Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muliadi Saleh

Menghargai Profesi dan Memuliakan Petani

Agama | 2025-09-30 14:09:32

Oleh Muliadi Saleh | Penulis, Penggerak Literasi dan Kebudayaan Pemikir

Petani adalah wajah sejati dari bumi Indonesia. Mereka adalah tangan-tangan yang tak pernah berhenti menanam harapan, merawat tanah, mengalirkan keringat, lalu menghadirkan kehidupan dalam bentuk bulir padi, umbi, buah, dan sayur di meja makan kita. Jika ada profesi yang paling dekat dengan denyut nadi kehidupan, maka ia adalah profesi petani. Namun, ironisnya, profesi yang begitu mulia ini justru sering terlupakan, dipandang sebelah mata, dan bahkan dipinggirkan dari gemerlap panggung pembangunan.

Hari Tani Nasional, 24 September 2025, menjadi ruang refleksi kita semua: apa arti seorang petani bagi bangsa ini? Siapa mereka di mata kita? Dan mengapa kita harus sungguh-sungguh memuliakan mereka?

Petani: Pahlawan Pangan yang Sunyi

Petani bukan sekadar pencari nafkah dari tanah. Mereka adalah penjaga keberlangsungan hidup, pahlawan pangan yang menjaga perut jutaan manusia tetap kenyang. Setiap butir beras yang kita kunyah adalah kisah panjang perjuangan mereka: benih yang dipilih, tanah yang dicangkul, air yang dialirkan, hujan yang ditunggu, hingga musim yang tak selalu ramah.

Dalam keheningan subuh, petani sudah bangkit, memanggul cangkul, menyusuri pematang sawah. Mereka menundukkan diri di hadapan tanah, bukan untuk kalah, melainkan untuk merawat kehidupan. Dalam kerja-kerja sederhana itu tersimpan kearifan yang luhur: sabar, tekun, dan ikhlas. Inilah yang membuat profesi petani tidak sekadar pekerjaan, tetapi juga panggilan jiwa.

Hakikat dan Makna Bertani

Bertani adalah seni menyatu dengan alam. Ia bukan sekadar proses teknis mengolah tanah, menanam benih, lalu menuai hasil. Hakikat bertani adalah merawat keseimbangan: antara manusia dengan bumi, antara kerja dengan doa, antara usaha dengan tawakal.

Petani mengajarkan kepada kita makna kesabaran: benih yang ditanam tidak serta-merta berbuah, ia menunggu waktu, ia membutuhkan perawatan, ia harus dilindungi dari hama dan cuaca. Sama seperti kehidupan manusia, apa yang kita tanam hari ini akan kita tuai suatu saat nanti.

Dalam pandangan spiritual, bertani adalah ibadah ekologis. Petani menjaga titipan Allah berupa tanah dan air, memastikan ia tetap subur agar bisa diwariskan kepada generasi berikutnya. Tak heran dalam tradisi Nusantara, petani dihormati sebagai penjaga keseimbangan kosmos, penghubung antara langit dan bumi.

Mengapa Petani Harus Dimuliakan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para penopang hidupnya. Dan petani adalah penopang utama bangsa ini. Dari mereka lahir kedaulatan pangan—sebuah kekuatan yang menentukan martabat suatu negara.

Bayangkan jika petani berhenti menanam. Bayangkan jika sawah-sawah mengering tanpa padi, ladang kosong tanpa jagung, kebun tak lagi berbuah. Apa jadinya Indonesia tanpa petani? Ketergantungan pangan pada negara lain adalah pintu rapuh yang bisa meruntuhkan kedaulatan bangsa. Maka memuliakan petani bukan sekadar etika, melainkan strategi kebangsaan.

Namun, kenyataannya, petani sering berada di posisi paling rentan. Harga hasil panen tak menentu, akses permodalan terbatas, teknologi lambat menjangkau, dan regenerasi petani kian berkurang. Anak-anak muda enggan turun ke sawah karena profesi petani dianggap tidak menjanjikan. Di sinilah tugas kita semua: mengembalikan marwah petani sebagai profesi yang terhormat, membanggakan, dan sejahtera.

Peran Kementerian Pertanian

Kementerian Pertanian telah bekerja sepenuh hati untuk memperbaiki nasib petani. Kebijakan yang berpihak, program pemberdayaan, peningkatan produksi, hingga modernisasi pertanian menjadi langkah konkret. Visi besar “pertanian maju, mandiri, dan modern” bukanlah jargon kosong, melainkan ikhtiar nyata untuk memastikan petani tidak tertinggal dalam arus zaman.

Namun, kebijakan sebaik apa pun akan kehilangan ruh jika masyarakat tidak turut memberi penghargaan yang layak kepada petani. Karena itu, momentum Hari Tani Nasional harus menjadi gerakan moral bangsa: mari kita cintai, hormati, dan muliakan petani.

Refleksi Puitis untuk Petani

Petani adalah guru kehidupan. Dari tanah ia mengajar kita arti kerendahan hati. Dari benih ia menanamkan harapan. Dari panen ia mengingatkan bahwa hasil adalah buah dari kesabaran dan doa.

Setiap bulir beras yang kita makan adalah doa petani yang dipelihara oleh hujan, disinari matahari, dan dijaga tanah air. Setiap sayur di meja makan adalah tanda kasih mereka yang tak pernah kita kenal, namun kita rasakan setiap hari.

Maka, menghargai petani adalah menghargai kehidupan itu sendiri. Memuliakan petani adalah memuliakan masa depan bangsa. Karena tanpa mereka, Indonesia hanya akan menjadi negeri yang lapar di tengah tanah yang subur.

Penutup

Hari Tani Nasional bukan sekadar seremoni, melainkan ajakan reflektif untuk kembali menyadari: petani adalah pahlawan pangan, penjaga kedaulatan, dan pewaris kebijaksanaan alam. Mari kita muliakan mereka dengan kebijakan yang adil, harga yang layak, teknologi yang memudahkan, serta penghargaan sosial yang setinggi-tingginya.

Di tangan petani, terletak kemandirian bangsa. Di peluh mereka, tumbuh ketahanan Indonesia. Dan di doa mereka yang sederhana, terjaga keberlangsungan hidup kita semua.

Selamat Hari Tani Nasional 2025. Hormatku untukmu, para petani: penjaga bumi, pahlawan pangan, penopang kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image