Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Penambahan Masa Jabatan Kades untuk Siapa?

Politik | Saturday, 18 Feb 2023, 16:46 WIB

Penambahan Masa Jabatan Kades untuk Siapa?

Oleh: Dhevy Hakim

Unjuk rasa biasanya sebagai salah satu cara untuk menyampaikan aspirasi di saat komunikasi lewat jalur yang semestinya mengalami kebuntuan. Biasanya unjuk rasa dilakukan oleh kaum buruh, mahasiswa atau elemen masyarakat tertentu dikarenakan ada persoalan ketidaktepatan kebijakan, adanya ketidakadilan ataupun timbulnya rasa terdzalimi.

Namun, unjuk rasa kali ini nampaknya berbeda. Ribuan kepala desa (kades) melakukan aksi di depan Gedung DPR (17/01/2023). Mereka rela menyuarakan aspirasinya meski harus berpanas-panasan. Sayangnya tuntutan kali ini bukan terkait kepentingan warganya tetapi para kades menuntut adanya revisi pada pasal 39 UU 6 Tahun 2014 tentang Desa. Poin penting yang dikehendaki adalah adanya perubahan masa jabatan 6 tahun menjadi 9 tahun.

Tuntutan para kades ini pun menuai banyak kritik. Pasalnya alasan perpanjang masa jabatan kades yang mereka kemukakan adalah masa jabatan enam tahun dianggap kurang hanya cukup untuk konsolidasi saja. Tentu saja alasan ini dianggap mengada-ada. Apalagi kenyataan yang terjadi selama ini justru banyak kades yang terseret kasus korupsi. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam laporan hasil pemantauan tren penindakan korupsi semester I/2022, menunjukkan 134 dari 252 kasus yang terungkap adalah kasus penyalahgunaan anggaran, 62 dari 192 kasus menyasar pada desa.

Anehnya, unjuk rasa kades di depan Gedung DPR langsung diakomodasi dan dijanjikan akan ada revisi UU Desa. Presiden Jokowi menyepakati perubahan tersebut dengan alasan dinamika di desa berbeda dengan di kota (pilgub) sehingga tuntutan para kades dianggap masuk akal. Sungguh berbeda sekali dengan demo kaum buruh dan mahasiswa, jangankan tuntutannya dipenuhi, ditemui dan diapresiasi saja sering kali tidak.

Tidak mengherankan jika usulan perpanjangan jabatan kades ini diduga menjadi salah satu trik untuk melanggengkan oligarki. Jabatan kades dijadikan alat politik baru di luar parpol. Dugaan politik transaksional sangat mungkin sekali. Elit partai dan para kades sama-sama mendapatkan keuntungan masa jabatan. Masa jabatan kades diperpanjang sedangkan segelintir elit juga tetap bisa berkuasa.

Dugaan ini senada dengan yang disampaikan oleh analis politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah, mengatakan bahwa kebijakan penambahan masa jabatan patut dicurigai sebagai bagian dari kebijakan gratifikasi, terlebih situasi menjelang pemilu saat ini. Dedi mengaitkan dengan adanya “gerakan kades mendukung tiga periode” beberapa waktu lampau. Bukan tidak mungkin kebijakan ini sebenarnya ditujukan untuk membuka peluang kekuasaan pemerintahan pusat.

Inilah yang dikhawatirkan sejumlah kalangan. Alih-alih desentralisasi yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan desa akan berhasil justru malah melanggengkan oligarki. Bisa dibayangkan jika pusat sampai menekan penguasa di taraf desa maka jelaslah oligarki semakin menggurita. Walhasil ke depan semua kebijakan akan pro kepada oligarki.

Jelaslah semakin menguatkan dugaan bahwa perpanjangan masa jabatan kades mengarah kepada kepentingan oligarki. Namun, jika ditelisik lebih jauh hal ini mesti terjadi di dalam sistem yang menganut politik demokrasi.

Biaya pesta demokrasi yang tidak murah senantiasa menumbuhkan politik transaksional dan semacamnya. Kekeliruan paradigma mengenai kekuasaan selaras dengan gagasan dari ideologi kapitalisme tidak lain hanya untuk meraup manfaat dan keuntungan sebanyak-banyaknya. Oleh karenanya tidak heran penguasa akan berpihak pada oligarki meski itu meluki dan mendzalimi rakyatnya.

Paradigma ini tentu saja berbeda dengan pandangan Islam. Islam memandang kekuasaan itu adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah SWT. Oleh karenanya penguasa dalam sistem Islam selalu menjalankan tugas kenegaraan sesuai hukum syariat Islam. Semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dan menempatkan diri sebagai pelayan umat.

Insyaallah, dengan sistem Islam lah jabatan semisal kades murni untuk melayani umat. Tidak akan ada polemik masa jabatan lama atau tidaknya. Akan tetapi jabatan itu dijalankan sebagai amanah sesuai hukum Syara’. Jika demikian, satu-satunya harapan memutus mata rantai kesalahan adalah dengan melakukan perubahan yakni mengakhiri sistem demokrasi lalu memulai dengan menjalankan sistem Islam. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image