Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

Menilik Stunting Kronis, Mengapa Asing Menjadi Penting?

Edukasi | Monday, 09 Jan 2023, 00:09 WIB

PR besar negeri ini yang harus segera diperbaiki adalah tingkat Stunting di mencapai 24,4%. Stunting merupakan salah satu permasalahan utama di Indonesia. Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 persen. Artinya, secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis, terlebih lagi di 14 provinsi yang prevalensinya melebihi angka nasional.

Penyebab utamanya terjadinya stunting karena asupan gizi yang kurang secara kronis terus menerus dan jangka panjang, (ibunya) sering sakit-sakitan, dan (pola) asuhannya tidak baik. Ibu hamil yang tidak sehat, anemia, kekurangan vitamin D, kekurangan asam folat itu peluang anaknya stunting jadi lebih besar.

Menilik Solusi Atasi Stunting Bersama Asing
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggalang kerja sama dengan Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) untuk upaya pencegahan stunting. Kerja sama itu diwujudkan dengan kegiatan bertajuk “Gerakan Makan Telur Bersama” yang diadakan di Lapangan Desa Kebumen, Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, makan telur bersama yang diadakan oleh Badan Pangan Nasional luar biasa dan idenya sangat inovatif, dengan memanfaatkan telur yang sangat melimpah di Kendal untuk mencegah stunting.” (Republika.co.id, 25/9/2022).

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, ST, MT mengatakan gerakan makan telur bersama dilakukan karena telur merupakan salah satu sumber protein yang mudah dan terjangkau oleh masyarakat, sehari harus bisa mengkonsumsi sebutir telur. Pada momen itu sekaligus dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara BKKBN dan Badan Pangan Nasional/NFA, untuk percepatan penurunan stunting.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menggandeng sejumlah mitra swasta dan asing untuk memperkuat penanganan penurunan prevalensi stunting. Maka, telah dilakukan penandatanganan juga nota kesepemahan (MoU) antara BKKBN dengan mitra dalam hal ini Tanoto Foundation, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Yayasan Bakti Barito, dan PT Bank Central Asia Tbk serta Amerika Serikat, melalui United States Agency for International Development (USAID).

Menurut Hasto, masalah yang dihadapi bangsa kita adalah saat menghadapi bonus demografi, tapi di satu sisi kita punya angka stunting yang masih 24,4 persen. Kolaborasi ini nantinya berupa peningkatan edukasi masyarakat dan sebuah implementasi berupa program gizi yang terintegrasi untuk mengatasi stunting melalui penerapan intervensi gizi berbasis bukti, untuk memperkuat layanan gizi melalui sistem kesehatan dari tingkat nasional hingga lokal.

Hal ini sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 terkait percepatan penurunan angka stunting, berupaya menyelesaikan masalah tersebut melalui intervensi sensitif yang berkaitan dengan lingkungan layak huni dan sanitasi atau air bersih, serta intervensi spesifik yang berhubungan dengan nutrisi anak dan ibu hamil.

Dengan demikian, kolaborasi yang terjalin dengan semua pihak tersebut dapat mempercepat perbaikan kesehatan masyarakat dan mencegah perburukan terhadap aspek pendidikan akibat dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh stunting, baik berupa menurunnya kemampuan kognitif anak, tumbuh kembang tidak optimal hingga mudah terkena penyakit metabolik di usia tuanya.

Paradoks Fakta Stunting di Negeri Sekaya Indonesia
Sebuah paradoks termutakhir abad ini, betapa Indonesia sebuah negara kaya raya dengan sumber daya alam dan manusianya yang luar biasa ternyata mengalami problem anak stunting dan kurang gizi dengan tingkatan kronis. Namun mengapa justru mengambil kebijakan bekerja sama dengan asing? Apakah mereka lebih mengerti tentang akar persoalan munculnya Stunting di negeri kaya ini? Ibarat anak ayam mati di lumbung padi, bisakah asing benar-benar menjamin anak ayam bisa tetap hidup di dalam lumbung padi?

Sungguh sebuah kebodohan, dalam peribahasa Jawa disebut “Ulo marani gepuk” atau ular mendatangi tongkat pemukul, apalagi jika tidak bertujuan mencari mati? Sebab, asing tak mungkin bergeser dari kepentingan hegemoni ideologi mereka, kapitalisme dan menerapkan cara mereka menghegemoni yaitu dengan Neo liberal (penjajahan gaya baru melalui kerjasama, kesepakatan dan kesepemahaman).

Kerjasama dengan swasta dan asing hanya menegaskan berlepas tangannya pemerintah dari tanggungjawab menyejahterakan rakyat. Kerjasama dengan asing juga berpotensi menjadi pintu masuk program-program asing yang bisa mengeksploitasi potensi generasi dan mengarahkan pembangunan SDM sesuai kepentingan asing. Apakah ini akan dibiarkan? Tentu tidak, sebab konsensus global juga melarang adanya penjajahan.

Namun bagaimana jadinya jika pemrakarsa kerjasama itu sekaligus pengemban ideologi kapitalisme yang kemudian menjadikan kerjasama sebagai topeng menghadapi Indonesia? Dan hal ini berlalu untuk negara-negara miskin dan berkembang lainnya. Maka tidaklah mengherankan jika ada beberapa negara yang selalu disulut konflik internalnya dengan ide keadilan, kebebasan dan hak untuk merdeka, hanya satu tujuannya, mengendalikan para pemimpin bangsa agar tunduk kepada aturan asing.

Dalam menghadapi Indonesia tak perlu terlalu keras sebagaimana kepada negara-negara di timur tengah. Cukup dengan bentuk kerjasama, seolah Indonesia benar-benar negara berharga dan dihormati, padahal sesungguhnya justru Indonesia dianggap tidak berdaulat, penguasanya pengumpul harta dari berbagai cara, termasuk korupsi, minus bagaiamana cara mengurusi rakyat dengan totalitas.

Islam Atasi Stunting Dengan Cara Pandang Penting
Sebagaimana dijelaskan penulis di bagian awal tulisan ini bahwa stunting akibat dari gizi buruk. Artinya ini berkaitan dengan perekonomian, dari sisi produksi, distribusi dan jaminan semua jalur berjalan dengan baik tanpa hambatan. Baik dari sisi ekonomi, pendidikan , kesehatan , keamanan dan lainnya. Tindakan negara berdasarkan syariat, atau sistem khilafah, pertama, segera melakukan pendataan berapa yang menderita Stunting, merawat hingga normal kembali.

Kedua dengan memastikan ekonomi berjalan dengan lancar, dengan memberikan kemudahan bagi individu rakyat terutama kepala keluarga, untuk bekerja dengan baik dan mudah sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki. Negara akan mensupport dengan pemberian baik berupa modal bergerak maupun tidak , berupa tanah atau lahan yang siap di kelola, maupun pelatihan, uang dan sarana prasarana yang dibutuhkan sekaligus memudahkan rakyat untuk berusaha.

Negara melarang muamalah yang diharamkan syariat apapun alasannya, seperti riba, curang, penipuan dan lainnya Akidah tetap harus dikedepankan sebab, semua aktifitas hari ini akan dihisab kelak di akhirat. Sehingga otomatis, negara juga akan menciptakan suasana keimanan yang tinggi dan mendorong setiap rakyatnya untuk beramal Shalih. Menyuburkan sedekah , infak dan shadaqah dalam rangka pemerataan perekonomian.

Di sisi lain, keamanan juga akan dijamin negara, sehingga anak bisa tumbuh kembang dengan normal dan berkualitas. Meski kesejahteraan mewujudkannya tak semudah membalik telapak tangan, namun dengan syariat, ketakwaan penguasa dan rakyat yang taat kepada pemimpin insya Allah akan terwujud. Wallahu a’lam bish showab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image