Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 03_bethany immanuela pardede

Menjaga Keseimbangan Fiskal di Tengah Pergeseran Kepemimpinan

Politik | 2025-10-09 23:13:47

Pergantian posisi menteri keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa bukan sekadar perubahan pemegang jabatan. Ini menunjukkan kemungkinan terjadi perubahan arah kebijakan fiskal Indonesia, yaitu dari sikap hati-hati dan terukur ke sikap yang lebih berani dalam menggeser pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini perlu untuk diwaspadai karena akan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia di masa depan.

Di era kepemimpinan Sri mulyani, ia dikenal sebagai simbol dari sikap fiskal yang hati-hati. Ia menjaga defisit dan utang dalam batas yang relatif aman. Ia juga menjaga transparansi dalam kebijakan dan menjaga kredibilitas fiskal. Pendekatan ini berhasil mendatangkan kepercayaan pasar dan juga menjadi fondasi yang kuat bagi perekonomian Indonesia, terutama ketika menghadapi krisis global dan pandemi. Contohnya, selama pandemi, langkah fiskal yang hati-hati tetapi terstruktur memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan belanja di bidang kesehatan dan bantuan sosial tanpa mengurangi kepercayaan pasar.

Reformasi pajak pun turut berjalan konsisten, termasuk perbaikan administrasi dan peningkatan basis pajak. Namun, pendekatan yang konservatif ini juga menghadapi kritik. Batas fiskal yang ketat membuat pengembangan pembangunan berjalan dengan lambat, dan potensi pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum bisa sepenuhnya dimanfaatkan. Di berbagai kesempatan, kebijakan fiskal yang terlalu disiplin dianggap kurang bisa merespons masalah ketimpangan struktural dan pembuatan lapangan kerja jangka panjang.

Namun, masuknya Purbaya menghadirkan perubahan. Ia mengusung target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan pentingnya menggunakan belanja pemerintah untuk mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat pembangunan. Berbeda dengan Sri Mulyani, Purbaya dikenal sebagai ekonom yang cenderung lebih berani. Ia siap mengambil risiko fiskal demi pertumbuhan jangka menengah. Filosofinya lebih terbuka: belanja negara digunakan sebagai alat utama untuk mendorong pertumbuhan, meski terkadang harus memperlebar defisit. Ia melihat fiskal sebagai instrumen pembangunan aktif, bukan hanya untuk menjaga stabilitas semata.

Perubahan ini menimbulkan dilema yang sering terjadi. Pendekatan hati-hati berperan dalam menjaga stabilitas makro, tetapi terkadang tidak cukup agresif dalam menghadapi ketimpangan dan pembangunan jangka panjang. Di sisi lain, pendekatan fiskal yang lebih berani tidak hanya mendorong pertumbuhan lebih tinggi, tetapi juga meningkatkan risiko defisit, utang, dan inflasi. Keberhasilan Purbaya bergantung pada kemampuannya untuk mengimbangi keberanian dan disiplin fiskal. Belanja yang luas juga harus tepat sasaran, harus diarahkan ke sektor yang bisa menghasilkan, bukan proyek jangka pendek yang hanya berfungsi untuk menarik dukungan politik. Sektor seperti infrastruktur hijau, pengembangan teknologi, dan industri penting bisa menjadi penggerak pertumbuhan jika didukung oleh belanja pemerintah yang efisien.

Ambisi besar ini juga harus menghadapi kenyataan yang masih menyulitkan, seperti basis pajak yang sempit, proses birokrasi yang lambat, produktivitas yang rendah, serta pengelolaan anggaran yang belum efektif. Di tingkat global, perlambatan ekonomi dan ketidakstabilan harga komoditas semakin memperbesar tekanan. Pasar keuangan mengamati perubahan ini dengan hati-hati. Selama ini, kehadiran Sri Mulyani dianggap sebagai jaminan stabilitas. Pemerintah kini perlu membuktikan bahwa ekspansi belanja tidak akan menyimpang dari prinsip kredibilitas, terutama dalam mengendalikan defisit dan rasio utang terhadap pendapatan nasional.

Selain itu, ekspansi fiskal yang besar bisa membawa dampak jangka menengah yang cukup berat. Peningkatan belanja negara bisa mendorong inflasi jika tidak diimbangi peningkatan kapasitas produksi. Pasar keuangan dalam negeri juga bisa terganggu jika pembiayaan defisit terlalu bergantung pada utang dari dalam negeri. Ruang fiskal yang ada untuk generasi mendatang bisa semakin sempit jika tidak disertai reformasi struktural yang meningkatkan penerimaan negara. Oleh karena itu, keberanian dalam ekspansi harus diimbangi dengan kualitas belanja yang bijak dan peningkatan pengelolaan keuangan yang transparan.

Perubahan kebijakan fiskal tidak hanya urusan teknisi, melainkan generasi muda akan merasakan langsung dampaknya, mulai dari peluang kerja, harga kebutuhan pokok, sampai pengalokasian anggaran pendidikan. Jika ekspansi fiskal dikelola dengan baik, peluang kerja akan lebih banyak. Namun jika salah arah, generasi muda yang akan menanggung beban utang dan tekanan inflasi. Karena itu, penting bagi mahasiswa dan masyarakat muda untuk memahami pengelolaan keuangan dan ikut mengawasi arah kebijakan pemerintah. Literasi fiskal yang kuat bisa menjadi penyeimbang penting dalam sistem demokrasi ekonomi.

Purbaya menunjukkan keberanian dalam fiskal yang layak diapresiasi. Namun keberanian itu harus didukung oleh perencanaan yang matang, efisiensi, dan transparansi publik. Warisan disiplin fiskal Sri Mulyani seharusnya menjadi fondasi, bukan sekadar ditinggalkan. Perubahan filosofi fiskal ini ibarat meniti jembatan tipis di atas arus deras. Terlalu hati-hati justru membuat kita tidak berkembang, terlalu cepat bisa membuat kita tersandung. Tantangan pemerintah adalah menjaga keseimbangan di tengah suasana yang dinamis.

Sebagai mahasiswa, saya berharap kebijakan fiskal ke depan tidak hanya mengejar pertumbuhan angka, tetapi juga menjamin keberlanjutan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Fiskal tidak hanya soal angka dalam anggaran belanja negara, tetapi juga mencerminkan nilai dan pilihan politik tentang siapa yang akan diuntungkan dan siapa yang harus ikut menanggung beban. Dalam konteks ini, generasi muda memiliki peran penting untuk menjadi pengawas yang kritis sekaligus bagian dari solusi bagi masa depan fiskal Indonesia.

Bethany Immanuela Pardede, Mahasiswa Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image