Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kana Nilna Jannatin Alfafa

Di Negeri Orang, yang Bisa Diandalkan Cuma Diri Sendiri

Curhat | 2025-07-22 17:25:48
Ilustrasi Anak Rantau (Sumber: pexels.com/ Mart Production)

“Wah, pasti seru ya tinggal di kota besar!” Seru, kata kebanyakan orang. Tapi mereka tidak tahu betapa sulitnya bertahan hidup, sendirian, tanpa hak istimewa, dan hanya modal nekat.

Anak Rantau dan Semua yang Tak Pernah Terlihat

Semua orang bilang kita hebat. Kuat. Berani. Tapi mereka tidak benar-benar tahu apa yang kita lewati.

Merantau bukan sekedar pindah tempat tinggal. Tapi beralih dari kenyamanan ke pencahayaan, dari ruang yang penuh dukungan ke ruang yang penuh tantangan. Di tanah rantau, kita belajar banyak hal. Mulai dari mengatur uang seadanya, tidur dengan perut kosong, sampai belajar untuk tetap tenang meski hati rasanya gaduh dan ingin pulang.

Bertahan Tanpa Hak Istimewa, Tapi Nggak Kehilangan Harapan

Anak rantau seringkali tidak punya banyak pilihan. Kita bukan berasal dari keluarga berada. Kiriman pas-pasan, beasiswa jadi penyelamat, dan kerja sambilan jadi rutinitas. Mau nggak mau, kita harus muter otak, bagaimana caranya agar tetap bertahan, membayar uang kuliah, tetap bisa belajar, dan sesekali nyenengin diri.

Kita bukan anak orang penting. Kita hanya anak biasa yang numpang mimpi di kota orang. Tapi kita tahu, meskipun harus bangun sendiri dari jatuh berulang kali, kita tetap harus jalan. Karena kalau bukan kita yang bergerak, siapa lagi?

Tidak ada yang bisa diandalkan di tanah rantau, kecuali diri sendiri. Dan sejujurnya, itu hal yang paling menakutkan sekaligus membanggakan. Sebab dari situ, kami benar-benar paham rasanya dewasa tanpa siap.

Belajar Bahwa Tumbuh Tak Harus Dilihat

Anak rantau banyak belajar dalam diam. Kita jarang cerita, bukan karena tidak punya siapa-siapa, tapi karena kita sadar, tidak semua orang bisa memahaminya. Terkadang, bahu kita terasa berat bukan karena barang bawaan, tapi karena beban pikiran yang terus dibawa-bawa.

Tapi justru dari sanalah kita tumbuh. Tumbuh dalam intimidasi dan ketidakpastian. Belajar tersenyum saat ingin menyerah. Belajar sabar meski hasil belum terlihat. Belajar tidak bergantung, bahkan saat kita benar-benar butuh pegangan.

Dan anehnya, semua perjuangan itu membuat kita semakin yakin bahwa kita tidak harus sempurna, yang penting terus bergerak.

Pulang Bukan Lagi Soal Waktu, Tapi Pencapaian

Ada satu hal yang selalu menjadi mimpi anak rantau: pulang. Tapi bukan pulang dengan tangan kosong. Kita ingin pulang membawa sesuatu—ilmu, gelar, atau setidaknya keberanian yang lebih besar daripada saat pertama pergi.

Anak rantau tahu, tidak semua usaha akan langsung berhasil. Tapi anak rantau juga tahu, tidak semua luka harus diumbar untuk disebut berjuang.

Karena di tanah yang asing ini, kita belajar satu hal penting bahwa segala sesuatu yang besar dimulai dari langkah-langkah kecil yang harus selalu diambil, meski dengan kaki yang lelah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image