Film Pengin Hijrah : Saat Masalah Menjadi Jalan Pulang
Agama | 2025-11-01 05:51:45
Ketika Hidup Membuat Kita Lupa Diri Sendiri
Dalam hiruk-pikuk kehidupan saat ini, sebagian besar orang pernah atau mungkin sedang merasa terjebak dalam lingkaran yang sama: kerja, tanggung jawab, dan uang. Seolah semua keputusan harus berujung pada hitungan materi. Ingin membantu keluarga, melanjutkan kuliah, hingga sekadar terlihat sukses, semuanya butuh uang. Bahkan tidak jarang berkutat pada seluruh rangkaian aktivitas yang repetitif tidak bermakna.
Namun, di satu titik, kita mulai sadar bahwa uang tidak selalu mampu menyelesaikan segalanya. Film “Pengin Hijrah”, yang tayang di bioskop sejak 30 Oktober 2025, mencoba mengingatkan kembali tentang hal itu, tentang sisi lain dari ambisi dan perjuangan hidup yang sering membuat kita lupa pada hati sendiri.
Ketika Segalanya Terlihat Tentang Uang
Film ini mengisahkan Alina (Steffi Zamora), seorang perempuan berprestasi yang menjadi tulang punggung keluarga. Ayah tirinya hidup dalam kemalasan, mabuk, dan judi, meninggalkan beban utang yang harus ditanggung Alina. Demi menutup kebutuhan keluarga, Alina bekerja sebagai selebgram dan menerima berbagai kontrak iklan kecantikan.
Namun, perjuangan itu tidak berjalan mulus. Pacarnya yang juga manajer Alina ini kerap mendorongnya untuk tampil terbuka demi menarik kontrak besar. Demi uang, Alina menuruti. Tetapi hidup ternyata tak semudah itu. Ia kehilangan beasiswanya karena foto-fotonya yang tampil terbuka tersebut di posting oleh pacarnya di akun media sosial miliknya. Ia kemudian menjadi sasaran hujatan netizen, dan perlahan kehilangan kepercayaan diri.
Di titik terendah itulah ia bertemu Aisyah, teman kampus yang menawarkan pekerjaan sebagai duta busana muslimah. Dari pertemuan itu, Alina menemukan arah baru. Ia belajar bahwa mencari rezeki tidak harus mengorbankan harga diri. Dari Aisyah pula, Alina memahami bahwa uang memang penting, tapi tidak lebih penting daripada ketenangan dan kehormatan diri.
Perubahan Tak Bisa Dipaksa
Dalam film tersebut pun menceritakan kisah persahabatan Alina dengan Ulfa. Dimana Ulfa ini merupakan sosok perempuan salehah yang rajin ibadah dan berhijab. Ulfa sering mengingatkan Alina untuk berubah, untuk mulai mendekat pada Allah. Namun, Alina menolak. Ia merasa terlalu “kotor”, merasa masjid bukan tempatnya.
“Mungkin ini tempatmu fa, tapi ini bukan tempatku” Ungkap Alina.
Perubahan memang tak bisa dipaksa. Ia membutuhkan waktu, proses, dan keikhlasan. Karena jika hanya sekadar ikut-ikutan atau karena tekanan orang lain, perubahan itu tidak akan bertahan lama.
Setelah berbagai cobaan datang, Alina akhirnya tersentuh oleh satu hadis riwayat Imam Bukhari tentang makna hijrah. Dari situ, ia memahami bahwa hijrah sejati bukan untuk dilihat orang, tetapi untuk Allah SWT. Perlahan, ia mulai memperbaiki diri: shalat, menutup aurat, dan memperbaiki niat. Bukan karena tuntutan, tapi karena kesadaran.
Makna Hidup yang Sering Kita Lupakan
Lebih dari sekadar kisah tentang hijab atau ibadah, “Pengin Hijrah” menyentuh tema yang lebih dalam: pencarian makna hidup. Bagaimana seseorang bisa tetap bertahan di tengah tekanan, dan betapa pentingnya lingkungan serta dukungan yang baik dalam proses perubahan.
Kita sering terlalu sibuk mengejar pengakuan dan validasi orang lain, hingga lupa memeluk diri sendiri. Padahal, hidup bukan soal siapa yang paling kaya atau paling terkenal, melainkan siapa yang paling damai hatinya.
Karena Hidup Tak Cuma Tentang Uang
Film Pengin Hijrah memberi pelajaran sederhana namun mendalam: uang bisa membuat kita bertahan, tapi tidak menjamin kebahagiaan. Ketenangan hati, rasa cukup, dan kedekatan dengan Tuhan adalah harta yang sesungguhnya.
Perubahan menuju kebaikan tidak bisa dipaksa oleh siapa pun, ia lahir dari dorongan hati yang sadar. Sering kali, justru melalui masalah hidup, seseorang menemukan jalan pulang kepada Tuhannya.
Sebelum kita lelah mengejar segalanya, mungkin ada baiknya berhenti sejenak dan bertanya: apa sebenarnya yang kita cari? Jangan-jangan, selama ini yang kita butuhkan bukan tambahan uang, melainkan hati yang tenang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
