Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image rahmi surainah

Program Ekonomi Biru, Jalan Masuk Asing Makin Menguasai SDA Kelautan di Kaltim

Politik | Thursday, 02 Mar 2023, 14:20 WIB

Ekonomi Biru (Blue Economy) adalah konsep pembangunan yang berfokus pada nilai ekonomi sumber daya laut di Indonesia. Ekonomi biru adalah gagasan untuk mengelola laut secara berkelanjutan. Tujuan utamanya untuk membangun sektor perekonomian. Blue Economy menjadi potensi ekonomi yang bisa digunakan untuk pemulihan dari pandemi Covid-19.
Di Kalimantan Timur (Kaltim) Gubernur Isran Noor meluncurkan konsep ekonomi biru di perairan Pulau Maratua sebagai bentuk pengembangan pembangunan kepariwisataan di wilayah itu (4/6/2021). Program ekonomi biru ini menjadi proyek percontohan serupa, di daerah potensial lainnya di Indonesia. Sehingga dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat tinggi termasuk dari sektor pariwisata bahari.

Peluang besar peningkatan ekonomi Berau dalam sektor pariwisata terbuka lebar setelah Pulau Maratua ditetapkan ke dalam kawasan ekonomi biru oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (15/9/2022) Melimpahnya potensi terumbu karang di sana diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan daerah, bahkan secara nasional.
Kaltim menjadi satu-satunya provinsi yang berhasil mendapatkan dana hibah dari bank dunia karena telah berhasil mengurangi emisi karbon dari hutan tropis. Selanjutnya, untuk terumbu karang masih pengusulan dan harus dilakukan penelitian terlebih dahulu. Terkait jumlah terumbu karang di Kabupaten Berau, jenisnya apa saja, dan berapa banyak potensi sumber daya yang bisa menangkap karbon, sehingga mampu menyelamatkan dunia. Dikatakan karbon bisa dijual ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sampai ke Amerika Serikat yang membutuhkan bisa membeli karbon ke Berau.

Di balik Ekonomi Biru

Ekonomi biru bukan murni proyek negeri ini. Tetapi program yang diprakarsai oleh dunia internasional Kapitalisme yang mempunyai kepentingan terhadap negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Indonesia hanya dimanfaatkan untuk memperbaiki kerusakan (krisis iklim) yang mereka timbulkan sendiri, akibat dari kerakusan industri raksasa para negara-negara kapitalis.

Ekonomi biru bukan hanya tentang emisi karbon. Tetapi peta untuk menguasai dan mengekploitasi SDA Kelautan di Indonesia. Ekonomi biru dalam pengembangan sektor pariwisata melalui kerjasama dengan pihak asing berdampak pada tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Ekonomi biru dengan memanfaatkan SDA laut (terumbu karang, padang lamun, mangrove) sebagai pengurangan emisi karbon dan perdagangan karbon (carbon trade), sejatinya hanya untuk menutupi rakusnya industri kapitalisme agar tetap dapat menggerogoti kekayaan SDAE di negara-negara miskin dan berkembang. Pengembangan ekonomi biru dari sektor pariwisata juga berdampak pada kerusakan sosial masyarakat dan kerusakan lingkungan.

Sungguh ironi, di balik besarnya potensi bahari negeri ini. Lagi-lagi yang menang adalah yang bermodal besar, serta yang menguasai teknologi tercanggih. Para nelayan dan pembudidaya sebagai pelakunya di lapangan seolah tak pernah kecipratan profit potensi maritim tersebut, melainkan hanya remahannya saja. Demikianlah berkurangnya emisi karbon tidak serta merta akan mengurangi karena faktanya setiap tahun eksploitasi SDA semakin menggila.

Maka dapat dilihat bagaimana skema yang ada, yakni SDA berupa bahan mentah akan dikelola oleh negara kapitalis. Di samping itu, dengan dalih mengembangkan pariwisata untuk masyarakat kecil, dibukalah kran investasi.
Ekonomi biru dengan memanfaatkan SDA laut (terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove) sebagai pengurangan emisi karbon dan perdagangan karbon (carbon trade), sejatinya hanya untuk menutupi borok rakusnya industri kapitalisme agar tetap dapat menggerogoti kekayaan SDA di negara-negara miskin dan berkembang.l Lagi-lagi hanya untuk menguntungkan negara kapitalisme. Sedangkan Indonesia malah terdampak kerusakan sosial masyarakat dan kerusakan lingkungan.

Pengembangan Ekonomi Biru di Pulau Maratua bagi nelayan akan berdampak pada sulitnya para nelayan dalam menangkap ikan karena wilayah tangkapan mereka semakin sempit dan melaut akan lebih jauh. Sementara alat transportasi mereka tidak mendukung. Sungguh ironi, di balik besarnya potensi bahari negeri ini lagi-lagi yang menang adalah yang bermodal besar, serta yang menguasai teknologi tercanggih. Para nelayan dan pembudidaya sebagai pelakunya di lapangan seolah tak pernah kecipratan profit potensi maritim tersebut, melainkan hanya remahannya saja. Demikianlah penjajahan gaya baru berkedok ekonomi biru.

SDA Kelautan dalam Islam

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad). Laut, menurut hadis di atas termasuk ke dalam kategori air. Laut beserta seluruh potensi bahari dalam Islam adalah sumber daya kepemilikan umum (milik rakyat).

Pengelolaan laut harus di bawah tanggung jawab penguasa negara untuk kemakmuran rakyat secara luas selaku pemilik potensi bahari tersebut. Negara berperan mewakili rakyat untuk mengelola potensi bahari sehingga tidak boleh terjadi privatisasi oleh pihak tertentu, baik individu maupun para pemodal komersial.
Jika tidak ada kebutuhan yang mendesak, maka tidak perlu ada eksploitasi besar-besaran terhadap segala macam aset yang ada. Penguasa harus berperan aktif sebagai pengayom dan pengatur urusan umat. Rasulullah saw. Bersabda : “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Sangat penting untuk mengembalikan fungsi laut sebagai wujud pemeliharaan karunia Allah SWT. Mengelola laut sebagaimana perintah Allah adalah mandat penciptaan dan amanah atas nama keimanan.

Allah Swt. berfirman, “Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (TQS An-Nahl [16] : 14). Wallahu a’lam.[]

 



 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image