Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatulloh

Wabah PHK dan Urgensi Dana Pensiun

Bisnis | Wednesday, 23 Feb 2022, 14:41 WIB

Sepanjang tahun 2021, hampir semua media nasional tidak luput dari berita Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) para karyawan di perusahaan tempat mereka bekerja. Misalnya, Garuda Indonesia memangkas 2.400 karyawan selama masa pandemic Covid-19. Lalu Hero Supermarket memberhentikan 7.000 karyawan akibat penutupan seluruh gerai Giant pada 31 Juli 2021. Sebelumnya Ramayana Lestari Sentosa lebih dulu melakukan pemutusan hubungan kerja 421 karyawan dan memotong gaji 2.700 karyawan akibat lesunya penjualan ritel. Menurut catatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), kurang lebih 50 ribu buruh kena PHK sejak awal tahun 2021 yang mayoritas terjadi di industri garmen, tekstil dan sepatu. Alhasil Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebutkan bahwa per tanggal 7 Agustus 2021 lalu, pekerja yang mengalami PHK tercatat mencapai 538.305 orang.

Di luar data yang tercatat oleh berita maupun Kemnaker, dapat diduga banyak peristiwa PHK juga yang terjadi di sektor Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro (UMKM). Sektor ini dinilai sangat terdampak oleh pandemi Covid-19 yang mengancam kelangsungan bisnis banyak pelaku. Salah satu buktinya, UMKM mengalami penurunan pendapatan dan omset. Kendala keuangan itu berimbas terhadap para karyawan/pekerja, karena penurunan kegiatan operasional kerap berakhir dengan pengurangan jumlah personel perusahaan. Meskipun belum ada data valid jumlah karyawan terkena PHK di UMKM, namun patut diperkirakan besarannya lebih besar dibandingkan dengan kasus di perusahaan.

Peristiwa PHK berdampak kepada permintaan pesangon yang cukup tinggi. Hal ini berdampak kepada penyusutan dana kelolaan dan jumlah peserta Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) selama masa pandemi Covid-19. Sehingga menurut Nur Hasan, Ketua Umum Perkumpulan DPLK, pertumbuhan aset di tahun 2021 hanya single digit. Pertumbuhan yang rendah dapat terjadi akibat permintaan pencairan dana pesangon oleh para peserta yang terkena imbas PHK dan permintaan penundaan pembayaran iuran pensiun yang rutin setiap bulan.

Namun ada kajian sangat menarik dari hasil studi Investor Global Schroders 2021 terkait perilaku investasi pasca pandemi. Riset yang dilakukan pada 16 Maret–7 Mei 2021 terhadap 23.000 responden di seluruh dunia itu menunjukkan bahwa 79 persen orang yang belum pensiun ingin menyisihkan lebih banyak dana untuk masa pensiun mereka akibat pandemi Covid-19. Artinya, para pelaku usaha dan pekerja mulai mempertimbangkan investasi di DPLK karena menyadari potensi kehilangan pekerjaan dan/atau penghasilan dapat terjadi secara tiba-tiba dengan adanya pandemi penyakit seperti yang disebabkan oleh virus Corona. Sebelumnya, tak ada yang memprediksi begitu dahsyatnya akibat buruk Covid-19 bagi ekonomi dan bisnis global.

Oleh sebab itu, setiap orang wajib mempertimbangkan kepesertaan DPLK karena beberapa alasan. Pertama, potensi kehilangan pekerjaan dan/atau penghasilan dapat terjadi secara tiba-tiba di waktu yang akan datang tanpa diprediksi. Setiap orang perlu memiliki dana investasi cadangan sebagai instrumen menjaga stabilitas keuangan di masa sulit.

Kedua, budaya self-reward yang berlebihan wajib dikurangi, khususnya para kaum milenial. Sebagai contoh, umumnya pekerja mengalokasikan gajinya untuk belanja barang bermerek dan mahal sebagai bentuk apresiasi diri sendiri. Ada pula dalam bentuk travel ke lokasi historis atau fenomenal di luar negeri yang berbiaya tidak murah. Peristiwa pandemi Covid-19 yang memaksa banyak orang bekerja dari rumah mengajarkan kita bahwa pakaian dan barang mewah tak lagi menjadi prioritas utama. Begitu pula perjalanan wisata ke luar negeri cenderung menimbulkan mudharat dibandingkan maslahat karena penyebaran virus Corona yang semakin bermutasi dan bervariasi. Alokasi dana self-reward perlu ditempatkan kepada kepesertaan DPLK, selain BPJS Ketenagekerjaan, yang manfaatnya jangka panjang.

Ketiga, investasi dana iuran peserta DPLK bersifat sangat prudensial karena hanya ditempatkan kepada instrumen yang minim resiko seperti deposito dan surat utang negara. Banyak DPLK, baik yang didirikan oleh Asuransi Jiwa atau Bank Umum, telah memberikan pilihan paket investasi konvensional maupun syariah kepada masyarakat. Oleh sebab itu, adanya alternatif produk syariah menjadi jalan keluar bagi kelompok pekerja yang ingin dana iurannya dikelola berdasarkan prinsip syariah.

Akhirul kalam. Kita berharap tahun 2022 menjadi akhir kisah pandemi Covid-19 yang telah terjadi dalam kurun waktu dua tahun ini dan momentum pemulihan ekonomi nasional dan global. Namun, kita perlu mengambil hikmah peristiwa ini dengan menyiapkan investasi jangka panjang yang bermanfaat demi kehidupan masa depan yang lebih baik. Tak ada kata terlambat untuk memulai berinvestasi di dana pensiun.

Hidayatulloh, dosen hukum bisnis Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan mahasiswa S3 pada Department of Financial Law, University of Miskolc, Hungary

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image