Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dahlia-Ku

Musibah Ambruknya Musala Ponpes dan Rasa Tanggung Jawab

Edukasi | 2025-10-11 05:09:48
Picture : freepik

Suasana duka sangat terasa menyelimuti peristiwa ambruknya musala Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur. Data terakhir dari musibah ini menyebabkan korban sebanyak 171 orang, dimana 104 orang selamat, sedangkan 67 orang meninggal dunia. (Liputan6, 09 Oktober 2025).

Mudji Irmawan, pakar teknik sipil struktur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menilai pembangunan musala itu tak terencana dan tidak sesuai kaidah teknis. "Kalau kita lihat sejarah pembangunan ruang kelas pondok pesantren ini awalnya merupakan bangunan yang direncanakan cuman satu lantai" Namun katanya, pengurus Ponpes menambah ruang baru di lantai dua dan tiga. (BBC News Indonesia, 4 Oktober 2025).

Bahkan ada dugaan jika pembangunan musala Ponpes tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Ini diungkap oleh Bupati Sidoarjo, Subandi saat meninjau lokasi. Sehingga besar harapan masyarakat, agar musibah ini disikapi dengan tepat, dan jika terbukti ada kelalaian dalam proses pembangunan, maka pihak terkait harus bertanggung jawab karena ambruknya bangunan tersebut telah menyebabkan banyak korban.

Musibah ambruknya fasilitas di dunia pendidikan selayaknya menjadi evaluasi bersama. Terlebih kejadian ini merenggut nyawa generasi bangsa. Sehingga perlu untuk memikirkan kembali, sudahkah jaminan pendidikan didapat oleh setiap individu di negeri ini?. Sudahkan semua bangunan khususnya yang menjadi fasilitas pendidikan akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap anak didik?. Mirisnya kita harus jujur menjawab bahwa dari sisi kualitas bangunan ternyata masih jauh dari harapan.

Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) di tahun 2020 menyampaikan sekitar 90% masjid tak memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Kemudian dalam catatan Dewan Mesjid Indonesia pada tahun 2016, ada sekitar 95% atau 37.000 masjid dari total 39.000 masjid di Provinsi Jawa ternyata belum memiliki IMB.

Di tengah keruwetan problem ini, Islam hadir untuk memberikan alternatif pencerahan bagi dunia pendidikan. Dalam pandangan aqidah Islam, pendidikan merupakan hak setiap individu baik muslim maupun non muslim, laki-laki ataupun perempuan. Dalam Islam, negara akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah ini, sehingga tiap warga negara secara merata benar-benar merasakan jaminan pendidikan yang berkualitas.

Termasuk dari sisi fasilitas gedung dan masjid, maka negara bertanggung jawab untuk membangunkan fasilitas bangunan pendidikan yang kokoh dan aman untuk setiap peserta didik. Islam memandang pendanaan sarana pendidikan diambilkan dari Baitul Mal (Kas Negara), dimana salah satu sumber pemasukannya adalah dari tata kelola kekayaan SDA dengan syariah Islam, yang penggunaannya untuk pendidikan, diantaranya membangun gedung dan masjid yang kokoh untuk masyarakat.

Salah satu kisah yang sangat terkenal ada di masa Kekhilafahan Utsmani, dimana Sultan Ahmet membayar seorang arsitek (Sinan) untuk membangun masjid yang tahan gempa, dan lokasinya berseberangan dengan Aya Sofia. Masjid rancangan arsitek Sinan menggunakan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh. Sehingga ketika terjadi gempa di kemudian hari (bahkan gempa-gempa besar di atas skala 8 SR), terbukti bangunan masjid tidak mengalami dampak serius. Tentu ini berbeda dengan banyak gedung modern di Istanbul yang justru mudah roboh.

Beginilah seharusnya bentuk perhatian dan tanggung jawab negara untuk menjamin keamanan bagi warganya yang ingin beribadah dan menimba ilmu. Semoga musibah runtuhnya musala Ponpes di Jawa Timur menjadi titik kritis bagi kita semua, terutama pemangku kebijakan agar bisa lebih baik lagi dalam menjalankan amanah sebagai pelindung umat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image