Peran Krusial Laki-Laki di Balik Keindahan Tari Gandrung Banyuwangi
Sastra | 2025-09-19 20:14:20
Oleh: Monika Kurniawati , Progam Studi S1 Akuakultur, Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam, Universitas Airlangga.
Indonesia kaya akan seni tari, salah satunya adalah Tari Gandrung dari Banyuwangi. Tarian ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga identitas budaya masyarakat Osing. Secara historis, Gandrung awalnya dibawakan oleh penari pria bernama Marsan pada tahun 1927, yang dirias menyerupai wanita. Namun, Gandrung pria perlahan mulai lenyap sekitar tahun 1890-an karena alasan agama, yaitu ajaran yang melarang "transvestisme" atau berdandan menyerupai lawan jenis.
Stigma dan Upaya Pelestarian
Hingga kini, stigma dan stereotip gender terhadap penari pria masih ada. Masyarakat seringkali menganggap pria harus memiliki sifat maskulin seperti kekuatan dan keberanian. Ketika seorang pria memilih menari, stereotip ini seringkali bertentangan dengan citra maskulin tersebut. Padahal, Tari Gandrung pria bisa menjadi media untuk mengenalkan kembali kepada masyarakat bahwa tarian ini awalnya dibawakan oleh laki-laki, sebelum digantikan oleh penari perempuan.
Sejak tahun 1970-an, Tari Gandrung tidak lagi eksklusif bagi keturunan penari sebelumnya. Banyak remaja kini mempelajarinya, bahkan menjadikannya mata pencarian. Saat ini, Tari Gandrung yang ditarikan oleh perempuan lebih banyak peminatnya dan terus eksis. Untuk menjaga kelestariannya, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mewajibkan sekolah, dari SD hingga SMA, untuk memiliki ekstrakurikuler Tari Gandrung. Kebijakan ini dibuat karena tarian tradisional ini mulai terdesak oleh tarian modern seperti campursari dan dangdut.
Faktor Penghambat Minat Tari pada Pria
Ada beberapa faktor yang menyebabkan laki-laki cenderung enggan menekuni seni tari.
Norma Sosial: Laki-laki sering dihakimi jika memilih menari, dianggap "menyimpang" atau "tidak normal". Mereka juga merasa tertekan untuk mendapat persetujuan dari sesama laki-laki, yang menjadi hambatan besar untuk memulai atau terus menari hingga dewasa.
Pola Asuh: Anak perempuan lebih sering didorong untuk berekspresi secara fisik dan aktif bergerak sejak kecil, sementara anak laki-laki tidak mendapat dorongan serupa. Hal ini membuat mereka kurang terbiasa menggunakan tubuh untuk berekspresi.
Untuk mengatasi stigma ini, diperlukan edukasi yang luas mengenai seni tari. Masyarakat harus memahami bahwa tari adalah ekspresi seni yang tidak dibatasi oleh jenis kelamin. Setiap orang, tanpa terkecuali, berhak mengekspresikan diri melalui seni yang mereka pilih.
Tari adalah bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia dan telah menjadi bagian dari identitas nasional.
banyak orang menganggap laki-laki tidak cocok dan tidak bisa mencapai kesuksesan di bidang tari. padahal, banyak penari laki-laki memiliki keahlian yang luar biasa dan membutuhkan keterampilan fisik yang sangat baik untuk bisa menguasai gerakan tari yang kompleks. Mereka harus mampu mengendalikan gerakan tubuh dan mempertahankan keseimbangan saat menari. Selain itu, mereka juga harus memiliki kreativitas dan kemampuan akting yang baik untuk bisa mengekspresikan cerita dalam tarian.
Referensi :
Reasons given by men for not dancing. (2025, 28 Mei). Diakses pada 7 September 2025, dari https://doctordance.com/2025/05/28/reasons-given-by-men-for-not-dancing/
Musdafid, H. 2023, 21 Maret. Apakah Stigma terhadap Penari Laki-Laki Sudah Mulai Berkurang?. Diakses pada, 6 September, https://www.kompasiana.com/hadyulmusdafid5180/6419373ed734ba685b674b42/apakah-stigma-terhadap-penari-laki-laki-sudah-mulai-berkurang
Mortensen, A. 2019. Why is dancing so hard for guys?. Diakses pada 6 September 2025, https://www.quora.com/Why-is-dancing-so-hard-for-guys
Santi, H. W., Arshiniwati, N. M., & Suminto. 2018. GANDRUNG MARSAN: EKSISTENSI TARI GANDRUNG LANANG
DI BANYUWANGI. Institut Seni Indonesia Denpasar. https://download.isi-dps.ac.id/index.php/category/41-tasenitari?download=3174:gandrung-marsan-eksistensi-tari-gandrung-lanang-di-banyuwangi
Pramana, I., Atmadja, N. B. 2014. TARI GANDRUNG DI DESA BATUKANDIK, NUSA PENIDA, KLUNGKUNG,
BALI (SEBAGAI MEDIA BELAJAR SEJARAH KEBUDAYAAN). Universitas Pendidikan Ganesha. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPS/article/download/1010/877/1891#:~:text=Namun%20demikian%2C%20gandrung%20laki%2Dlaki,transvestisme%20atau%20berdandan%20seperti%20perempuan
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
