilihan). Padahal, oposisi harus menerapkan praktik politik berbeda untuk membedakan garis politiknya dengan penguasa. kita harus menekankan kembali pentingnya seorang politisi untuk menjaga integritas politik, yaitu berani hidup sederhana demi memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsanya. kita perlu menyamakan antara pernyataan politik dan tindakan politik.

Terakhir, kita juga menekankan pentingnya persatuan nasional di kalangan kekuatan progresif-revolusioner dalam semua lapisan baik nasionalis hingga religius. Kita perlu menunjukkan kekuatan, bukan menunjukkan kelemahan.

YUDYA PRATIDINA MARHAENIS! MERDEKA!

(Kota Bandung,16 Juni 2023)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image