Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azza Zahra

Demokrasi Sebagai Sistem Politik Mempertegas Identitas Perempuan

Politik | Wednesday, 19 Apr 2023, 04:37 WIB

Pencapaian identitas politik perempuan di Indonesia hingga hari ini belum mencapai titik maksimal bahkan faktanya masih sangat terhambat dan mengalami banyak halangan di berbagai bidang khususnya di dunia politik pencapaian dan kondisi dan posisi perempuan tampak lebih rendah di banding beberapa negara Asia Tenggara. Berbicara tentang perempuan tidak dapat terlepas dari peran dan kedudukannya dalam masyarakat, apalagi dikaitkan dengan masalah politik. Rangking GGI (Global Gender Gap Index) pada tahun 2013 melalui laporan pembangunan manusia yang diterbitkan UNDP Indonesia yang berada diperingkat 106 jauh tertinggal dibawah Vietnam yang ada di peringkat 48.

Identitas dalam sosiologi maupun politik biasanya dikategorikan menjadi dua kategori utama, yakni identitas sosial (kelas, ras, etnis, gender, dan seksualitas) dan identitas politik (nasionalitas dan kewarganegaraan (citizenship)). Identitas sosial menentukan posisi subjek di dalam relasi atau interaksi sosialnya, sedangkan identitas politik menentukan posisi subjek di dalam suatu komunitas melalui suatu rasa kepemilikan (sense of belonging) dan sekaligus menandai posisi subjek yang lain di dalam suatu pembedaan (sense of otherness). Identitas politik (political identity) secara konseptual berbeda dengan ”politik identitas” (identity politics). Lalu bagaimana peran perempuan dalam meningkatkan identitas mereka di era demokrasi?

Secara kuantitas keterwakilan perempuan di lembaga legislatif di Indonesia tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan pada pemilu 2014 jumlah anggota legislatif perempuan di DPR RI mengalami penurunan dari 101 menjadi 97 orang. Hal ini menjadi pekerjaan besar bagi perempuan yang ingin berkiprah di ranah politik dan sekaligus pekerjaan bagi partai politik yang merupakan pintu gerbang utama keterlibatan perempuan dalam parlemen.

Walaupun di dalam UU telah diberlakukan affirmative action mengenai kuota 30% perempuan dalam partai politik, tidak dapat memenuhi target pencapaian perempuan anggota legislatif. Proporsi 30% tersebut cukuplah besar bagi perempuan untuk menunjukkan kemampuannnya dalam peran transisi atau produktif dalam bidang politik. Bahkan pemilu tahun 2019 perempuan dijadikan sebagai salah satu isu utama dalam mencari suara. Komposisi 30% khusus penyelenggara anggota KPU dan Bawaslu RI untuk pemilu 2024 kuota perempuan tidak terpenuhi, sehingga hal ini dianggap sebagai kemunduran bagi gerakan keterwakilan perempuan.

Kehadiran kebijakan afirmatif kuota 30% keterwakilan perempuan di dunia politik dan pemerintahan, seolah memberikan batasan bagi perempuan meskipun itu sebagai batas minimum, akan tetapi stigma bahwa perempuan selalu dianggap tidak memiliki kekuatan untuk bersaing dengan laki-laki sehingga sering dianggap perempuan didorong hanya untuk mengisi ruang pemenuhan kuota 30%.

Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender merupakan sebuah rancangan undang-undang yang berusaha mengakomodir kepentingan perempuan dalam rangka untuk mendorong pencapaian identitas politik perempuan di Indonesia karena kesetaraan gender dapat dilihat dari kesempatan perempuan dalam mendorong kepentingan dan ekspektasi politik perempuannya.

Demokrasi menjadi sistem politik yang mampu mempertegas identitas perempuan yang subjek politik. Rakyat sebagai pemenang kedaulatan harus dilibatkan dalam segala aktivitas politik dan pemerintahan. Oleh sebab itu, perempuan yang merupakan bagian dari rakyat harus dilibatkan dalam partisipasi politik dan pemerintahan. Demokrasi mengejawahtakan keinginan bahwa keputusan yang mempengaruhi perkumpulan secara keseluruhan harus mempunyai hak yang sama dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan. Dengan kata lain, demokrasi menyangkup prinsip kembar kontrol masyarakat atas proses pembuatan keputusan kolektif dan kesamaan hak-hak dalam menjalankan kendali itu.

Peran perempuan menjadi lebih kentara dalam era demokrasi terutama dalam pemilihan umum calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Suara perempuan ternyata memiliki jumlah yang sangat besar, berdasarkan data yang diterbitkan KPU jumlah pemilih laki-laki baik didalam maupun diluar negeri sebanyak 95.368.749 pemilih dan perempuan sejumlah 95.401.580. Jumlah pemilih yang sangat besar menjadikan suara perempuan dianggap sebagai penentu kemenangan pasangan calon.

Salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara dan pemerintahan dan infra struktur politik yang terdiri dari partai politik (political party), kelompok gerakan (movement group), dan kelompok penekan atau kelompok kepentingan (pressure/inters group). Representasi politik yang demokratis terjadi jika mereka yang kepentingan nya dipengaruhi atau tersentuh oleh sebuah keputusan mempunyai kapasitas untuk (terlibat) memengaruhi pembuatan keputusan tersebut. Kapasitas memengaruhi keputusan dimaknai sebagai hadirnya keterlibatan atau partisipasi politik dari kelompok yang tersentuh dengan keputusan yang akan dihasilkan.

Pemerintah adalah pintu utama untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan di parlemen, pemerintah harus melakukan intervensi melalui peraturan dan undang-undang. Secara lebih spesifik, sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka harus dipertahankan melalui zipper system dimana perempuan berada pada nomor urut 1, 3, 5 dan seterusnya atau 2, 4, 6 dan seterusnya. Ini sangat penting karena pada pemilihan umum tahun 2009 dan 2014, pemilih memiliki kecenderungan untuk memilih caleg pada nomor urut teratas. Pendidikan politik juga sangat diperlukan bagi masyarakat awam apalagi dalam waktu menjelang pemilihan umum. Tujuan dari pendidikan politik bukan menjadikan masyarakat menjadi sinpatisan, calon legislatif, ataupun tim sukses salah satu pasangan calon. Pendidikan politik diberikan agar masyarakat pada umumnya dan perempuan khususnya dapat kritis dalam mencermati program kerja yang ditawarkan menjadi pemilih yang cerdas.

Dimensi domestik sebagai tugas utama perempuan yang masih melekat dan masih kuatnya budaya patriarki dimana perempuan harus memperoleh izin dari suami atau keluarga menjadi faktor penyebab masih rendahnya keterwakilan perempuan.

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image