Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Safia

Kita yang Dibungkam (RUU Penyiaran)

Agama | Thursday, 20 Jun 2024, 10:26 WIB
hibar.pgrikabupatenbandung

Pemerintah baru saja mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Pers yang termuat dalam dokumen. Ketua Pewarta Foto Indonesia Surabaya (PFI) Suryanto, mengemukakan beberapa pasal-pasal yang diajukan bertentangan dengan Undang-Undang Pers, pasal-pasal yang bermasalah seperti dalam draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2. Isi dari rancangan pasal-pasal ini, diantaranya memberikan wewenang kepada KPI untuk mengatur konten media. Pengamat sosial media, Rizqi Awal menuturkan bahwa dalam RUU tersebut tidak ada standar yang jelas untuk menentukan sebuah tayangan aman atau tidak.

Pasal ini mengindikasikan bahwa setiap konten-konten yang memungkinkan pada perbaikan dan kebaikan tidak akan tersebar karena perlunya izin dari KPI. Selain itu, Pasal 50B huruf c memuat larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Camelia Catharina, menuturkan karya Jurnalis investigasi selama ini justru menginisiasi terbongkarnya kasus-kasus yang tersembunyi. Artinya pelarangan ini tentu menghalangi kebebasan pers dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Rancangan Undang-Undang penyiaran ini menjadi jalan anti kritik dan kebebasan pers. Masyarakat tidak dapat lagi berekspresi dan mengeluarkan kritikan sebagai jalan perbaikan. Beberapa pasal mengandung ancaman pidana bagi Jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan. Rancangan Undang-Undang penyiaran secara tidak langsung menunjukan bahwa rancangan ini dibuat untuk mengendalikan informasi yang bertentangan dengan kepentingan pihak-pihak tertentu. Rancangan ini dibuat sebagai upaya agar Masyarakat tidak kritis terhadap kebijakan Pemerintah. Semboyan “free of speech, freedom of action” hanya akan menjadi simbolis semata ketika rancangan ini akan di sahkan.

Wacana disahkannya Undang-Undang penyiaran tidak lain diarahkan untuk kepentingan para pemegang kekuasaan. RUU ini dipentingkan agar sumber-sumber terpercaya dan social news dapat dikendalikan. Negara hari ini dipegang oleh para pengusaha yang mereka berkongsi dan berkoalisi untuk memegang kekuasaan. Perlunya peninjauan pada setiap rancangan Undang-Undang yang diajukan dengan analisis yang mendalam, karena hal ini akan membawa pada dua kepentingan yaitu kepentingan kekuasaan dan kepentingan kapitalis. Pilar Demokrasi yang mengagungkan kebebasan dalam berpendapat hanya buaian belaka. Nyatanya nalar kritis Mahasiswa dan Masyarakat untuk menyampaikan aspirasi UKT, sumber daya alam, mengkritisi kebijakan dan nilai-nilai kebenaran hari ini tidak mendapat ruang gerak.

Kapitalisme dengan segala perangkatnya membutuhkan sistem sosial yang mendukung eksistensinya yaitu demokrasi. Politik demokrasi hari ini berpaham pada kapitalisme. Kekuasaan dan kebebasan politik dilaksanakan hanya untuk kepentingan si pemilik modal (kapitalisme). Pemerintah menjadi tak berdaya karena termakan gerusan si pemilik modal. Nyatanya peran negara dibutuhkan, tidak hanya sebagai regulator, tetapi juga sebagai provider. Negara bertanggung jawab untuk memastikan masyarakatnya menjalani kaehidupan yang layak. Misalnya negara memastikan bahwa warga negaranya memiliki hak dan kesempatan untuk memberikan pandangan, dan ide secara bebas tanpa takut akan ancaman.

Hal ini berbeda dalam peraturan islam, di dalam sistem pemerintahan islam yaitu khilafah, jika seorang pemimpin (khalifah) dan aparat pemerintahannya melakukan penyelewengan kekuasaan terhadap rakyatnya maka islam telah menetapkan lembaga negara yang menjadi perwakilan rakyat yaitu Majelis umat. Majelis umat dipilih oleh umat untuk mewakili menyampaikan aspirasi kepada pemimpin (khalifah). Majelis umat mereprentasikan umat, karena dipilih langsung oleh umat tanpa ada money politic yang tugas dan wewenangnya bukan membuat undang-undang yang diuntungkan oleh segelintir orang, tetapi tugas majelis umat adalah sebatas pada bermusyawarah dan muhasabah. Mengenai fungsi dari majelis umat telah jelas dari segi dalil. Dalilnya adalah hadis yang dinyatakan oleh Nabi saw.,

“Sebaik-baik jihad adalah kata-kata yang hak (yang dinyatakan) kepada penguasa yang zalim”.

(HR. Ahmad, Ibn Majah, At-Thabrani, Al-Bayhaqi, dan An-Nasa’i)

Hadis ini menjelaskan pada kedudukan amar makruf nahi mungkar dan muhasabah kepada para penguasa. Demikian muhasabah kepada penguasa yang zalim hukumnya wajib dan kewajiban ini bukan saja majelis umat melainkan kepada semua Masyarakat wajib untuk mengkritisi dan mengevaluasi kezaliman penguasa.

Pada masa kekhilafahan Abu Bakar beliau meminta pendapat beberapa sahabat dari kalangan kaum Muhajirin dan kalangan kaum Ansar tatkala urusan-urusan kenegaraan yang penting. Ibnu Saad menuturkan sebuah riwayat dari Qasim, bahwa Abu Bakar ketika menghadapi suatu urusan, menurut beliau harus dimusyarahkan bersama ahluk ra’yi (orang yang ahli) dan ahli fiqih dalam urusan tersebut. Beliau memanggil dari kalangan Muhajirin dan Ansar diantaranya adalah Umar, Utsman, Ali, Abdurrahman bin Auf, Muaz bin Jabal, Ubay bin Kaab, dan Zaid bin Tsabit. Masing-masing dari mereka memberikan fatwa kepada Abu Bakar. Semua fatwa ini bersumber dari aspirasi yang diwakilkan. Hal ini juga terjadi pada saat Umar diangkat menjadi khalifah menerapkan hal demikian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image