Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image FREDERICA ZABRINA HERMOSA

Pertarungan di Balik Cheat Day: Ketika Hormon Menggugat Logika Otak

Gaya Hidup | 2025-10-25 20:18:06

Fenomena diet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern, sering kali ditandai dengan perjuangan melawan godaan dan hasrat. Di tengah upaya menahan diri, muncul sebuah ritual yang populer dan kadang dianggap perlu: cheat day, atau hari "curang" di mana batasan diet dilonggarkan. Meskipun terasa seperti keputusan sederhana untuk memanjakan diri, keputusan untuk "curang" ini sebenarnya adalah arena pertempuran kompleks yang terjadi jauh di dalam diri kita, yaitu di antara sinyal kimiawi tubuh dan kemampuan otak untuk mengendalikan diri.

Esai ini bertujuan untuk menganalisis keputusan cheat day bukan dari perspektif kemauan moral, melainkan dari lensa biopsikologi. Hipotesisnya, yang juga menjadi tesis utama adalah bahwa keputusan untuk mengambil cheat day atau yang kerap dimaknai menyerah pada godaan adalah hasil dari konflik biologis yang intens antara sinyal dorongan hormonal di Hipotalamus dan kemampuan fungsi eksekutif yang semakin melemah di Prefrontal Cortex (PFC).

Dasar dari perjuangan diet terletak pada regulasi dua hormon utama yang mengontrol nafsu makan yaitu Leptin dan Grelin. Leptin, yang diproduksi oleh sel lemak, berfungsi sebagai sinyal kenyang jangka panjang. Ia memberi tahu otak bahwa energi telah tersimpan cukup, sehingga harus mengurangi nafsu makan. Sebaliknya, Grelin, yang diproduksi di lambung, adalah "hormon lapar" yang merangsang Hipotalamus untuk meningkatkan nafsu makan saat perut kosong.

Saat seseorang melakukan diet ketat atau defisit kalori berkepanjangan, tubuh meresponsnya sebagai kondisi darurat. Tingkat Leptin akan turun drastis atau biasa diartikan sebagai sinyal biologis yang menunjukkan cadangan energi menipis. Sementara tingkat Grelin akan melonjak. Ketidakseimbangan ini menciptakan dorongan lapar yang kuat dan terus-menerus. Dengan demikian, cheat day sering kali bukan sekadar keinginan semata, melainkan respons alami tubuh yang dirancang untuk memastikan kelangsungan hidup dengan memaksa kita mencari asupan kalori. Sinyal dari Leptin dan Grelin diterima dan diproses oleh Hipotalamus, yang berfungsi sebagai pusat regulasi homeostasis tubuh. Ketika Hipotalamus dibombardir oleh Grelin tinggi dan Leptin rendah, ia mengaktifkan jalur saraf yang mendorong perilaku mencari makan.

Lebih lanjut, makanan yang sering menjadi target cheat day yaitu makanan yang tinggi gula, lemak, dan garam, memiliki kemampuan luar biasa untuk mengaktifkan sistem reward dopaminergik di otak, khususnya di area seperti Nucleus Accumbens. Makanan ini memicu pelepasan Dopamin dalam jumlah besar, menghasilkan sensasi kesenangan yang intens. Aktivasi reward ini jauh lebih kuat dibandingkan makanan biasa, menciptakan jalur motivasi yang sangat sulit diabaikan dan memperkuat dorongan untuk mengulang perilaku "curang" tersebut. Dorongan biologis ini menjadi pondasi naluriah untuk menyerah.

Di sisi lain Hipotalamus, berdiri Prefrontal Cortex (PFC), yang berada di bagian depan otak. Prefrontal Cortex adalah komandan yang bertanggung jawab atas Fungsi Eksekutif yaitu perencanaan, pengambilan keputusan rasional, dan, yang paling penting, penghambatan perilaku (pengendalian diri). Tugas Prefrontal Cortex adalah menahan dorongan instingtif dari Hipotalamus demi tujuan jangka panjang, misalnya, mencapai berat badan ideal.

Namun, kemampuan Prefrontal Cortex untuk mengendalikan diri tidak tak terbatas. Konsep Ego Depletion dalam psikologi menunjukkan bahwa pengendalian diri adalah sumber daya yang terbatas dan dapat "lelah" jika digunakan secara terus-menerus. Selama masa diet ketat, Prefrontal Cortex harus bekerja keras setiap hari untuk melawan sinyal lapar hormonal dan dorongan reward dopamin. Kelelahan mental ini, ditambah dengan kurangnya nutrisi yang memadai, dapat mengurangi sumber daya kognitif Prefrontal Cortex.

Pada akhirnya, keputusan untuk cheat day sering terjadi pada momen ketika sumber daya Prefrontal Cortex telah habis. Dorongan biologis (Grelin dan Dopamin) yang kuat akhirnya mengalahkan kontrol rasional Prefrontal Cortex yang sudah kelelahan. Ini bukanlah kegagalan moral, melainkan kegagalan manajemen sumber daya kognitif yang didasari oleh ketidakseimbangan kimiawi.

Keputusan cheat day membongkar ilusi bahwa pengendalian diri hanyalah masalah kemauan keras. Sebaliknya, hal ini adalah manifestasi biologis dari konflik antara Hipotalamus yang didominasi sinyal lapar dan Korteks Prefrontal yang kelelahan. Memahami pertarungan bahwa tubuh secara aktif memberontak terhadap defisit kalori, memberikan implikasi praktis yang penting.

Untuk diet yang lebih berkelanjutan, kita perlu mengurangi beban yang ditanggung Prefrontal Cortex. Strategi diet yang sehat seharusnya berfokus pada keseimbangan hormonal, seperti menghindari pembatasan yang terlalu ekstrem dan memilih makanan yang memberikan rasa kenyang yang lama untuk menjaga stabilitas Leptin. Dengan demikian, kita tidak hanya mengandalkan "kekuatan pikiran" tetapi juga bekerja selaras dengan mekanisme biologis kita sendiri, mengubah cheat day yang kompulsif menjadi pilihan yang terkelola.

Referensi

Guyenet, S. J. (2019). The Hungry Brain: Outsmarting the Instincts That Make Us Overeat. Flatiron Books.

Sapolsky, R. M. (2017). Behave: The Biology of Humans at Our Best and Worst. Penguin Press.

Volkow, N. D., Wang, G. J., Fowler, J. S., & Telang, F. (2009). Overlapping neuronal circuits in addiction and obesity: evidence of common etiology. Biological Psychiatry, 66(2), 105-110.

Hofmann, W., Vohs, K. D., & Baumeister, R. F. (2012). What one wants, what one does, and what one should do: Types of desire and self-control. Journal of Personality and Social Psychology, 102(4), 849–863.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image