Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ariefdhianty Vibie

Kohabitasi Berujung Mutilasi: Dampak Tragis Liberalisasi Pergaulan Sosial

Kolom | 2025-09-25 11:29:08
sumber gambar: pixabay

Tulisan oleh Meida Prefik (Aktivis Muslimah, Bandung)

Kasus mutilasi seorang wanita muda di Surabaya baru-baru ini mengguncang masyarakat. Bagaimana tidak, ditemukan ratusan potongan tubuh korban yang disimpan oleh pelaku di kamar kos. Ironisnya, pelaku tak lain adalah pacarnya sendiri. Alasannya pun sepele: kesal karena korban tidak membukakan pintu kos dan menuntut biaya hidup.

Namun jika kita telisik lebih dalam, kasus ini bukan sekadar kriminalitas biasa. Ada realitas gaya hidup yang semakin dinormalisasi di kalangan anak muda: kohabitasi atau tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Fenomena ini sering dianggap hal wajar, bahkan disebut-sebut sebagai “uji coba sebelum menikah.” Padahal sejatinya, inilah bentuk nyata dari liberalisasi pergaulan yang merusak tatanan sosial.

Dalam masyarakat sekuler-liberal, pacaran dianggap biasa. Hidup serumah tanpa ikatan halal dianggap pilihan yang sah-sah saja. Negara pun tidak hadir untuk mencegah perzinaan, melainkan hanya menghukum ketika sudah terjadi tindak kriminal. Akibatnya, pergaulan bebas melahirkan generasi rapuh, mudah terseret hawa nafsu, bahkan tega melakukan kekerasan yang mengerikan.

Allah SWT sudah jelas memperingatkan:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Ayat ini tidak sekadar melarang zina, tapi juga melarang mendekatinya. Itu artinya, pacaran, kumpul kebo, hingga tinggal serumah tanpa pernikahan, semua termasuk langkah-langkah menuju zina yang wajib dijauhi.

Rasulullah ﷺ pun bersabda: “Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menegaskan betapa berbahayanya pergaulan bebas tanpa batasan syariat. Jika pacaran saja sudah terlarang, apalagi sampai tinggal bersama tanpa ikatan halal.

Maka, solusinya bukan sekadar mengutuk perbuatan mutilasi atau menyesalkan tren kohabitasi. Kita perlu membangun kembali sistem sosial yang benar, yaitu dengan sistem Islam. Dalam Islam, individu dibentengi dengan akidah agar sadar tujuan hidupnya: beribadah kepada Allah. Masyarakat didorong untuk saling mengingatkan dan mencegah kemungkaran. Negara berperan melindungi rakyat dengan aturan yang jelas: mendidik rakyat dengan pendidikan Islam, menerapkan sistem pergaulan Islam, dan menegakkan sanksi tegas bagi pelaku jarimah (kejahatan).

Tanpa penerapan Islam secara kaffah, liberalisasi pergaulan akan terus menjerat generasi muda. Kita akan terus mendengar tragedi-tragedi memilukan, dari kohabitasi yang dianggap wajar, berujung pada perselisihan, kekerasan, hingga pembunuhan sadis.

Sudah saatnya kita sadar, bahwa hanya dengan kembali pada aturan Allah lah kehidupan akan selamat, mulia, dan bermartabat. Wallahu a'lam bisshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image