Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Sebagai Muslim Kita Dilarang Keras Melecehkan Alquran

Agama | Wednesday, 16 Mar 2022, 19:55 WIB

Bukanlah sesuatu yang baru, dari masa ke masa selalu saja bermunculan orang-orang yang menghina dan merendahkan Islam. Pelakunya terkadang berasal dari kalangan orang yang mengaku muslim, terkadang juga berasal dari kalangan non muslim. Objek penghinaannya biasanya seputrar Alquran dan kenabian Nabi Muhammad saw.

Dikatakan bukan hal yang baru sebab pada masa Rasulullah saw masih hidup pun penghinaan terhadap kenabian Nabi Muhammad saw dan penghinaan terhadap Alquran sudah ada. Rasulullah saw pun selalu mewanti-wanti sampai akhir zaman akan terus bermunculan orang-orang yang membenci Islam.

Musailamah al Kadzdzab merupakan salah seorang tokoh kafir di Makkah yang mengaku menjadi seorang nabi dan membuat Alquran palsu. Ia dengan terang-terangan mengaku sebagai nabi dan memiliki kitab tandingan Alquran. Pengakuan menjadi nabi dan membuat Alquran palsu merupakan penghinaan terhadap Islam.

Pada masa modern seperti sekarang ini semakin bermunculan orang-orang yang menghina al- Qur’an dan mengaku-ngaku nabi. Terlebih-lebih setelah merebaknya berbagai media sosial. Banyak alasan yang melatarinya, ada yang karena ingin viral di media sosial; ada yang memang karena kebodohannya tidak mengetahui hukum; ada pula yang karena pelampiasan emosi sesaat; dan ada pula yang benar-benar karena kebenciannya terhadap Islam dan umatnya.

Jika semuanya terliput media, di setiap tempat dan masa pasti ada saja orang yang menghina dan merendahkan Alquran. Hal ini harus menjadi tantangan bagi kita, umat Islam untuk dapat membuktikan kemuliaan dan kebenaran Alquran.

Kasus terbaru penghinaan terhadap Alquran dilakukan pendeta Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses yang menyebut ada 300 ayat Alquran yang perlu dihapus karena memicu tindakan intoleran. Ia pun menuduh pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan teroris. Pernyataan yang membuat heboh tersebut ditanggapi Menko Polhukam, Mahfud MD yang mendorong pihak kepolisian agar menyelidiki kasus sang pendeta tersebut (Republika.co.id, Rabu 16 Mar 2022 18:50 WIB)

Sehari sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis menyebut, pelaku harus diperiksa baik oleh dokter maupun penegak hukum. “Perlu diperiksa zahir batinnya, baik oleh dokter jiwa dan aparat penegak hukum agar toleransi terus terjaga di Indonesia,” (Republika.co.id, Selasa 15 Mar 2022 00:16 WIB)

Pada satu sisi, apapun alasannya kita berhak marah kepada orang-orang yang menghina kitab suci kita. Penganut agama apapun akan marah apabila simbol-simbol kesucian agamanya direndahkan martabatnya. Namun pada sisi lainnya penghinaan yang dilakukan sang pendeta harus dijadikan pula sebagai bahan renungan bagi kita, jangan-jangan orang lain berani menghina Alquran atau atribut kemuliaan Islam lainnya karena kita sendiri tak menghormati terhadap atribut-atribut kemuliaan Islam tersebut.

Terhadap Alquran misalnya, kita sudah meyakininya sebagai kitab suci yang mulia dan pedoman hidup. Namun mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing sudah sejauh mana kita menghormati dan memuliakannya? Apakah kehidupan kita sudah sesuai dengan nilai-nilai yang digariskan Alquran, setidaknya sudahkah kita berupaya menyesuaikan kehidupan kita dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya?

Benar kita sudah menghormati Alquran secara fisik. Seorang muslim yang taat tak mungkin akan menyimpan Alquran di tempat yang tidak layak. Jangankan menghinakannya, sekedar menyimpan suatu barang di atasnya saja tak akan berani melakukannya. Namun demikian, menghormati dan memuliakan Alquran tidak boleh berhenti sampai disana. Salah satu bagian dari memuliakan Alquran adalah membaca dan mengkaji kandungannya.

Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, kapan terakhir kali mengkhatamkan membaca Alquran? Berapa ayat atau berapa juz dalam sehari kita membacanya?

Jika kita masih jarang membacanya, bahkan mungkin hanya membaca pada bulan Ramadan saja, jangan-jangan kita pun sedang merendahkan kemuliaan Alquran. Kita jarang menyentuh untuk membacanya.

Kemudian mari kita merenungkan sikap dan perlakuan kita terhadap fisik Alquran, jika Alquran di rumah kita penuh debu bisa jadi Alquran tersebut jarang dibaca atau merupakan pertanda kita sudah kurang peduli dengan kemuliaannya. Jika di rumah kita, di mushala, atau masjid terdapat Alquran yang jilidnya sudah sobek atau rusak, adakah di hati kita keinginan untuk memperbaikinya atau kita tak memperdulikannya?

Beranjak ke masalah berikutnya. Apakah ucapan dan perilaku kita sering kita cocokan dengan tuntunan Alquran? Atau kita menempatkan Alquran pada sisi yang berseberangan dengan ucapan dan perilaku keseharian kita?

Perlu kita yakini, umat Islam pada masa Rasulullah saw memiliki wibawa karena kehidupannya benar-benar berpedoman Alquran. Nilai-nilai kehidupan yang mereka jalani tak berseberangan dengan Alquran. Mereka menafsirkan Alquran dengan perilaku dalam berbagai lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, bahkan politik. Lalu bagaimana dengan kita?

Harus diakui, ucapan dan perilaku kita masih sering berseberangan dengan Alquran. Kecintaan terhadap Alquran baru sebatas simbol kesalehan dengan menjadikan sebagian ayat Alquran sebagai ringtone dalam handphone, belum dijadikan “ringtone” dalam kehidupan keseharian. Seandainya Alquran benar-benar sudah dijadikan “ringtone” dalam kehidupan, nilai-nilai kehidupan kita akan lebih banyak menyesuaikan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Alquran.

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan kitab ini (Alquran) dan Dia akan menghinakan beberapa kaum lainnya dengan kitab Alquran” (H. R. Muslim).

Allah akan mengangkat derajat kemuliaan orang-orang yang membaca, mengkaji, dan mengimplementasikan nilai-nilainya dalam kehidupan. Allah pun akan menghinakan mereka yang merendahkan dan mencampakkan Alquran dalam kehidupannya.

Sampai kapanpun akan tetap ada orang atau kelompok orang yang berupaya mencampakkan, merendahkan, dan menghina Alquran. Namun, jangan khawatir sampai kapan pun akan tetap ada orang atau sekelompok orang yang akan membela kebenaran dan kemuliaannya.

“Akan tetap ada dari umatku sekelompok orang yang selalu berusaha menegakkan kebenaran. Tidak akan membinasakannya perbuatan orang-orang yang mencela dan menyia-nyiakannya sampai Allah mendatangkan kepada mereka ketetapan-Nya, sedangkan mereka tetap dalam kondisi seperti itu (membela kebenaran)” (H. R. Muslim).

Sekemampuan yang kita miliki, kita harus menjadi bagian dari orang-orang yang membela dan memuliakan Alquran yakni dengan mempelajari, membaca, mengkaji, dan mengimplementasikannya dalam kehidupan. Allah akan memuliakan orang-orang yang membela

Alquran, dan Allah akan membinasakan orang-orang yang menghina dan merendahkannya.

Sebagai akhir dari tulisan singkat ini penulis kutipkan kata-kata Ibnu Umar, seorang sahabat Rasulullah saw. “Saya telah merasakan hidup cukup panjang. Selama itu, saya melihat ada orang yang dianugerahi keimanan sebelum turunnya Alquran secara lengkap. Selanjutnya, dari hari ke hari, ia mengikuti turunnya Alquran kepada Nabi Muhammad saw sehingga secara langsung ia mengetahui apa yang halal dan haram berdasarkan Alquran itu sebagaimana kalian mempelajari Alquran pada saat ini.”

Selanjutnya Ibnu Umar mengatakan, “Pada masa-masa berikutnya, saya melihat orang yang menyaksikan Alquran setelah semua ayatnya lengkap diturunkan sebelum ia dianugerahi keimanan. Ia membaca Alquran dari surat al-Fatihah hingga akhir surat Alquran, namun ia tidak dapat menangkap pemahaman tentang apa yang diperintahkan dan dilarang Alquran serta apa yang harus dijauhi. Ia hanya pandai membacanya laksanakan melantunkan syair.”

Semoga kita menjadi bagian dari orang yang istikamah dalam membela kebenaran termasuk dalam memuliakan Alquran. Kita harus berjuang keras menyesuaikan kehidupan kita dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran seraya di hati kita tertanam kuat keyakinan bahwa Alquran merupakan pedoman kehidupan.

“Jika ada seribu orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada seratus orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada sepuluh pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada satu orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya” (Umar bin Khattab r.a).

Ilustrasi : Alquran (sumber gambar : Republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image