Krisis Biaya Hidup: Saat Kebijakan Ekonomi Harus Berbicara Lebih Keras daripada Janji
Bisnis | 2025-12-11 11:27:40
Indonesia sedang tidak berada pada kenyamanan keadaan ekonomi, meski angka inflasi akhir tahun ini terlihat relatif terkendali. keseharian berjalan, jutaan keluarga merasakan tekanan nyata seperti Harga bahan pokok naik, updah tak sejalan, kepercayaan public terhadap pemerintah dalam kemampuan menahan guncangan-pun menurun.salah satu fakta dilapangan seperti: kenaikan upah minimum yang tidak selalu mengimbangi tekanan hidup, dimana rata-ratanya kenaikan upah minimum provisi (UMP), untuk 2025 berkisaran pada angka 6,5% variasi antarprovinsi masih besar dan bagi para pekerja informal kenaikan itu bagai tak berdampak karena upah rill dan jam kerja berubah.
Pada akhir ini kepercayaan public pada institusi melemah, dan merata latar belakangnya adalah factor ekonomi, survei yang dilakukan oleh tempo, ekspos pada 10 November 2025, menunjukkan indicator ketidakpercayaan masyarakat, dan DPR menjadi Lembaga yang paling tidak dipercaya public, ketidakpuasan masyarakat eragam, namun jika sekilas diamati latar belakang paling mumpuni untuk mendukung statement ini, selain kebijakan dalah ekonomi.
lonjakan Harga juga menjadikan beban tersendiri bagi masyarakat kurang mampu, pada puncaknya Harga beras medium sempat menyentuh sekitar Rp. 15,950/kg level yang menyamai puncak tahun sebelumnya, meski panen dan stok menanjak, lonjakan ini bersumber dari kebijakan pembelian pemerintah dan mekanisme pasar yang membentuk keterbatasan buatan di Sebagian rantai pasok.
Beberapa data tersebut menunjukkan bentuk pola yang jelas bahwa stabilitas makro (inflasi rendah) tidak sama dengan perlindungan mikro (daya beli rumah tangga). pemerintah bisa menampilkan angka inflasi yang "aman", tetapi Ketika Harga pangan pokok dan biaya hidup harian tidak dapat diprediksi oleh keluarga berpendapatan endah, rasa "aman" tersebut hilang, situasi ini diperparah oleh kebijakan yang terkadang bersifat reaktif, stok nasional diserap/dibuka tergantung sentiment, sehingga pasar local tak kunjung pulih.
Kenaikan UMP rata-rata 6,5% adalah Langkah positif, tetapi tanpa penopang proteksi social (subsidi terarah, distribusi pangan yang transparan, subsidi transportasi/energi untuk rumah tangga miskin). peningkatan itu cepat terkikis oleh inlfasi barang dan kebutuhan pokok. sementara itu, Lembaga survei menunjukan bahwa ketidakpuasan punlik kepada kinerja pemerintah tumbuh, mengurangi ruang kebijakan untuk bertindak sebab legitimasi public menipis.
Krisis biaya hidup yang dirasakan masyarakat bukanlah emata soal angka inflasi rendah/tinggi. ini soal keamanan ekonomi sehari-hari, ketersediaan,dan keterjangkauan makanan pokok, kestabilan pendapat, serta kepercayaan bahwa pemerintah punya mekanisme cepat dan adil untuk melindungi rakyat. data BP, laporan Harga komoditas dan survei public mempertegas satu pesan, kebijakan ekonomi harus lebih pro aktif lebih terarah dan yang tak kalah penting lebih dekat dengan realitas rumah tangga. jika tidak, dikhawatirkan ketidakpuasan masyarakat kan terus tumbuh dan stabilitas social politik yang mahal akan terancam.
Penulis: Muhammad Rizal Nuruzzaman
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
