Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wikan Pradayan

Darurat Resistensi Antibiotik: Pentingnya Bijak Menggunakan Antibiotik

Info Sehat | 2025-01-16 11:29:37

"The Silent Pandemic"

Saat ini, banyak masyarakat yang menggunakan antibiotik untuk masalah kesehatan kecil. Lebih dari 70% penyerahan antibiotik di Indonesia dilakukan tanpa resep dokter pada tahun 2023. Hal ini menyebabkan banyak orang mengonsumsi antibiotik untuk infeksi yang tidak memerlukannya, seperti flu dan pilek yang disebabkan oleh virus. Hal ini bisa menyebabkan resistensi terhadap antibiotik yang disebut-sebut menjadi “silent pandemic” dunia. Resistensi antibiotik adalah kondisi di mana bakteri mengalami mutasi yang membuat mereka kebal terhadap obat-obatan yang sebelumnya efektif.

Resistensi terhadap antibiotik menyebabkan setidaknya satu juta kematian setiap tahun sejak 1990. Dengan kematian tahunan akibat resistensi antimikroba (AMR) meningkat sekitar delapan persen antara tahun 1990 dan 2021, studi tersebut memprediksi kenaikan hampir 70 persen dalam beberapa dekade setelahnya, dengan kematian tahunan meningkat dari 1,14 juta pada tahun 2021 menjadi 1,91 juta pada tahun 2050. Perkiraan terperinci memprediksi bahwa tanpa intervensi kebijakan lebih lanjut, kematian global akan mencapai 39 juta antara tahun 2025 dan 2050—setara dengan tiga kematian per menit.

Gambar 1: Angka kematian akibat resistensi antimikroba (AMR), semua umur, proyeksi tahun 2050

Berdasarkan peta global jumlah kematian akibat resistensi antibiotik, Indonesia tercatat berada dalam kategori tingkat kematian 21 hingga 24 kasus per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan bahwa resistensi antibiotik menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia. Angka tersebut mencerminkan tantangan serius yang harus diatasi melalui pendekatan komprehensif, termasuk pengendalian penggunaan antibiotik secara berlebihan, peningkatan edukasi masyarakat, dan penguatan sistem kesehatan.

Bagaimana Bakteri Menjadi Resistan

Gambar 2: Proses resistensi antibiotik terjadi dalam tubuh

Ketika antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi, antibiotik tersebut membunuh bakteri penyebab penyakit, tetapi juga mengeliminasi bakteri baik yang membantu menjaga keseimbangan tubuh. Namun, bakteri yang memiliki resistansi terhadap antibiotik tetap bertahan. Setelah bakteri yang rentan mati, bakteri resistan memiliki ruang dan sumber daya lebih banyak untuk tumbuh dan berkembang biak. Ini memungkinkan mereka untuk mengambil alih lingkungan, menciptakan populasi bakteri yang sepenuhnya resistan. Bakteri resistan memiliki kemampuan untuk mentransfer sifat resistansi mereka ke bakteri lain melalui proses seperti transfer gen horizontal yang terjadi melalui:

  • Konjugasi: Transfer materi genetik melalui kontak langsung antara dua bakteri.
  • Transformasi: Penyerapan DNA bebas dari lingkungan oleh bakteri.
  • Transduksi: Transfer DNA melalui virus bakteriofag yang menginfeksi bakteri.

Dampak Resistensi Antibiotik:

Resistensi antibiotik memiliki dampak yang besar dan luas, memengaruhi individu, sistem kesehatan, serta masyarakat secara keseluruhan. Di tingkat individu, infeksi akibat bakteri resisten dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi, dengan risiko kematian yang bisa dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan infeksi oleh bakteri yang sensitif. Hal ini disebabkan oleh keterlambatan dalam pemberian pengobatan yang efektif dan kegagalan terapi antibiotik. Sebagai contoh, pasien yang terinfeksi Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan extended-spectrum β-lactamase (ESBL) menunjukkan tingkat kegagalan pengobatan dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi yang tidak disebabkan oleh strain ESBL.

Dari perspektif sistem kesehatan, resistensi antibiotik meningkatkan penggunaan sumber daya, termasuk biaya perawatan yang lebih tinggi dan durasi rawat inap yang lebih lama. Selain itu, hal ini juga mengarah pada penurunan efisiensi rumah sakit, karena pedoman pengobatan sering kali harus disesuaikan dan lebih mengandalkan terapi empiris dengan spektrum yang lebih luas. Penggunaan antibiotik yang lebih luas ini juga berisiko menyebabkan efek samping dan toksisitas yang lebih tinggi pada pasien.

Pada tingkat masyarakat, dampak resistensi antibiotik memperburuk pedoman pengobatan dan meningkatkan biaya kesehatan secara keseluruhan. Dengan meningkatnya prevalensi strain bakteri resisten, pedoman pengobatan sering beralih ke penggunaan antibiotik dengan spektrum lebih luas atau agen yang lebih toksik, yang justru berpotensi memperburuk masalah resistensi di masa depan

Langkah Global akan Resistensi Antibiotik

Langkah global dalam menghadapi resistensi antibiotik (AMR) melibatkan pendekatan multisektoral yang terkoordinasi, termasuk pengembangan dan implementasi Rencana Aksi Global (GAP) oleh negara-negara anggota WHO. GAP ini menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan melalui pendekatan One Health (mencegah dan mengendalikan AMR menyatukan para pemangku kepentingan dari sektor-sektor terkait untuk berkomunikasi dan bekerja bersama dalam merancang, menerapkan, dan memantau program, kebijakan, undang-undang, dan penelitian untuk mengurangi AMR dan mencapai hasil kesehatan dan ekonomi yang lebih baik).

WHO juga telah merilis 13 intervensi strategis yang berfokus pada peningkatan kesadaran, pendidikan, dan pengawasan penggunaan antibiotik, serta akses yang adil terhadap layanan kesehatan. Selain itu, pertemuan tingkat tinggi di tingkat global, seperti yang direncanakan untuk tahun 2024, bertujuan untuk mendorong komitmen negara-negara dalam mengatasi AMR. Melalui upaya kolaboratif ini, diharapkan dapat mengurangi dampak AMR dan memastikan efektivitas antibiotik di masa depan

Masyarakat perlu diberikan edukasi mengenai penggunaan antibiotik yang tepat, termasuk pentingnya menghindari penggunaan tanpa resep dokter dan menyelesaikan pengobatan sesuai anjuran. Antibiotik sebaiknya hanya digunakan saat diperlukan dan sesuai resep, serta tidak untuk infeksi virus seperti flu. Sosialisasi tentang bahaya resistensi antibiotik, termasuk dampak kesehatan dan biaya yang meningkat, dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Pemerintah juga perlu memperketat regulasi penjualan antibiotik tanpa resep untuk mengurangi akses yang tidak terkendali. Selain itu, promosi gaya hidup sehat, seperti menjaga kebersihan dan meningkatkan daya tahan tubuh, dapat membantu mengurangi risiko infeksi dan kebutuhan akan antibiotik

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image