Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tiara Nur Badiah - Kesehatan Masyarakat UNAIR

Ledakan Tren Vape: Gaya Hidup Keren yang Diam-Diam Menggerogoti Generasi Muda

Gaya Hidup | 2025-11-27 19:02:06
Gambar rokok elektronik - Hello Sehat" />
Sumber: Gambar rokok elektronik - Hello Sehat

Asap putih itu terlihat keren di layar, tapi diam-diam menyimpan bahaya yang tidak disadari banyak orang. Di jalanan, tongkrongan, hingga media sosial, asap vape muncul di mana-mana. Lebih miris lagi, bukan hanya orang dewasa yang memakainya. Anak sekolah pun mulai ikut-ikutan, seolah vape adalah simbol keren dan gaul. Foto dan video berpose dengan vape bertebaran di berbagai platform, dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan tanpa rasa canggung.

Tren ini tidak sekadar fenomena sosial. Vape telah berkembang menjadi isu kesehatan masyarakat yang semakin memprihatinkan. Masih banyak yang beranggapan vape lebih aman dibanding rokok. Padahal WHO pada tahun 2023 menegaskan bahwa vape tetap mengandung nikotin serta bahan kimia berbahaya. Persepsi keliru ini terus menyebar karena media sosial menampilkan vape sebagai sesuatu yang normal dan tidak berbahaya.

Di banyak platform, terutama Instagram dan TikTok, konten penggunaan vape semakin mudah ditemukan. Bahkan ada yang menjual atau mempromosikannya secara terbuka. Banyak pengguna tidak menyadari bahwa cairan vape tetap mengandung nikotin yang dapat menimbulkan kecanduan. Data Kementerian Kesehatan tahun 2024 menunjukkan peningkatan penggunaan vape hingga 10 kali lipat, dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 3 persen pada 2021. Sebagian besar penggunanya adalah remaja usia 15–24 tahun. Generasi muda yang seharusnya menjadi penerus bangsa justru terpapar risiko kesehatan sejak dini.

Risiko kesehatan akibat vape sebenarnya sudah jelas. Uap yang masuk ke paru-paru dapat memicu batuk parah, iritasi, dan penurunan fungsi pernapasan. Dalam jangka panjang, vape berpotensi menyebabkan gangguan jantung dan masalah paru yang serius. Namun kesadaran masyarakat masih rendah, terlebih karena vape sangat mudah dibeli secara online tanpa batasan usia, sehingga aksesnya tidak terkendali.

Jika dilihat dari aspek perilaku, banyak remaja menggunakan vape bukan karena kebutuhan, tetapi karena tekanan sosial, ingin terlihat keren, atau sekadar penasaran. Pola ini menunjukkan bahwa larangan semata tidak akan menyelesaikan masalah. Dibutuhkan pendekatan edukatif yang dekat dengan dunia remaja, seperti kampanye kreatif di media sosial, kolaborasi dengan influencer yang peduli kesehatan, atau peran tokoh publik untuk memperkuat pesan pencegahan.

Untuk mengatasi masalah ini, berbagai pihak perlu bekerja sama. Pemerintah perlu memperketat aturan pembelian dan promosi vape, termasuk memberi batasan usia dan mewajibkan label peringatan kesehatan. Tenaga kesehatan juga perlu aktif memberikan edukasi di sekolah, kampus, serta membuat konten informasi yang dapat bersaing dengan konten yang menormalisasi vape.

Keluarga dan masyarakat juga memiliki peran penting. Orang tua perlu membicarakan bahaya vape dengan anak secara terbuka dan tidak menghakimi. Masyarakat sekitar juga dapat mengingatkan dengan sopan jika melihat penggunaan vape di tempat umum, terutama bila dilakukan oleh anak di bawah umur. Terakhir, pengguna media sosial, terutama anak muda, perlu lebih bijak dalam membuat dan menerima konten. Jangan mempromosikan kebiasaan yang berisiko hanya untuk terlihat mengikuti tren. Media sosial dapat digunakan untuk berbagi informasi yang lebih bermanfaat.

Tren vape mungkin terlihat biasa, tetapi dampaknya serius. Memilih untuk hidup sehat dan tidak mengikuti tren yang berbahaya adalah langkah penting untuk menjaga masa depan. Kesehatan adalah hal yang harus dijaga sejak sekarang, bukan setelah menghadapi dampak negatifnya.

By: Tiara Nur Badi'ah - Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image