Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah: Guru atau Murid yang Salah?
Eduaksi | 2025-10-17 07:30:20Kejahatan bisa terjadi dimana saja, salah satunya di lingkungan sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk menuntut ilmu justru menjadi ladang bagi para pelaku kejahatan berkedok profesi.
Salah satu kejahatan yang sering terjadi di lingkungan sekolah yaitu pelecehan seksual oleh guru. Tidak semua guru di sekolah memiliki sikap demikian, namun hanya 1 dari 10 guru yang melakukan tindakan menyimpang tersebut.
Berdasarkan keterangan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi "pertanggal 1 Januari sampai 14 juni 2025 ada 11.800 kasus terkait kekerasan seksual, kemudian pada tanggal 7 Juli ada lonjakan laporan kasus sebanyak 2000 kasus" kata Arifah usai Rapat Tingkat Menteri Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Jakarta, kamis (10/07/2025).
Data di atas menjadi ciri jika kemanan dan kenyamanan bagi perempuan sedang terancam, dari banyaknya angka kasus kekerasan seksual tersebut berasal dari laporan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah, seperti seorang guru di Makassar yang diduga rudapaksa muridnya per bulan Februari dan Juli 2025.
Lantas apakah peristiwa kekerasan seksual di lingkungan sekolah murni salah guru?, sebelum kita menelaah lebih dalam terkait siapa yang paling salah dalam kasus ini, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu kekerasan seksual.
Kekerasan seksual adalah bentuk tindakan pemaksaan terhadap korban baik sesama jenis maupun lawan jenis yang diantaranya tidak ada persetujuan dalam melakukan sesuatu secara bersama-sama serta mengarah kepada hal yang berkaitan dengan pemenuhan hasrat biologis atau seks.
Menurut pandangan seorang ahli dalam bidang ilmu sosiologi yaitu Emile Durkheim (1897) kekerasan seksual adalah perilaku menyimpang yang disebabkan oleh lemahnya kontrol sosial dan moral kolektif. Menurut tokoh Psikologi Sigmund Freud (1920) kekerasan seksual adalah bentuk dorongan libido yang tidak tersublimasi secara sehat.
Pendapat kedua ahli tersebut bisa menjadi rujukan dalam mengungkapkan siapa sebenarnya yang lebih dominan yang mendorong terjadinya kekerasan seskual di lingkungan sekolah.
Munculnya kekerasan seksual di sekolah seringkali dipicu oleh tingkah laku atau penampilan siswa dalam berpakaian, bisa kita tinjau di media sosial dimana banyak siswa di sekolah berpakaian ketat seakan-akan memamerkan lekuk tubuhnya.
Namun guru juga bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual pada murid karena memiliki karakter yang buruk atau dorongan libido yang tak tersalurkan. Kembali merujuk pada pendapat Emile Durkheim, kekerasan seksual bisa terjadi karena lemahnya kontrol sosial di lingkungan sekolah. misalnya, acuhnya guru dalam menyikapi tingkah laku siswa yang melenceng dari aturan sekolah sehingga ketika ada salah satu siswa khususnya perempuan menggunakan baju yang tidak sesuai peraturan sekolah tersebut maka akan banyak anak yang mengira bahwa hal itu diperbolehkan dan akhirnya menjadi trend dikalangan siswa perempuan.
Lalu, bagaimana cara yang dibisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan sekolah?. Simak beberapa cara sebagai berikut:
1. Pemberlakuan peraturan disertai hukuman yang sangat berat
Manusia seringkali menganggap remeh segala hal ketika tidak ada hukuman yang berat di dalamnya. Oleh karena itu, di sekolah harus benar-benar dibuat peraturan dengan hukuman yang berat bagi guru dan sisw.
2. Pengawasan yang cukup ketat
Setelah sekolah membentuk peraturan yang disertai hukuman berat apabila dilanggar, pihak sekolah dan pemerintah harus meningkatkan pengawasan baik bagi guru maupun siswa. Sekolah bisa melakukan pengawasan terhadap guru dengan menelaah track record-nya, apakah memang sudah layak mendapatkan pekerjaan sebagai seorang guru, begitupun terhadap siswa.
3. Pemberian edukasi seksual
Edukasi seksual perlu diberikan kepada siswa agar mereka sadar betapa pentingnya dalam menjaga aurat.
Peristiwa kekerasan seksual tidak bisa kita tuduhkan kepada salah satu aktor di lingkungan sekolah, tidak bisa kita menyalahkan guru saja atau siswa saja keduanya memiliki peran seimbang dalam pristiwa tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian seksama antara guru dan siswa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
