Manis yang Mengancam: Bahaya Diabetes Dini di Balik Gaya Hidup Remaja
Gaya Hidup | 2025-11-14 09:01:11
Lonjakan kasus diabetes di Indonesia kini menjadi isu kesehatan yang sangat memprihatinkan. Jika dulu penyakit ini lebih sering menimpa lansia, sekarang justru makin banyak menjangkiti generasi muda. Perubahan tren tersebut merupakan peringatan serius yang menandakan adanya transformasi besar dalam gaya hidup masyarakat, khususnya di kalangan anak muda Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukkan prevalensi diabetes meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 10,9% pada 2018. Angka ini mencerminkan lonjakan hampir 60% hanya dalam kurun waktu lima tahun, sebuah peningkatan yang sangat mengkhawatirkan. Tren ini juga dipertegas oleh pernyataan Kementerian Kesehatan RI (15/11/2023) bahwa kasus diabetes pada usia 15–24 tahun kian meningkat akibat gaya hidup yang tidak sehat. Bahkan, data International Diabetes Federation (IDF, 06/12/2021) menyebutkan Indonesia menempati peringkat kelima dunia dengan jumlah penderita diabetes terbanyak, yakni sekitar 19,5 juta orang. Posisi ini menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang memiliki tingkat obesitas tinggi, padahal Indonesia masih berstatus negara berkembang.
Saat ini, diabetes menjadi ancaman kesehatan yang semakin nyata bagi seluruh kelompok usia di Indonesia. Diabetes termasuk penyakit tidak menular yang berbahaya karena dapat menimbulkan komplikasi serius, mulai dari gangguan penglihatan, kerusakan organ, hingga risiko kematian (Kementerian Kesehatan RI, 07/04/2023). Yang lebih mengkhawatirkan, diabetes sering disebut sebagai "silent killer" karena gejalanya tidak selalu terlihat jelas pada tahap awal, sehingga banyak penderita terlambat menyadari kondisinya. Tidak sedikit anak-anak dan remaja yang sudah divonis mengidap diabetes, baik tipe 1 maupun tipe 2 (CNN Indonesia Kasus Diabetes Anak, 02/06/2022). Fenomena ini sangat memprihatinkan artinya generasi yang seharusnya berada di puncak produktivitas justru harus menghadapi beban penyakit kronis sejak dini.
Jika seseorang memiliki faktor internal berupa predisposisi genetik dan menjalani pola hidup tidak sehat sebagai faktor eksternal, maka risiko terjadinya diabetes pada usia muda menjadi sangat tinggi. Interaksi kedua faktor ini menyebabkan ketidakseimbangan metabolik yang mempercepat timbulnya diabetes pada individu muda, sehingga pencegahan perlu difokuskan pada pengelolaan gaya hidup meski faktor genetik tidak dapat diubah (Agustina & Yuwono, 29/06/2024). Faktor eksternal penyebab diabetes erat kaitannya dengan perubahan gaya hidup modern yang serba praktis seperti mengonsumsi makanan cepat saji dengan kadar gula dan lemak tinggi, kemasan minuman manis, serta camilan berkalori besar menjadi pilihan populer, terutama di kalangan mahasiswa dan remaja. Budaya "nongkrong" di kafe dengan menu minuman boba, kopi susu kekinian, dan makanan tinggi kalori menjadi tren yang tanpa disadari berkontribusi pada peningkatan risiko diabetes.
Selain pola makan, minimnya aktivitas fisik turut memperburuk keadaan. Survei Kementerian Kesehatan RI (07/04/2022) menyebutkan lebih dari 33% penduduk Indonesia jarang berolahraga, padahal aktivitas fisik teratur terbukti mampu menurunkan risiko diabetes hingga 50%. Era digital dan dominasi gadget membuat generasi muda lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar daripada bergerak aktif, sehingga kalori yang masuk tidak sebanding dengan yang dibakar. Sementara itu, faktor internal timbulnya diabetes meliputi kondisi biologis dan genetik individu, termasuk predisposisi genetik, gangguan metabolisme, serta disfungsi sistem imun yang dapat berkontribusi pada perkembangan diabetes sejak usia muda.
Data IDF (Diabetes Atlas, 01/12/2021) memperkirakan jumlah penderita di Indonesia telah melampaui 10 juta orang, dan angkanya meningkat setiap tahun. Ini berarti sekitar 1 dari setiap 27 penduduk Indonesia hidup dengan diabetes, angka yang sangat fantastis. Sayangnya, sebagian besar kasus baru diketahui ketika pasien sudah dalam kondisi cukup parah akibat rendahnya kesadaran untuk melakukan pemeriksaan sejak dini (Tempo Lonjakan Kasus Diabetes, 06/04/2023). Kenaikan jumlah penderita diabetes pada usia belia menjadi peringatan serius, sebab tidak hanya berdampak pada kesehatan saat ini, tetapi juga mengancam kualitas hidup jangka panjang. Generasi penerus bangsa yang sejak muda sudah berjuang melawan penyakit kronis tentu menghadapi beban psikologis, sosial, dan ekonomi yang berat (Liputan6 Ancaman Diabetes Usia Muda, 28/03/2023).
Secara medis, penderita diabetes dini berisiko mengalami komplikasi lebih cepat, mulai dari penyakit jantung hingga kerusakan ginjal (WHO Diabetes and Youth 14/11/2022). Komplikasi ini dapat muncul 10-15 tahun lebih awal dibandingkan penderita diabetes yang terdiagnosis di usia dewasa, sehingga mereka harus menghadapi masa hidup yang lebih panjang dengan berbagai keterbatasan. Dari sisi sosial, mereka dapat mengalami stigma serta keterbatasan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penderita diabetes muda yang merasa minder, terisolasi, atau bahkan mengalami depresi karena harus menjalani pengobatan dan pembatasan yang berbeda dari teman sebayanya. Dari sisi ekonomi, keluarga harus menanggung biaya pengobatan jangka panjang yang jumlahnya tidak kecil. Biaya insulin, obat-obatan, pemeriksaan rutin, dan penanganan komplikasi dapat mencapai jutaan rupiah per bulan, belum lagi hilangnya produktivitas kerja yang berdampak pada pendapatan keluarga. Jika tren ini terus berlanjut, semakin banyak usia produktif yang terjebak dalam kondisi kronis sehingga melemahkan kekuatan bangsa.
Oleh karena itu, ancaman diabetes perlu diantisipasi dengan langkah pencegahan nyata. Edukasi kesehatan sejak dini, pengendalian konsumsi gula, serta pembiasaan gaya hidup aktif dan seimbang merupakan kunci utama. Kampanye kesehatan perlu dilakukan secara masif dan kreatif agar menarik perhatian generasi muda, misalnya melalui media sosial, influencer kesehatan, atau program sekolah yang menyenangkan. Selain itu, sekolah dapat berperan penting melalui penyediaan kantin sehat serta kegiatan olahraga rutin. Regulasi terhadap kantin sekolah dan kampus yang mewajibkan penyediaan pilihan makanan sehat dengan harga terjangkau juga perlu dipertimbangkan.
Upaya kolektif dari orang tua, guru, tenaga medis, hingga pemerintah harus bekerja sama agar generasi muda terbebas dari risiko diabetes. Peran pemerintah dalam membuat kebijakan seperti pajak minuman manis, pembatasan iklan makanan tidak sehat, dan penyediaan fasilitas olahraga publik juga sangat krusial. Setiap individu, keluarga, institusi pendidikan, dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam mencegah krisis kesehatan ini. Tanpa langkah komprehensif, diabetes usia muda akan menjadi bom waktu yang perlahan menggerus kualitas kesehatan bangsa.
Mari kita mulai dari diri sendiri! kurangi konsumsi gula, perbanyak bergerak, dan ajak orang-orang di sekitar untuk hidup lebih sehat. Masa depan generasi penerus bangsa ada di tangan kita!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
