Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khairunnisa Al-Araf

Biaya Sertifikasi Halal Disebut Mahal dan Ribet? Begini Penjelasan dari LPPOM

Bisnis | 2025-03-20 12:27:35
Direktur Utama LPH LPPOM, Muti Arintawati, dan Ketua Asosiasi Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia (ALPHI), Elvina A. Rahayu, saat menjadi pembicara dalam media gathering LPH LPPOM di Jakarta, Rabu (19/3/2025). Foto: inilah.com/M. Harris

Jakarta – Proses sertifikasi halal kerap kali dianggap mahal dan rumit oleh sebagian pelaku usaha, terutama dari sektor mikro dan kecil. Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM, Muti Arintawati, memberikan penjelasan untuk meluruskan berbagai persepsi yang berkembang di masyarakat.

Muti mengakui bahwa tantangan di lapangan memang masih ada, khususnya terkait implementasi tarif sertifikasi halal. Banyak pelaku usaha yang mengeluhkan biaya tinggi dan proses pemeriksaan yang dinilai memakan waktu lama.

"Sebagian besar biaya dari tarif pemeriksaan halal dialokasikan untuk operasional lembaga, edukasi masyarakat, serta program Corporate Social Responsibility (CSR) yang bertujuan meningkatkan kesadaran halal di Indonesia," ujar Muti saat Media Gathering di Hotel Grandhika Iskandarsyah, Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Muti juga menyoroti adanya oknum calo yang mengaku sebagai konsultan, namun justru memperumit dan membuat biaya sertifikasi halal semakin mahal. Fenomena ini banyak terjadi di lapangan dan merugikan pelaku usaha.

Selain soal biaya, pelaku usaha juga kerap mempertanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikat halal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 pasal 82, proses sertifikasi halal sudah diatur dalam Service Level Agreement (SLA) yang jelas.

Dalam skema reguler, proses dimulai dari pendaftaran di Sistem Informasi Halal (SiHALAL) BPJPH, yang memakan waktu maksimal dua hari kerja. Setelah itu, BPJPH melakukan verifikasi dokumen dalam satu hari sebelum meneruskan ke LPH.

Di tahap LPH, pelaku usaha akan menerima informasi mengenai biaya dalam waktu dua hari. Setelah pembayaran dilakukan, BPJPH menerbitkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) dalam lima hari kerja.

Selanjutnya, LPH melakukan pemeriksaan yang mencakup verifikasi dokumen, audit lapangan, dan uji laboratorium jika diperlukan. Untuk usaha dalam negeri, proses ini berlangsung maksimal 10 hari kerja. Sedangkan untuk usaha luar negeri, bisa memakan waktu 15 hari kerja dan dapat diperpanjang 10 hari kerja jika dibutuhkan.

Setelah semua tahap pemeriksaan selesai, laporan audit diserahkan ke Komisi Fatwa MUI yang memiliki waktu maksimal tiga hari kerja untuk menetapkan kehalalan produk.

"Jika semua berjalan lancar dan pelaku usaha sudah siap dari sisi dokumen maupun implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), proses sertifikasi ini bisa selesai dalam waktu kurang dari satu bulan," jelas Muti.

Namun, Muti mengakui bahwa dalam praktiknya banyak kendala yang dihadapi, terutama dari sisi kesiapan pelaku usaha. Masih banyak ditemukan bahan baku yang belum jelas status kehalalannya, dokumen yang belum lengkap, hingga penggunaan fasilitas produksi yang bercampur dengan bahan haram atau najis.

Faktor-faktor tersebut yang akhirnya membuat proses sertifikasi halal terkesan lama dan rumit. Padahal, jika seluruh persyaratan sudah dipenuhi, prosesnya bisa jauh lebih cepat dan efisien.

Terkait biaya, Muti kembali menegaskan bahwa tarif sertifikasi halal sudah ditetapkan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Tidak ada pungutan tambahan di luar ketentuan resmi yang sudah ditetapkan pemerintah.

Muti juga mengimbau pelaku usaha agar berhati-hati dalam memilih pihak pendamping sertifikasi halal. Hindari menggunakan jasa calo yang justru akan memperbesar biaya dan mempersulit proses.

LPPOM berkomitmen untuk terus memberikan edukasi dan pendampingan bagi pelaku usaha, terutama di sektor mikro dan kecil, agar lebih paham dan siap dalam mengikuti proses sertifikasi halal.

"Dengan proses yang sesuai prosedur, sertifikasi halal bukan hanya soal kewajiban, tapi juga menjadi nilai tambah bagi produk dan meningkatkan daya saing di pasar global," tutup Muti. (AL)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image