Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Perawati

Perempuan Dalam Pusaran Kapitalisme

Politik | Saturday, 07 Jan 2023, 14:02 WIB
Suasana perempuan sedang membuat kerajinan( foto: Idxchannel.com)

"Perempuan Berdaya Indonesia Maju" sebagai tema utama hari ibu, sekilas begitu manis tapi beracun. Perempuan berdaya memang dambaan setiap umat. Jika yang dimaksud perempuan memaksimalkan kewajibannya sebagai pendidik generasi, maka akan menciptakan generasi unggul yang memiliki visi mulia untuk kemajuan Islam. Suami pun akan berdaya menunaikan tugasnya sebagai qawwam. Dan upaya mewujudkan Indonesia yang maju suatu keniscayaan.

Sayangnya, frasa yang dibangun pemerintah bahwa perempuan berdaya adalah perempuan sebagai tulang punggung(back bone) ekonomi Indonesia. Realitas saat ini memang peran perempuan sangat besar dalam perekonomian, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yaitu sekitar 60 persen dikelola oleh perempuan. Hal ini sebagaimana disampaikan pakar ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Poppy Ismalina bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah penyokong utama perekonomian Indonesia dengan peran sebesar 99,99 persen, sementara usaha besar hanya berperan 0,01 persen. Kontribusi UMKM bagi Product Domestic Bruto mencapai 60,5 persen dan menjadi sektor utama penyerapan tenaga kerja. (voaindonesia.com, 17/12/2022).

Tak dipungkiri kehadiran UMKM sebagai peluang bagi masyarakat yang terdampak PHK massal akibat pandemi dan krisis global. Tetapi, jika perempuan dijadikan sebagai tulang punggung(back bone) ekonomi adalah paradigma berpikir yang keliru. Sebab tugas utama perempuan sebagai pengurus dan pendidik generasi. Beban perempuan sudah sangat kompleks dalam menjaga dan mendidik generasi dari gerusan ide dan gaya hidup barat yang sekuler.

Maka sesungguhnya perempuan berdaya padahal perempuan dieksploitasi demi pertumbuhan ekonomi. Perempuan sebagai objek dalam pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Sehingga perempuan disibukan dengan inovasi produk dan handal dalam kompetisi. Kondisi ini pelan tapi pasti menjadikan perempuan mulai abai dengan perannya sebagai ibu dan istri. Alhasil anak kurang perhatian dan kasih sayang ibu. Inilah watak sistem kapitalisme, negara hanya menjalankan peran sebagai regulator, bukan penanggung jawab atas kesulitan hidup yang ditanggung rakyatnya.

Lebih lanjut frasa diatas sebagai bentuk komitmen pemerintah mewujudkan tujuan SDGs (Sustainable Development Goals) terkait kewirausahaan berspektif gender dan kesejahteraan gender digital. Jika perempuan berdaya secara ekonomi akan mendorong penurunan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang selama ini banyak dipicu oleh masalah ekonomi. Realitasnya kasus kekerasan terhadap perempuan terus terjadi.

Begitu pun dengan ekonomi digital, memang diakui masyarakat kini tidak lagi asing dengan sektor teknologi finansial, e-commerce, bahkan kehadiran metaverse. Menurut data Google Temasek & Bain, valuasi ekonomi digital Indonesia bertumbuh 49 persen di tahun 2021 menjadi US$70 miliar dan diprediksi menjadi US$146 miliar di tahun 2025. Bahkan, ekonomi digital di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Dimana nilai ekonominya di tahun 2021 tercatat sekitar US$ 70 miliar, dan diperkirakan mampu mencapai US$146 miliar pada tahun 2025.

Meskipun UMKM dan ekonomi digital bertumbuh, nyatanya perempuan mengalami banyak kesulitan dalam mengembangkan usaha dibanding laki-laki. Kesejahteraan digital hanyalah mantra sakti menyongsong ekonomi digital. UMKM berkiprah di pasar digital bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan Statistik e-commerce BPS Juni 2021, dari 8,2 juta unit usaha yang disurvei termasuk di dalamnya pelaku UMKM, hanya 29 persen yang telah mengintegrasikan usahanya ke dalam e-commerce. Karena keterbatasan skill, kemampuan literasi digital, pembiayaan, standarisasi produk, iklim persaingan antar usaha, gagap teknologi, regulasi dan prosedur dalam bisnis lintas batas (cross border business) yang rumit membuat usaha tidak berkembang.

Begitu pun pelaku UMKM yang gagap beradaptasi dengan proses transformasi digital, mustahil memanfaatkan peluang yang tersedia di pasar digital. Mereka masih cemas (worried) dalam penggunaan teknologi informasi dan mengalami kesenjangan digital (digital devide). Sepanjang hal ini masih menjadi masalah, jangan harap UMKM di Indonesia mampu beradaptasi dalam pasar digital. Yang lebih menyakitkan mengalihkan perhatian masyarakat dalam mengelola sumber daya alam kepada inovasi produk kreatif.

Oleh karena itu frasa perempuan berdaya sebagai bentuk lemahnya negara dihadapan para kapital yang telah merampok kekayaan alam negeri ini. Sumber kekayaan alam yang besar, harusnya sebagai wasilah dalam pertumbuhan ekonomi. Malah dikesampingkan, perempuan dijadikan sapi perah untuk menumbuhkan ekonomi. Kapitalisme dengan asas sekulernya berhasil menyibukkan perempuan di lingkungan publik dan meminimalisir perannya sebagai ibu. Begitulah cara pandang kapitalisme selama ada profit, generasi rusak tidak masalah. Maka frasa ini telah merenggut peran perempuan sebagai ummu wa rabbatul bait. Perempuan lalai dengan tugasnya sebagai pendidik dan pengurus generasi. Mereka disibukkan dengan aktivitas mubah dan melalaikan kewajibannya sebagai ibu. Dengan demikian perempuan berdaya hanyalah ilusi.

Tugas utama perempuan sebagai ummu wa rabatul bait. Ditangan seorang ibulah lahir generasi kuat yang memiliki visi yang agung, seperti seorang Muhammad Al Fatih. Peran tersebut akan mudah diterapkan dengan dukungan sistem negara yang mendukung, yaitu sistem Islam. Dalam sistem kapitalisme sekularisme menjalankan peran ibu sebagai ummu wa rabatul bait penuh dengan tantangan. Tak jarang karena tekanan ekonomi menjadikan perempuan memutar otak untuk mendapatkan uang.

Pun menjalankan peran sebagai ibu bukanlah keterbelakangan melainkan sebuah peran mulia yang bernilai pahala besar di sisi Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda: “Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.” (HR Muslim).

Dari hadits di atas bahwa seorang ibu kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas anak-anaknya. Maka janganlah karena kelalaian dalam mendidik dan mengurus anak menjadi penghalang jalan menuju surga. Menumbuhkan perekonomian adalah tugas negara. Maka perempuan janganlah terhipnotis dengan frasa perempuan berdaya Indonesia maju. Wallahu a'lam bish shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image