Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dian Prahesti

Guru Masa Kini; Pembelajar Seumur Hidup yang Bekerja dengan Nurani

Guru Menulis | Wednesday, 16 Mar 2022, 09:55 WIB

Apa yang pertama kali terbayang di benak kita begitu melihat deretan anak-anak dengan berbagai ketunaan gigih menempuh pendidikan? Terharu? Atau malah akan melihat mereka dengan pandangan merendahkan?

Ya, saya adalah seorang guru di sebuah sekolah luar biasa yang terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebuah profesi yang tentu tidak akan selalu dilihat dengan pandangan kagum. Terlebih dasar pendidikan saya yang memang bukan Pendidikan Luar Biasa, terkadang membuat beberapa pertanyaan datang.

Tak masalah saat saya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan bernada keheranan itu. Toh, pilihan saya untuk mendidikasikan diri bagi anak-anak berkebutuhan khusus memang datang dari hati. Saya percaya, segala sesuatu yang dilakukan dengan tulus, akan sampai ke hati juga.

Sedikit berbeda dengan sekolah lainnya, gong dari pendidikan yang ditempuh oleh anak-anak disabilitas itu adalah kemandirian. Meski begitu, tak menutup kemungkinan bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan setinggi mungkin. Sama seperti anak-anak lainnya, siswa saya pun memiliki impian.

Sebagai guru, sudah menjadi kewajiban untuk membantu mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Tentu sesekali kami bercengkarama, hingga tercetus apa yang menjadi keinginan mereka. Senang sekali rasanya mendengar mimpi-mimpi mereka. Tanda adanya semangat hidup yang membara.

Semangat hidup, dua kata yang terdengar sederhana tapi begitu berharga. Ditempa dengan keterbatasan fungsi tubuh tentu tak mudah. Wajar bila perasaan pesimis makin sering menghampiri. Meski begitu, anak-anak disabilitas harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengejar cita-citanya.

Seorang guru tetap harus mendorong murid-muridnya untuk bisa meraih mimpinya. Tugas itu pun tetap melekat pada guru sekolah luar biasa. Tentu tak mudah, apalagi dalam situasi masa kini.

Keberadaan gadget bagaikan pisau bermata dua. Pada satu sisi bisa semakin mengefektifkan pembelajaran, namun di lain sisi bisa berperan sebagai candu yang akan mendistrasksi tujuan pendidikan. Bagaikan makan buah simalakama.

Hal ini tentu membuat guru dituntut jeli, untuk meramu pembelajaran yang efektif namun tetap menarik. Terlebih saat situasi pandemi ini, terkadang kita harus melakukan pembelajaran jarak jauh, sebuah kondisi yang membuat guru dan siswa harus lebih intents bersentuhan dengan gadget demi tercapainya tujuan.

Situasi yang sama juga berlaku untuk anak-anak sekolah luar biasa. Dengan atau tanpa bantuan orang tua, keberadaan gadget diperlukan untuk menjambatani pembelajaran. Bahkan terkadang, saat pembelajaran tatap muka, ada beberapa siswa yang merasa lebih nyaman menggunakan gadget untuk mengakses materi maupun mengerjakan tugas.

Hal ini biasanya dilakukan oleh anak-anak disabilitas masih bisa mengakses gadget seperti telepon genggang atau komputer jinjing. Hal ini menunjukkan kalau penggunaan gadget bisa semakin mendukung kegiatan pembelajaran, pun pada anak-anak berkebutuhan khusus.

Tentu diperlukan komitmen guru dan orangtua untuk tetap jeli dalam mengawasi penggunaan gadget agar tetap dalam koridor. Terlebih dewasa ini kian marak aplikasi-aplikasi pertemanan yang dalam penggunaannya membutuhkan kehati-hatian, agar anak-anak yang baru beranjak remaja tidak terkena imbas negatifnya.

Menjadi guru masa kini memang dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman, namun tetap cermat dalam penggunaannya. Tentu pengaplikasian gadget dalam pembelajaran bisa menghasilkan pengaruh baik sepanjang penggunaan sesuai dengan koridor yang telah disepakati. Oleh karena itu, guru dituntut untuk tetap melek perkembangan teknologi.

Terlebih dewasa ini, penggunaan gadget dalam berbagai sektor kehidupan mutlak diperlukan. Entah itu pada pekerjaan atau usaha yang akan mereka geluti, maupun pendidikan selanjutnya yang akan ditempuh. Oleh karena itu sikap Life Long Learner (pembelajaran seumur hidup) mutlak diperlukan, Guru sebaiknya tetap mengikuti trend pendidikan dan perkembangan teknologi

Dengan menjadi Life Long Learner, guru dapat meracik pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa-siswanya. Sehingga anak-anak berkebutuhan khusus tersebut bisa memaksimalkan potensinya agar bisa mandiri dan meraih cita-citanya. Bukankan itu yang menjadi keinginan orang tuanya?

Tidak mudah memang. Setiap guru memiliki tantangannya masing-masing. Pun hal ini berlaku bagi guru sekolah luar biasa. Karakter anak-anak disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual mental, maupun sensorik membuat guru dituntut jeli untuk memahami kebutuhan dan potensi siswanya tanpa kenal lelah.

Simpati dan empati menjadi dua hal yang harus terus diasah guru untuk terus membersamai anak-anak berkebutuhan khusus. Bukan sekedar membersamai, namun usaha untuk bekerja dengan hati. Dengan begitu, setiap semangat yang disampaikan, akan menyalakan api perjuangan dalam dada anak-anak berkebutuhan khusus.

Bagi orang tua anak-anak disabilitas itu, setiap mereka berangkat ke sekolah adalah harapan besar untuk membuat anak mereka menjadi lebih baik. Untuk menjadi insan yang lebih baik dalam hal bersosialisasi, kemandirian, maupun pendidikan. Mari bergerak untuk pendidikan yang lebih baik. Guru masa kini; pembelajar seumur hidup yang bekerja dengan nurani.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image