Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dini Safitri

Manajemen Risiko Seorang Ayah: Refleksi QS Yusuf 6367

Agama | 2025-11-06 20:58:24

Dalam QS Yusuf ayat 63–67, kita menyaksikan momen penting dalam dinamika keluarga Nabi Ya’qub. Setelah kehilangan Nabi Yusuf, anak-anaknya kembali dengan permintaan baru untuk membawa adiknya Bunyamin ke Mesir agar mereka bisa memperoleh jatah gandum. Namun, respons Nabi Ya’qub bukan sekadar emosional. Ia menunjukkan kombinasi antara kehati-hatian, strategi, dan tawakal yang mendalam kepada Allah.

Nabi Ya’qub tidak langsung menyetujui. Ia mengingat pengalaman pahit sebelumnya saat mempercayakan Yusuf kepada mereka. Nabi Ya'qub belajar bahwa pengalaman adalah guru terbaik, dan orang tua perlu belajar dari masa lalu untuk melindungi masa depan. Ia pun meminta janji kepada anak-anaknya, dengan nama Allah sebagai bentuk komitmen moral. Janji ini bukan sekadar formalitas, tetapi pendidikan nilai, bahwa tanggung jawab harus disertai kesadaran spiritual.

Nabi Ya'qub mengingat luka masa lalu saat kehilangan Yusuf, dan memilih untuk mengelola risiko secara strategis dan spiritual. Ya’qub tidak menolak karena trauma, tapi karena pengalaman. Maka, ia meminta komitmen spiritual, sebuah janji dengan nama Allah.

Proteksi Tanpa Paranoia

Dalam ayat 67, Nabi Ya’qub memberikan instruksi agar anak-anaknya masuk dari pintu-pintu yang berbeda. Ini adalah strategi proteksi, bukan paranoia. Ia tahu bahwa rombongan besar dari satu keluarga bisa menarik perhatian atau menimbulkan fitnah. Maka, ia mengajarkan bahwa ikhtiar harus dilakukan secara cerdas, tanpa mengabaikan takdir. Walaupun demikian, Nabi Ya'qub juga menegaskan bahwa semua keputusan tetap milik Allah. Di sinilah letak keseimbangan antara usaha dan tawakal.

Dialog antara Ya’qub dan anak-anaknya menunjukkan pentingnya komunikasi terbuka dalam keluarga. Anak-anak menyampaikan kebutuhan mereka, dan Ya’qub merespons dengan logika, pengalaman, dan spiritualitas. Tidak ada amarah berlebihan, tidak ada penolakan impulsif. Nabi Ya’qub tidak memarahi anak-anaknya, tapi ia memilih berdialog. Ia mendengarkan, menimbang, dan memberi syarat.

Ayah yang bijak adalah yang bisa mengatur emosi dan ekspektasi, bukan hanya memberi izin atau larangan. Kisah ini mengandung contoh pendidikan emosi yang matang. Orang tua perlu belajar bahwa mendidik bukan hanya memberi izin atau larangan, tetapi membangun kesadaran, tanggung jawab, dan nilai-nilai dalam setiap keputusan. Ini adalah contoh kepemimpinan emosional yang dapat mengelola rasa khawatir tanpa melumpuhkan kepercayaan.

Ayat terakhir dalam rangkaian ini menutup dengan pernyataan Nabi Ya’qub: "Keputusan itu hanyalah milik Allah. Kepada-Nya aku bertawakal, dan kepada-Nya pula hendaknya orang-orang yang bertawakal berserah diri." Pernyataan ini bukan tawakal pasif. Nabi Ya’qub telah berikhtiar, ia meminta janji, memberi strategi, namun tetap berserah. Tawakal yang aktif adalah puncak dari pendidikan iman dalam keluarga. Setelah semua ikhtiar dilakukan, Nabi Ya’qub tetap berserah kepada Allah. Tawakal di sini bukan pasrah, tapi penyerahan setelah usaha maksimal. Hal ini mengajarkan bahwa manajemen risiko bukan pengganti takdir, tapi bagian dari ibadah.

QS Yusuf 63–67 mengajarkan bahwa pengasuhan bukan hanya soal cinta, tetapi juga strategi, komunikasi, dan spiritualitas. Di tengah tantangan zaman, ayat-ayat ini menjadi panduan abadi untuk membangun keluarga yang kuat, cerdas, dan bertawakal. Manajemen risiko dalam keluarga adalah bagian dari kepemimpinan ayah. Ia melibatkan pengalaman, strategi, komunikasi, dan tawakal. Ayah bukan hanya pelindung fisik, tapi juga penjaga moral, pembaca situasi, dan pendidik nilai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image