Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nayla kirana maheswari

Menembus Langit Patriarki: Merajut Kesetaraan Gender di Masa Depan melalui Lensa Novel Gadis Kretek

Kultura | Thursday, 06 Jun 2024, 12:48 WIB

“Dan saya ingin membawa mimpi itu kemanapun saya melangkah, tapi mimpi saya hanya kepingan kecil diantara kehidupan yang luas, kebebasan yang saya inginkan tidak bisa saya tentukan sendiri dan itu sungguh menakutkan. Dalam dunia nyata orang-orang hanya melihat bagian diri saya yang mereka ingin lihat. Saya harap mereka bisa melihat diri saya yang sesungguhnya, ada mimpi cita-cita dan keinginan untuk menjadi sesuatu yang berbeda dari apa yang sudah digambarkan untuk saya”

“Hari itu semua orang sedang merayakan kemerdekaan, sementara saya justru memikirkan bagaimana saya bisa memerdekakan diri saya sendiri’’

Novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala merupakan novel yang mengangkat tentang perempuan sebagai subyek yang mampu dan kompeten dalam berbagai hal terutama dalam urusan publik. Hal ini ditandai dengan Djeng Yah yang mampu memimpin dan mengatur perusahaan kretek milik ayahnya. Novel ini mengandung idelogi kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan yang dikemas dengan apik dalam bentuk novel yang bertemakan budaya Jawa. Melalui novel ini, saya mendapatkan ide-ide terutama kesetaraan dalam bidang pekerjaan dan berbagai ide lainnya yang memperkuat gagasan bahwasanya perempuan tidak harus menjadi ibu rumah tangga. Perempuan juga mampu untuk berkutat dalam berbagai bidang termasuk dalam ranah ekonomi dan mampu menjadi pemimpin untuk mengambil keputusan strategis bagi suatu perusahaan atau organisasi dan perempuan bukanlah suatu subyek yang terkekang dalam urusan-urusan domestik.

Novel Gadis Kretek disajikan dengan latar tahun 1960-an dengan beberapa isu menarik berupa kesetaraan gender, patriarki, stereotype terhadap perempuan, perkembangan industri kretek di pulau Jawa, hingga pembantaian G30SPKI 1965. Djeng Yah memiki sifat tekun dan tidak mudah menyerah dalam menekuni bisnis kretek milik ayahnya. Ia terus berinovasi dengan terus berusaha menciptakan ‘saus’ kretek yang khas, sehingga menghasilkan kretek yang berkualitas dan disukai oleh banyak orang. Sang Ayah yang menyadari tentang bakat terpendam putrinya dalam meracik ‘saus’ kretek merasa sangat senang dan mendukung penuh apapun yang Djeng Yah lakukan. Akibatnya, Djeng Yah semakin giat dalam mendalami dunia bisnis kretek.

Akan tetapi, perjuangan Dyeng Yah dalam mendalami dunia bisnis kretek bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam masyarakat, perempuan harus mengikuti peran yang sesuai dengan gender, Ibu Rumah Tangga misalnya. Sebagai dampak dari konstruksi sosial yang muncul dikalangan masyarakat mengakibatkan ketimpangan dan ketidakadilan bagi perempuan. Meskipun terjebak dalam belenggu patriarki, Dyeng Yah tak segan untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan hak-haknya sebagai perempuan. Djeng Yah, di sisi lain, menunjukkan kegigihannya dalam membuktikan kemampuannya dan meraih mimpinya untuk memimpin perusahaan ayahnya.

Gadis Kretek menghadirkan gambaran yang kompleks tentang patriarki di Indonesia, di mana tradisi dan norma sosial masih mendominasi kehidupan masyarakat. Namun, di balik bayang-bayang patriarki, terdapat pula percikan emansipasi yang ditunjukkan oleh beberapa perempuan dalam novel ini. Novel ini mengajak pembacanya untuk merenungkan tentang peran perempuan dalam masyarakat, serta pentingnya untuk melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kesetaraan gender.

Di era modern ini, bayang-bayang ketidaksetaraan gender masih membayangi kehidupan banyak orang di seluruh dunia. Ketimpangan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan hak-hak lainnya masih menjadi kenyataan pahit bagi banyak perempuan dan anak perempuan. Di balik gemerlap kemajuan teknologi dan globalisasi, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi. Stereotip gender yang mengakar kuat dalam masyarakat terus membelenggu perempuan dan menghambat mereka untuk mencapai potensi penuh mereka.

Perjuangan untuk kesetaraan gender bukanlah sekadar isu perempuan, tetapi juga isu kemanusiaan. Kesetaraan gender bukan hanya bermanfaat bagi perempuan, tetapi juga bagi laki-laki, anak-anak, dan seluruh masyarakat. Kita perlu menentang stereotip gender yang merugikan perempuan dan laki-laki. Perempuan tidak selalu lemah dan emosional, dan laki-laki tidak selalu kuat dan rasional. Perjuangan untuk kesetaraan gender adalah tanggung jawab kita semua. Kita harus bersatu padu untuk melawan ketidakadilan dan diskriminasi.

Melalui Novel Gadis Kretek ini, diharapkan kita sebagai generasi muda mampu termotivasi untuk bersatu padu untuk melawan ketidakadilan dan diskriminasi. Bersama-sama, kita dapat membangun masa depan yang lebih adil dan setara bagi semua orang.

Mari kita jadikan era modern ini sebagai era di mana kesetaraan gender bukan lagi mimpi, tetapi menjadi sebuah kenyataan.

Disusun oleh: Nayla Kirana Maheswari

Asal Instansi: Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image