Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mochamad Abdul Jafar - Mahasiswa

Kasus KDRT tidak Memandang Gender

Edukasi | Wednesday, 14 Jun 2023, 11:22 WIB
Foto Penulis: Ramadhaniva Zikri Praja, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

Polisi mengungkap bahwa pelaku yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sudah melakukan aksinya sebanyak lebih dari satu kali terhadap perempuan bernama Putri Balqis. Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi. Ia menyebut bahwa terungkapnya aksi sang suami itu diketahui setelah Polda Metro Jaya melakukan penelusuran setelah mengambil alih kasus dari Polres Metro Depok."Setelah kita pelajari, penganiayaan ini terhadap istri ataupun korban ini bukan hanya sekali. Tahun 2016 ternyata sudah pernah dilaporkan, namun terjadi restorative justice, karena memang dalam undang-undang KDRT, azas dan tujuan salah satunya adalah mempertahankan keutuhan rumah tangga," ujar Hengki kepada wartawan, Jumat 26 Mei 2023. Lantas setelah adanya temuan baru dalam kasus KDRT ini, sang suami, kata Hengki nantinya akan dikenakan pasal tambahan. Artinya hukuman untuk suami yang melakukan KDRT akan bertambah."Karena ini perbuatan berulang, kami tambahkan pasal 64 KUHP, voortgezette handeling atau perbuatan berlanjut. Apabila ini benar dan kita temukan maka ancaman hukumannya terhadap sang suami ini bisa bertambah sepertiga," kata dia. Hengki pun menjelaskan bahwa polisi pun turut melibatkan tim dokter dan psikolog untuk mendalami luka dan trauma yang dialami sang istri maupun suami. Termasuk, mendalami luka pada alat kelamin sang suami yang disebut diakibatkan oleh aksi kekerasan oleh istrinya."Kasus ini akan dilakukan oleh Polda Metro Jaya pada Direktorat Reserse Kriminal Umum," kata dia kepada wartawan, Kamis 25 Mei 2023. Mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur itu mengatakan selain alasan diatas, Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Karyoto mau komitmen memberikan rasa keadilan dalam menyelesaikan kasus secara terstruktur.


Dilihat dari prespektif hukum

KDRT sendiri telah mendapatkan pembahasan sendiri dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pengertian korban dan siapa saja yang dianggap korban juga sudah dijelaskan di dalamnya. Pada pasal 1 nomor 3 disebutkan bahwa “Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.” Dalam UU No 23 tahun 2004 ada 4 bentuk kekerasan dalam rumah tangga yaitu:Kekerasan fisik seperti menampar, menendang, mencekik dan melukai dengan alat dan senjata.Kekerasan psikis seperti perbuatan yang menyebabkan rasa ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, mengancam dan berteriak.Kekerasan seksual seperti dalam hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan pemaksaan dalam hubungan seksualPenelantaraan rumah tangga seperti tidak memenuhi kebutuhan rumah tangga dan membatasi korban.


Pendapat pribadi

Menurut pendapat saya, sayangnya kesadaran akan kekerasan psikologis yang cenderung tidak terlihat. Bahkan kekerasan yang nyata bentuknya seperti kekerasan fisik saja oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai ranah privat dalam rumah tangga. Hal itu dianggap jadi aib jika sampai diketahui oleh pihak luar. Padahal kekerasan itu menyangkut Hak Asasi Manusia yang memang terjamin kepemilikannya. Pada pokoknya berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga disingkat KDRT, tindak pidana bagi para pelaku kekerasan dalam rumah tangga apabila menyebabkan luka sakit akan dikenakan sanksi penjara selama 5 tahun dan denda 15 juta. Apabila menyebabkan luka berat akan di penjara 10 tahun. Dan apabila sampai menghilangkan nyawa korban maka akan dipenjarakan selama 15 tahun.Dapat disimpulkan, masih banyak orang yang mengasosiasikan kata “korban” dengan sesuatu yang lemah, rapuh, kecil, dan rentan, maka laki-laki yang diidentikan dengan kekuatan, dominan, tidak terkalahkan dan maskulinitas lainnya jelas tidak memiliki tempat untuk menjadi korban. Maka ketika ia mendapat tindak kekerasan, alih alih mendapat perlindungan dan bantuan, orang-orang justru mempertanyakan kelaki-lakinya dan menganggap kekerasan yang mereka alami adalah lelucon. Hal yang kemudian membuat para korban laki-laki enggan untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

Penulis: Ramadhaniva Zikri Praja, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image