Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dzakiyyah Haya Isnaeni

Banjir di Aceh Bukan Sekadar Soal Hujan

Info Terkini | 2025-12-20 13:17:39

Berita tentang banjir di Aceh kembali memenuhi ruang publik akhir akhir ini dan rasanya seperti mengulang cerita lama yang tidak pernah benar benar selesai. Hampir setiap musim hujan masyarakat Aceh harus berhadapan dengan situasi yang serupa air merendam rumah warga aktivitas lumpuh dan banyak keluarga terpaksa mengungsi. Pemandangan ini bukan lagi hal mengejutkan tetapi justru itulah yang paling mengkhawatirkan karena bencana yang berulang sering kali membuat kita terbiasa lalu abai.

Banjir di Aceh sering dijelaskan sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Penjelasan ini terdengar masuk akal namun tidak cukup jujur untuk menggambarkan keseluruhan persoalan. Hujan memang faktor alam yang tidak bisa dikendalikan tetapi banjir adalah hasil dari hubungan yang timpang antara manusia dan lingkungannya. Alam Aceh sebenarnya memiliki sistem alami yang kuat untuk mengatur air namun sistem itu perlahan melemah akibat berbagai aktivitas manusia.

Sumber : Pinterest

Jika melihat ke kawasan hulu perubahan lanskap sangat terasa. Hutan yang dulu berfungsi sebagai penyangga air kini banyak beralih fungsi. Pembukaan lahan dalam skala besar membuat tanah kehilangan kemampuan menyerap air. Pohon besar dengan akar kuat yang dahulu menahan air dan tanah kini tergantikan oleh vegetasi yang tidak memiliki peran ekologis yang sama. Akibatnya ketika hujan turun air langsung mengalir deras ke sungai tanpa sempat terserap.

Air yang mengalir cepat membawa lumpur dan material tanah ke bagian hilir. Sungai menjadi dangkal dan kapasitas tampungnya menurun. Dalam kondisi seperti ini hujan dengan intensitas sedang saja sudah cukup untuk membuat air meluap. Banjir pun menjadi persoalan yang seolah tidak pernah jauh dari kehidupan masyarakat Aceh terutama di wilayah dataran rendah dan sekitar aliran sungai.

Masalah ini semakin rumit ketika memasuki kawasan permukiman. Tata ruang yang kurang tertib membuat daerah resapan air tertutup bangunan. Sistem drainase sering kali tidak dirancang sesuai kebutuhan lingkungan sekitar. Sungai diperlakukan tanpa kepedulian bahkan kerap dijadikan tempat pembuangan sehingga alirannya tersumbat. Ketika air tidak menemukan jalur alaminya maka rumah warga menjadi sasaran utama.

Setiap kali banjir datang perhatian publik meningkat. Bantuan berdatangan aparat bekerja keras dan solidaritas masyarakat terlihat kuat. Namun setelah air surut perhatian itu perlahan menghilang. Evaluasi sering kali berhenti pada laporan administratif tanpa perubahan nyata di lapangan. Padahal banjir bukan persoalan sesaat melainkan akibat dari kebijakan dan perilaku yang berlangsung lama.

Banjir di Aceh seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan tidak bisa dipisahkan dari keberlanjutan lingkungan. Kemajuan ekonomi tanpa perlindungan alam hanya akan menciptakan kerentanan baru. Pemerintah memiliki peran penting dalam menegakkan aturan lingkungan dan menata ulang ruang hidup masyarakat. Di sisi lain masyarakat juga perlu terlibat menjaga alam yang menjadi penopang kehidupan mereka.

Selama banjir masih dianggap sebagai musibah tahunan yang wajar maka siklus ini akan terus berulang. Aceh tidak kekurangan peringatan tetapi sering kekurangan keberanian untuk berubah. Jika keseimbangan alam tidak segera dipulihkan maka banjir akan terus menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Pemulihan lingkungan bukan lagi pilihan tambahan melainkan kebutuhan mendesak demi masa depan Aceh yang lebih aman dan berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image