Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Akibat Generasi Muda Berkarakter Joker

Politik | 2025-12-27 08:00:07

Oleh Dra. Rahma

Praktisi Pendidikan

Kita pasti tau tentang Joker, kan? Musuh bebuyutan Batman yang ketawanya serem tapi sedih, yang hidupnya penuh luka, dan pada akhirnya meledak jadi monster karena dunia terlalu sering menyakitinya. Banyak remaja relate sama dia bukan karena jahatnya, tapi karena vibes nya yang sering menjadi pembenaran. "Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti".

Dan tanpa sadar, vibe Joker ini makin terasa di sekitar kita. Banyak remaja yang seolah membenarkan aksi kriminalnya dengan dalih balas dendam. Aksinya terpicu oleh luka batin pelaku yang sering tersakiti entah menjadi korban bullying, direndahkan, atau melihat orang yang disayanginya disakiti.

Pertanyaannya: Kenapa makin banyak remaja yang lututnya kuat buat berdiri, tapi jiwanya rapuh banget buat bertahan melawan amarah yang membuncah?

Kita hidup di era sekolah yang super ambisius: ranking, kompetisi, prestasi, dan segudang target yang bikin kepala pening. Kita diajarin matematika, kimia, coding, debat, leadership, bahkan public speaking tapi ada satu hal yang jarang disentuh: Bagaimana mengelola rasa dendam, marah, dan mental breakdown?

Akhirnya, kita tumbuh sebagai generasi yang canggih secara teknologi, tapi kosong secara spiritual. Pintar bikin eksperimen, tapi nggak tahu gimana ngobatin patah hati. Jago bikin proyek, tapi nggak punya kontrol diri ketika dipancing emosi. Ini celah yang akhirnya diisi oleh segala hal yang lagi tren: overthinking, self-diagnose, toxic coping, dan tokoh-tokoh gelap yang dianggap relatable.

Di sinilah "Generasi Joker" mulai terbentuk: generasi yang penuh luka tapi nggak punya tempat untuk bercerita. Hingga mereka gelap mata dan berbuat semaunya. Hanya untuk mendapatkan pengakuan dan balas dendam yang menyakitkan.

Aksi generasi Joker yang fenomenal terekam dalam catatan kelam pendidikan di negeri Paman Sam. Pendidikan sekulernya yang mencabut agama dari hidup telah banyak melahirkan remaja brutal tanpa rem.

Sandy Hook, Parkland, Oxford High School, Uval-de semuanya dilakukan anak-anak sekolah. Bahkan ada fenomena "Columbine Copycat" di mana pelaku lain terinspirasi oleh pembantaian Columbine tahun 1999.

Tawuran berdarah pelajar. Siswa yang menusuk teman sampai luka parah. Anak SMP melempar molotov ke sekolah. Semua ini bukan sekadar "anak nakal". Ini alarm keras: kita sedang menuju jalan yang sama dengan generasi Barat. Generasi Joker.

Banyak orang salah fokus. Mereka menyalahkan media sosial, gadget, game, atau lingkungan yang melahirkan generasi Joker. Padahal itu semua hanya perantara saja. Akar masalahnya justru tempat belajar mereka yang memisahkan agama dari hidup, memisahkan moral dari sains, memisahkan iman dari kecerdasan.

Pendidikan sekuler bilang agama itu cuma pelajaran tambahan, bukan fondasi hidup. Akhirnya, remaja punya ilmu, tapi nggak punya adab. Punya kebebasan, tapi nggak punya rem. Punya kreativitas, tapi nggak punya batas.

Inilah yang melahirkan "Generasi Joker": Generasi yang menjadikan balas dendam obat penawar luka batinnya. Hati-hati!

Kita bukan anak Gotham. Kita bukan villian yang hidup karena dendam. Kita bukan remaja yang tumbuh dari gelap lalu memeluk gelap. Kita punya pegangan syariah Islam yang membuat kita tetap waras dan kuat, bahkan saat dunia menghancurkan kita.

Karena kita diajari memaafkan lebih tinggi daripada membalas, menahan emosi lebih keren daripada meledak, mencari makna hidup di sisi Allah, bukan dari trending topic. Kalau pendidikan nasional terus memisahkan agama dari hidup, maka potensi "Generasi Joker" akan makin banyak. Dan itu berbahaya. Bukan hanya untuk diri mereka, tapi untuk masa depan bangsa.

Indonesia tidak kekurangan pelajar cerdas. Yang kurang adalah pelajar yang punya arah, punya kontrol diri, punya akhlak, dan punya tujuan hidup yang jelas. Tanpa syariah Islam sebagai fondasi, sekolah hanya mencetak "otak pintar dalam jiwa yang kosong". Karena hanya Islam yang mampu mencetak pelajar yang tak hanya pintar tapi juga beakhlak mulia. Bukan generasi Joker, tapi generasi al-Fatih.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image