Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kunci Sukses

Dimensi Spiritual Dan Politik Dalam Peristiwa Agung Isra Dan Mi’raj

Agama | Sunday, 27 Feb 2022, 20:53 WIB

Oleh Indah Kartika Sari, SP (Freelance Writer)

سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Artinya :Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat ( QS al Isra : 1).

Ayat ini diawali dengan kata “Subhana” (Maha Suci Allah), suatu ucapan pemujaan kemahaan Allah yang tiada bandingnya. Allah menceritakan sebuah peristiwa agung yang di luar nalar manusia yang hanya mampu dipahami oleh orang-orang yang mengimaniNya. Perjalanan yang mempesona dan mu’jizat yang diberikan kepada hambaNya, Muhammad SAW. Bayangkan saja, peristiwa ini benar-benar perbuatan Allah yang tidak terjadi dengan kekuatan Nabi Muhammad SAW. Beliau SAW tidak pernah mengatakan, “Aku telah pergi ke sana.” Akan tetapi beliau selalu mengatakan, “Aku telah diperjalankan ke sana.” Siapa yang memperjalankan? Tentu saja Allah SWT yang melakukan semua itu walaupun orang-orang Quraysi pada saat itu selalu menyangkal cerita Nabi.

Selanjutnya ayat ini menjelaskan kata “Abdihi” (HambaNya) bahwa Allah ingin menyatakan kepada kita bahwa penghambaan dan pengabdian kepada Allah merupakan kemuliaan yang tiada tara dan suatu karunia yang tiada duanya. Dan Allah ingin kita mengetahui bahwa hadiah berupa martabat mulia dan tertinggi sudah diberikan kepada hambaNya, Muhammad SAW melalui perjalanan agung ini.

Seperti kita ketahui, Muhammad SAW merupakan manusia pilihan yang menerima amanah besar dari Allah berupa pengembanan risalah Islam. Perjalanan dakwahnya ditempuh dengan dipenuhi duka dan kesedihan disebabkan tantangan dan perlawanan dari kaum Quraisy. Penderitaan di jalan seakan tak kunjung berhenti. Namun demikian, semua derita yang beliau alami, tidak membuat beliau kehilangan kesabaran. Beliau tetap melanjutkan dakwahnya dengan keyakinan suatu waktu pertolongan Allah pasti akan datang.

Penderitaan beliau dan sahabatnya mencapai puncaknya tatkala dilakukan pemboikotan terhadap Nabi, para sahabatnya dan kerabatnya, Bani Hasyim selam 3 tahun berturut-turut mulai tahun ke tujuh hingga tahun ke sepuluh kenabian. Lepas dari masa pemboikotan yang semakin menyengsarakan karena kekurangan makanan dan minuman, penderitaan Beliau malah makin menjadi-jadi karena semakin ganasnya serangan kafir Quraisy ditambah meninggalnya dua orang pelindung beliau yaitu pamannya Abu Tholib dan istrinya Khadijah. Rasa sedih yang beruntun makin bertambah saat beliau mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari penduduk Thoif ketika beliau mencari dukungan dan pertolongan dakwah di sana. Bahkan beliau mengalami saat-saat kritis dan genting saat beberapa orang pemuda Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap beliau. Saat duka dan kesedihan serta suasana kritis menimpa beliau, terjadilah peristiwa agung Isra’ dan Mi’raj. Sungguh kesabaran beliau dalam dakwah berbuah manis yaitu mendapatkan karunia perjalanan yang luar biasa.

Sungguh Allah Maha Lembut terhadap hambaNya. Kesedihan seorang hamba berbuah kegembiraan. Sepanjang perjalanan Isra dan Mi’raj, Nabi disuguhi berbagai mu’jizat yang menakjubkan. Di antara mu’jizat tersebut adalah adanya kendaraan buroq berupa hewan yang kecepatannya bagaikan kilat. Rasulullah SAW pernah bersabda:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِالْبُرَاقِ ، فَرَكِبَهُ هُوَ وَجِبْرِيلُ صَلَّى الله عَلَيْهِمَا، فَسَارَ بِهِمَا، فَكَانَ إِذَا أَتَى عَلَى جَبَلٍ ارْتَفَعَتْ رِجْلَاهُ

"Jibril mendatangiku dengan seekor hewan yang tingginya di atas keledai dan di bawah baghal, lalu Jibril menaikkanku di atas hewan itu kemudian bergerak bersama kami, setiap kali naik maka kedua kakinya yang belakang sejajar dengan kedua kaki depannya, dan setiap kali turun kedua kaki depannya sejajar dengan kedua kaki belakangnya."

Rasulullah juga mendapatkan isyarat dari Allah tentang luasnya kekuasaan beliau saat beliau melewati wilayah-wilayah yang bersejarah seperti : Madinah, Mesir dan Palestina hingga sampailah beliau di Baitul Maqdis. Belakangan beliau baru mengetahui bahwa Madinah adalah pusat kekuasaan Islam di mana beliau menjadi kepala negaranya dan wilayah-wilayah yang beliau lewati menunjukkan betapa luasnya kekuasaan yang beliau miliki. Beliau bersabda :

«إِنَّ اللهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ: الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَض»

“Sesungguhnya Allah SWT telah mengumpulkan (dan menyerahkan) bumi kepadaku sehingga aku bisa menyaksikan timur dan baratnya. Sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai apa yang telah dikumpulkan dan diserahkan kepadaku darinya, dan aku dianugerahi dua pembendaharaan yakni merah (emas) dan putih (perak).”(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, al-Tirmidzi).

Inilah dimensi politik yang ditunjukkan Allah secara jelas kepada Nabi Muhammad SAW. Apalagi ketika beliau menjadi imam sholat bagi seluruh Nabi dan Rasul sebelum beliau.. Ini tidak lain hanyalah untuk memberikan kabar gembira dan pengharapan beliau bersama umatnya akan memegang tongkat komando dan tampuk kepemimpinan dunia setelah adanya pengalihan tugas tersebut dari tangan Bani Israil. Juga memberikan kabar tentang akan meluasnya wilayah kekuasaan Islam setelah pengalihan kepemimpinan tersebut, misalnya Masjidil aqsho akan direbut kaum muslimin dan Baitul Maqdis akan menjadi bagian wilayah Daulah Islam, masya Allah.

Tentu patut disayangkan jika moment peringatan Isra Mi’raj hanya dibatasi pada dimensi spiritual belaka yaitu turunnya perintah sholat 5 waktu. Di tengah-tengah carut marutnya kondisi kaum muslimin saat ini, tentu kehadiran Islam dalam dimensi politik menjadi angin segar bagi penyelesaian tuntas persoalan umat. Umat membutuhkan kepemimpinan politik Islam. Sebuah kepemimpinan yang dapat menghadirkan sebuah persaudaraan dan persatuan hakiki, membumikan syariah kaafah sebagai solusi berbagai persoalan manusia sekaligus pengembanan dakwah sebagai wujud rahmatnya Islam untuk seluruh alam.

Adalah tepat kiranya bagi umat Islam sedunia, tepat pada tanggal 27 Rajab 1443 Hijriyah kembali mengambil dimensi spiritual sekaligus dimensi politik peristiwa Isra dan Mi’raj untuk mengembalikan kedudukannya sebagi umat yang terbaik. Kembali menyatukan kekuatan spiritual pada sholat dan kekuatan politik Islam. Kewajiban sholat 5 waktu akan membuat umat terikat dengan syariat kaaffah yang dapat mencegah umat dari perbuatan keji dan munkar. Di sisi lain, pelaksanaan sholat juga akan menjadi spirit ruhiyah bagi penunaian kewajiban terbesar umat ini di akhir zaman ini yaitu perjuangan penegakkan kembali sistem kepemimpinan hakiki yaitu sistem khilafah yang berdasarkan manhaj kenabian. Semoga kita diberikan keikhlasan, kesabaran dan keistiqomahan dalam menjalankannya, Aamiin.

Sumber bacaan :

Buku Isra dan Mi’raj, Mukjizat Terbesar. Prof. Dr. M. Mutawalli Asy Sya’rawi. Gema Insani Press. 1992

Buku Keruntuhan Khilafah Islamiyyah, Refleksi Sejarah Terhadap Dakwah Masa Kini. Dr. Abdurrahman Al Baghdadiy. Al Azhhar Press. 2002

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image