Alergi Islam di Negeri Mayoritas Muslim
Agama | 2022-04-10 07:20:27Orang bilang, anak merupakan cerminan orang tuanya. Jika orang tuanya mencontohkan perilaku yang baik, maka akan baik pula perilaku anak. Sebaliknya, jika buruk perangai orang tua, wajar kalau perangai anak pun buruk. Inilah yang dikhawatirkan ketika mendengar pernyataan sang Panglima TNI negeri.
Keturunan PKI dalam Tubuh TNI
Dilansir dari laman Republika (30/3/2022), Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, memutuskan bahwa anak keturunan PKI dibolehkan mendaftar sebagai calon prajurit TNI. Ia beranggapan bahwa hal ini tidak dilarang dalam aturan perundangan yang berlaku. Karena menurutnya, yang dilarang dalam TAP MPRS nomor 25 tahun 1996 adalah PKI, komunisme, lennimisme, dan marxisme, bukan keturunan PKI.
Penetapan kebijakan ini menuai pro kontra, sebagaian orang memuji keputusan sang jenderal, lainnya menyayangkan. Dikutip dari laman Republika (31/3/2022), Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, menyatakan keputusan Jenderal Andika patut dipuji. Tigor menyampaikan bahwa tindakan yang irasional dan di luar perikemanusiaan apabila mereka tetap menanggung "dosa turunan" dan diperlakukan tidak setara sebagai warganegara.
Itulah yang pro pada pernyataan sang jenderal, sementara Petinggi Persaudaraan Alumni (PA) 212, Slamet Maarif tidak setuju dengan kebijakan jenderal Andika. Slamet menyampaikan bahwa faktanya banyak anak keturunan yang terlihat membangkitkan ideologi dan paham PKI. Padahal PKI sudah menggoreskan tinta hitam pekat pada rakyat Indonesia, khususnya umat Muslim dulu. Senada dengan Slamet, Nonop Hanafi, aktivis 212 dari Ciamis menyatakan jangan sampai hal ini malah membuat komunisme bangkit kembali dengan gaya barunya.
Mau tak mau, suka tak suka, tak hanya pada tubuh TNI tapi seluruh jajaran pemerintahan sudah membuka diri hal ini. Tak ada larangan bagi keturunan aktivis komunis untuk masuk ke tubuh pemerintahan lagi.
Kecuali Islam
Untuk saya, tentu tak ada masalah dengan hal ini. Walau orang bilang buah tak jatuh dari pohonnya, anak cerminan orang tuanya. Asal bisa dipastikan bahwa orang itu tidak memiliki pemikiran dan perilaku komunis.
Yang membuat sakit hati justru pernyataan salah satu politisi negeri melalui akun media sosial pribadinya. " ...Daripada ngaku Cucu Nabi kelakuan melebihi PKI. "
Kenapa PKI dibandingkan dengan cucu nabi? Tentu tak akan sebanding. Mengapa pernyataannya seolah PKI lebih baik daripada cucu nabi?
Dari sini saya jadi terkenang betapa alerginya negeri ini pada Islam. Salam diganti, libur keagamaan Islam digeser, masjid ditandai, asatidz dilabeli, sampai pegawai negeri yang diasumsikan berpaham islam yang katanya radikal, didepak dari jabatannya.
Ibarat alergi, islam dipandang sebuah kejahatan jika didekati. Pahamnya, aktivisnya dikriminalisasi. Semua yang berbau islam harus diwaspadai. Seolah seluruh bencana negeri ini bersumber dari islamisasi.
Padahal, kalau mau jujur, apakah islam yang menyebabkan krisis ekonomi saat ini? Apakah islam radikal yang membuat pandemi tidak kunjung ditangani dengan benar? Apakah aktivis islam yang tega mengkorupsi uang rakyat sendiri? Bukan, kan? Lantas kenapa islam lagi yang dijadikan penjahatnya. Sungguh ironis sekali, tinggal di negeri mayoritas muslim tapi sangat keras dan benci pada agama sendiri.
Sekular Menjauhkan Islam
Inilah potret sekularisme, diakui atau tidak, inilah yang diterapkan di negeri ini. Pemisahan agama dari seluruh sendi kehidupan diri. Agama hanya boleh di bahas di forum keagamaan, di masjid, selain itu tabu untuk dibawa pergi. Tak boleh agama membahas politik, dengan alasan agama itu suci sementara politik itu kotor, syarat akan kecurangan.
Tak bisa agama dibawa saat membahas sosial. Terlalu kolot dan kaku katanya. Seolah agama islam tak bisa dan tak punya aturan tentangnya. Tak boleh juga agama dibawa ke ranah hukum, niaga, budaya, dengan alasan beda masa dan rasa. Seolah Islam diturunkan hanya untuk Rasul saja.
Begitu banyak alasan untuk menjauhkan islam dari pemeluknya. Ketinggalan jaman, bukan masanya, tidak cocok lagi, dan lain sebagainya dijadikan sebagai kambing hitam. Padahal, Islam Allah turunkan pada nabi Muhammad saw untuk kita, umat akhir jaman.
Ya, ada beberapa hal yang berbeda, dan itu hanya sarana saja. Dari unta jadi mobil atau pesawat. Dari bayar tunai jadi transfer. Tapi, permasalahan kehidupan kita masih sama. Semua berputar pada pemenuhan kebutuhan diri, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan juga pendidikan. Ditambah dengan pemenuhan naluri diri.
Islam Masa Kini
Islam masa kini dengan masa Rasul masih sama. Kitab kita pun sama, Rabb kita juga sama. Maka, aturan yang harusnya diterapkan pun dengan landasan yang sama. Iman dan takwa.
Terdengar klise, tapi itulah kunci yang harus diyakini. Dengan iman dan takwa seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun rakyat akan berhati-hati dalam beraktivitas. Karena sadar semua tingkah lakunya akan dihisab di akhirat nanti. Dengan iman dan takwa pula, semua hal akan disandarkan kembali pada ketetapan Rabbul izzati. Bukan kata saya, kata orang, atau azas manfaat.
Sebagai bukti sayangnya Allah pada kita, Ia turunkan Alquran beserta Rasul sebagai pedoman dan teladan. Agar kita tak tersesat menentukan arah kehidupan. Dan ini sudah pernah diterapkan berabad-abad lamanya. Sejak Rasul di Madinah hingga Daulah Usmaniyah yang hancur lewat tangan Mustafa Kamal Attaturk.
Dulu, tak ada yang berani mengkriminalisasi islam, menghina Rasul atau keturunannya. Semuanya menghormati agama Islam juga Rasul dan keturunannya, pun ajarannya. Banyak catatan sejarah yang mengisahkan akhir tragis bagi pencela Rasul. Ada banyak pula hadist yang menyatakan keharaman mencela ahlul bait, salah satunya. "Sesungguhnya Allah melarang masuk surga terhadap orang yang menganiaya ahlu baitku , atau orang yang memerangi mereka, atau orang yang membantu orang yang memerangi mereka, atau orang yang memaki-maki mereka." (HR. Imam Ahmad)
Allah pun berfirman dalam qur'an surat Al Ahzab ayat 56 yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan."
Khatimah
Inilah potret negeri yang katanya mayoritas islam tapi alergi pada islam itu sendiri, sementara ia terbuka pada paham lainnya. Padahal, islam adalah jati diri muslim. Islamlah yang menjadi solusi problematika kehidupan. Masihkah kita diam islam selalu dikriminalisasi?
Wallahua'lam bish shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.