Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Aku tak seshaleh Nabi Musa a.s, juga tak sejahat Firaun

Agama | 2022-10-22 07:12:06

Khalayak tidak begitu simpati dan setuju terhadap beberapa kebijakan yang dikeluarkan Khalifah Al-Ma’mun. Berbagai keputusannya dinilai kurang baik dan tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Tak heran, jika berbagai kebijakan yang dikeluarkan Sang Khalifah menuai banyak kritik.

Suatu ketika, pada hari Jum’at, khalifah Ma’mun melakukan kunjungan incognito ke kota Basrah. Beberapa saat menjelang adzan Jum’at, Sang Khalifah pergi ke masjid agung di kota Basrah untuk menunaikkan ibadah salat Jum’at.

Ketika Khatib sudah naik mimbar dan memulai khutbahnya, Sang Khalifah dengan seksama menyimak uraian khutbah Sang Khatib. Namun, betapa kagetnya ketika pada beberapa bagian khutbahnya, Sang Khatib mencerca, dan membongkar habis-habisan setiap keburukan Sang Khalifah. Entah tidak mengetahui kehadirannya sebagai salah seorang jemaah di mas­jid tersebut atau memang sengaja, sebab dengan suara lantang Sang Khatib mengecam habis-habisan Khalifah Ma’mun.

Sebagai seorang jemaah, Sang Khalifah taat akan ketentuan pelaksanaan ibadah salat Jum’at. Tak sepatah kata pun ia ucapkan, kecuali mengurut dadanya dan berupaya sabar mendengarkan khutbah Sang Khatib sampai usai. Setelah salat Jum’at usai, Sang Khalifah tak berkomentar apa-apa, ia hanya menjadikan isi khutbah tadi sebagai catatan bagi dirinya.

Pada Jum’at lainnya, ia mengadakan kunjungan incognito kembali ke kota Basrah dan melakukan ibadah salat Jum’at di masjid lainnya. Ia begitu terkejut ketika khatib yang sama seperti pada Jum’at sebelumnya naik mimbar. Isi khutbahnya tetap sama seperti khutbah-khutbah sebelumnya.

Mengalami peristiwa yang persis sama, Sang Khalifah merasa perlu untuk meluruskan perilaku Sang Khatib tersebut. Usai menunaikkan ibadah salat Jum’at, ia mengundang sang khatib ke kediamannya.

“Anda yang menyampaikan khutbah tadi?” Demikian khalifah Ma’mun mengawali pembicaraannya dengan Sang Khatib.

“Benar sekali. Memangnya mengapa? ” Jawab Sang Khatib.

“Anda mengenal saya?” Tanya Khalifah.

“Tidak. Sama sekali tidak mengenal Anda.” Jawab Sang Khatib.

“Oh, begitu ya! Aku adalah orang yang Anda cerca habis-habisan dalam khutbah Anda tadi.”

Mendengar jawaban seperti itu, Sang Khatib menjadi agak salah tingkah. Wajahnya memerah dan tubuhnya agak bergetar, keringat dingin mulai keluar.

“Aku tidak apa-apa, semua itu hak Anda untuk mengeluarkan aspirasi dan kritik terhadap segala kebijakan pemerintahanku. Namun demikian tolong Anda jawab dengan jujur pertanyaanku.”

“Menurut Anda, mana yang lebih baik Anda atau Nabi Musa a.s?” Kata Sang Khalifah.

“Sudah pasti Nabi Musa a.s. lebih baik daripada saya. Baginda juga tahu bukan?” jawab Si Penceramah tanpa ada rasa takut.

“Ya,benar sekali. Aku setuju sekali dengan pendapatmu. Satu lagi pertanyaanku, siapakah yang lebih jahat, saya atau Fir’aun?” Lanjut Sang Khalifah.

Sang Khatib agak terkesima dengan pertanyaan yang kedua tersebut. Ia sudah bisa menebak ke mana arah dari pertanyaan Sang Khalifah. Namun demikian, ia tetap menjawabnya:

“ Menurut pendapat saya, Fir’aun jauh lebih jahat daripada baginda.”

“Saya setuju dengan pendapatmu. Semua orang mengetahui kekejaman Firaun. Ia membunuh setiap bayi laki-laki, orang yang berani menentangnya sudah pasti dihukum mati. Tidak hanya kejam, tak tanggung-tanggung dalam kecongkakkannya, Fir’aun juga mengaku dirinya sebagai Tuhan. Namun meskipun Fir’aun sangat kejam, sombong, dan jahat, Allah SWT menyuruh Nabi Musa a.s. agar bertutur kata dengan santun dan lemah lembut kepada orang sejahat Fir’aun. Anda sebagai seorang Khatib pasti mengetahui perintah Allah tersebut. Tolong Anda bacakan ayatnya!” Demikian kata Sang Khalifah.

Dengan agak ketakutan Sang Khatib membacakan ayat yang dimaksud oleh baginda khalifah Ma’mun. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut” (Q. S. Thaaha : 44).

“Allah Yang Maha Perkasa, masih memerintahkan Nabi Musa a.s. berlaku lembut kepada Fir’aun yang selain kejam juga mengaku sebagai Tuhan. Lalu mengapa kamu yang tak sebaik Nabi Musa a.s. menegur saya dengan kata-kata kasar, penuh hujatan. Bukankah katamu, saya ini tak sejahat Fir’aun?” Lanjut Sang Khalifah.

Mendengar ucapan Sang Khalifah seperti itu, Sang Khatib diam seribu basa. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Ia menyadari akan kekeliruannya dalam menyampaikan pendapat dan nasihat. Ia tertunduk malu dan meminta maaf kepada khalifah Ma’mun atas kelancangannya.

Sang Khalifah sangat bijak, ia hanya mengajak Sang Khatib untuk berdialog. Ia tak memarahi, menegur, apalagi menghukum Sang Khatib yang mengkritiknya dengan keras.

Ilustrasi : Memberi nasihat (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image