Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lestari Sormin, S.E.

Aksi Pemuda, Kemana Arah Perubahannya?

Rubrik | 2025-10-13 07:46:15

Saat ini Indonesia tengah diguncang gelombang demonstrasi di berbagai daerah. Aksi dimulai sejak Senin (25/8/2025) dan diperkirakan berbagai aksi massa terjadi di 107 titik di 32 provinsi di Indonesia. Beragam tuntutan pun disuarakan, mulai dari pengesahan RUU Perampasan Aset, penghapusan tunjangan tinggi anggota DPR, hingga tuntutan paling kontroversial, pembubaran DPR.Ini bukanlah aksi besar pertama yang dilakukan.

Sejak terlantiknya Presiden Prabowo, terhitung lebih dari 10 kali telah dilaksanakan aksi, termasuk Aksi Indonesia Gelap yang dilakukan pada 17-20 Februari 2025 dan digagas oleh BEM SI. Kala itu tuntutan dapat disimpulkan menginginkan perbaikan sistem demokrasi yang kini bercorak oligarki menjadi sistem demokrasi yang pro rakyat. Mereka berharap berbagai UU produk sistem demokrasi yang bercorak liberalisme direvisi.Lebih jauh lagi, masyarakat saat ini benar-benar merasakan hidup yang sempit lagi tertindas.

Badai PHK menyeruak, sulitnya mencari lapangan pekerjaan, pajak semakin naik, serta kebutuhan sehari-hari yang susah untuk terpenuhi. Hal ini juga yang ingin disuarakan oleh masyarakat dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, aktivis, buruh, pekerja lapangan seperti driver online, dll. Semakin membuat haru saat seorang supir Gojek bernama Affan Kurniawan (20) dilindas oleh kendaraan taktis (rantis) Brimob hingga meninggal dunia saat berada di aksi 28 Agustus kemarin. Kemarahan masyarakat pun semakin memuncak.

Presiden Prabowo menyebut soal adanya upaya makar dan terorisme yang dilakukan para mafia. Hal ini ia sampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Istana Negara pada Ahad (31-8-2025). Ia juga mengatakan akan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab dan tidak akan ragu untuk membela rakyat dan melawan para mafia. Ia juga memerintahkan agar pihak Kepolisian dan TNI segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku tindak perusakan fasilitas umum, penjarahan terhadap rumah individu, serta sentra-sentra ekonomi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tuntutan yang DisuarakanTuntutan aksi terbaru tertuang dalam ‘Tuntutan Rakyat 17 + 8’ yang dikutip dari www.detik.com. Adapun isi tuntutan tersebut dibagi menjadi 17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi pada 5 September 2025 dan delapan tuntutan jangka panjang yang harus dipenuhi pada 31 Agustus 2026. Tuntutan jangka pendek meminta tindakan segera dari Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, partai politik, kepolisian, angkatan bersenjata, dan kementerian ekonomi, termasuk menarik militer dari peran sipil, mencabut revisi UU TNI 2025 (yang pengesahannya memicu gelombang protes pada Maret 2025), membebaskan pengunjuk rasa yang ditahan, menangguhkan tunjangan DPR, dan memastikan kondisi kerja yang adil. Tuntutan jangka panjang berfokus pada reformasi struktural yang lebih luas, seperti audit dan reformasi DPR, merevisi undang-undang perpajakan dan anti-korupsi, desentralisasi fungsi kepolisian, menghapus peran militer dari fungsi sipil, dan memperkuat lembaga hak asasi manusia.

Mencermati tuntutan aksi tersebut, tampak bahwa massa belum sampai pada ranah berpikir bahwa UU neoliberal yang dihasilkan wakil rakyat adalah konsekuensi penerapan kapitalisme, bukan semata produk rezim. Jadi, kezaliman yang terjadi hakikatnya merupakan akibat kezaliman sistem politik demokrasi, akidah sekularisme, dan ideologi kapitalisme. Terlebih tuntutan untuk membubarkan DPR, pasti tidak akan dipenuhi sebab DPR sebagai fungsi legislatif merupakan pilar dasar pembangun demokrasi itu sendiri.Massa mesti belajar banyak dari pendahulu mereka yang berjuang mengusung perbaikan sistem (reformasi) 1998 silam.

Reformasi mengganti rezim yang setiap rezimnya tetap saja melahirkan berbagai UU pesanan para pemodal—sekadar tambal sulam sistem yang makin memberi karpet merah bagi kekuasaan oligarki. Namun pada faktanya, pascareformasi pun tidak pernah lahir UU kecuali selalu bercorak kapitalisme dan neoliberalisme. Dari sini tampaklah bahwa sistem demokrasi dan kapitalisme hanya memberi harapan palsu perubahan. Terlebih ketika hanya meminta membubarkan DPR, niscaya yang berganti hanya orang-orangnya saja, bukan sistem pemerintahannya.

Penguasa Tidak KompetenSaat ini rezim tidak lagi mendapat kepercayaan dari rakyatnya. Penguasa dianggap menjunjung tinggi syahwat dan oligarki kekuasaan. Betapa tidak, telah menjadi opini publik, sistem pemerintahan saat ini melahirkan kebijakan yang tidak pro kepada rakyat. Kekuasaan dalam demokrasi disinyalir tidak lebih dari motif menjalankan kepentingan para kapitalis. Ketika kepentingan para kapitalis yang diutamakan maka di sana ada kepentingan rakyat yang dikorbankan.

Penguasa tidak kompeten dalam mengurusi atau meriayah masyarakat. Jika motif interaksi negara dengan rakyatnya adalah bisnis maka tentu saja akan menjadikan rakyat kesulitan untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik dan layak. Padahal, sejatinya pelayanan tersebut merupakan haknya sebagai warga negara. Pada akhirnya, kebijakan yang dibuat dari penguasa justru tidak berpihak pada publik..

Perlu Perubahan MendasarSudah saatnya massa menyerukan perubahan yang mendasar, yaitu menolak penerapan demokrasi lebih lama lagi. Inilah penyebab utama penguasa tidak pernah memenuhi janji-janji manisnya saat kampanye. Di alam demokrasi pula, demonstrasi yang telah mengerahkan banyak kekuatan, berujung pada perubahan-perubahan semu.

Belum lagi kanal media yang bukan lagi penyampai aspirasi rakyat, melainkan menjadi corong penguasa agar yang sampai adalah keinginan penguasa. Tentu penguasa ingin rakyatnya selalu tunduk dan patuh pada aturan yang mereka tetapkan walaupun nyata-nyata menzalimi rakyatnya.

Massa juga wajib menyampaikan bahwa perubahan besar itu harus menyertakan perubahan ideologi agar perubahannya mendasar hingga ke akar. Sekularisme sebagai penyebab agama terlempar dari kehidupan manusia dan bernegara harus dibuang beserta sistem pemerintahan yang menancapkannya, yaitu demokrasi. Lalu, massa juga harus menuntut penerapan ideologi Islam beserta sistem pemerintahannya, yaitu Khilafah.

Ini karena hanya ideologi Islam satu-satunya ideologi sahih dan terbukti mampu menyejahterakan rakyatnya. Tidak boleh ditunggangi kepentingan politik yang melanggengkan sistem demokrasi. Jika hanya berganti rezim tanpa berganti sistemnya. Ibarat keluar mulut harimau dan masuk mulut buaya, sama-sama menderita. Dengan demikian, massa bersama rakyat harus menolak demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam agar kehidupan kembali berkah .“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf [7]: 96)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image