Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr. H. Dana, M.E.

Menggali Inspirasi Bisnis dari Kalimat Buat Apa Harta, Harta Tidak Dibawa Mati

Agama | Monday, 13 May 2024, 04:39 WIB

Oleh: Dr. Dana, M.E

Pandangan bahwa "Buat apa harta, toh harta tidak dibawa mati" bagi sebagian orang seringkali dipahami secara keliru sebagai pembenaran untuk bermalas-malasan atau tidak mau bekerja keras. Padahal kalimat tersebut sejatinya tidak dimaksudkan untuk memberi legitimasi pada sikap pasif atau malas. Sebaliknya, kalimat itu jika dimaknai dengan benar dan ditempatkan pada tempat yang semestinya, dapat memandu untuk memahami hubungan manusia dengan harta yang sebenarnya, serta mengandung inspirasi bagi siapa saja yang ingin menjadi pebisnis.

Bagi seorang pebisnis kalimat "Buat apa harta, toh harta tidak akan dibawa mati." Kalimat ini bukan sekadar pepatah, melainkan sumber inspirasi. Inspirasi tersebut diantaranya:

Pertama, dapat menambah keberanian untuk mengambil risiko. Kalimat tersebut bisa dijadikan sumber inspirasi, ketika seorang pebisnis hendak memulai atau mengembangkan usahanya. Dengan memiliki prinsip ini, dia tidak akan terlalu takut kehilangan modalnya atau merasa terhalang oleh ketakutan akan kegagalan. Kesadaran bahwa harta tidak akan dibawa mati membuatnya lebih berani dalam mengambil risiko dan mengimplementasikan ide-ide kreatifnya tanpa terbebani oleh ketakutan akan kehilangan hartanya. Prinsipnya mengapa harus takut akan kehilangan modalnya, toh harta tidak akan dibawa mati. Dengan kata lain, prinsip ini tidak hanya menguatkan keberanian, tetapi juga memupuk sikap pantang menyerah dan semangat untuk terus berkembang.

Kedua, tidak sayang untuk berzakat dan beramal dengan harta. Ketika seorang pebisnis mencapai kesuksesan, kalimat tersebut juga tetap relevan dan memberikan arahan moral yang kuat dalam membelanjakan harta. Kesuksesan finansial tidak membuatnya menjadi rakus atau terlalu terikat pada materi. Sebaliknya, dia tetap memegang teguh prinsip bahwa harta adalah amanah yang harus dikelola dengan bijak. Oleh karena itu, dia tidak akan merasa berat untuk memenuhi kewajibannya seperti membayar zakat dan melakukan amal kebajikan lainnya, karena menyadari bahwa kekayaan yang dimilikinya hanyalah titipan sementara dari Allah SWT yang sejatinya tidak akan dibawa mati.

Ketiga, dapat mengikis perilaku sombong. Kesuksesan dalam bisnis dapat membuat seseorang merasa bangga dan sombong, sehingga ia kehilangan rendah hati dan rasa syukur atas semua nikmat yang diberikan. Namun, dengan mengingat bahwa harta tidak akan dibawa mati, seorang pebisnis diingatkan untuk tetap bersyukur dan rendah hati dalam menyikapi kesuksesan yang diperolehnya. Dengan demikian, ia akan dapat menjaga hubungan yang baik dengan Allah SWT dan juga dengan sesama manusia.

Keempat, tidak akan menghalalkan segala cara. Kalimat “buat apa harta, toh harta tidak akan dibawa mati” mengajarkan bahwa meskipun seseorang telah berhasil meraih kekayaan dalam bisnisnya, kekayaan tersebut tidak akan membawa manfaat ketika ajal menjemput. Pada akhirnya, semua harta yang telah diusahakannya akan ditinggalkan. Dengan menyadari hal itu, seorang pebisnis ketika berbisnis tidak akan menghalalkan segala cara, ia akan menjalankan bisnisnya sesuai tuntunan ajaran Islam, penuh kejujuran serta tidak akan melanggar hak-hak orang lain. Karena prinsipnya mengapa harus diusahakan dengan melanggar syariat, dan mengorbankan kepentingan akhirat, kalau pada akhirnya harta tidak akan dibawa mati.

Kelima, dapat membantu meluruskan niat. Seorang pebisnis yang memiliki pemahaman yang benar akan makna "harta tidak dibawa mati" akan melihat bisnisnya dari perspektif yang lebih luas. Mereka menyadari bahwa kekayaan dan harta benda tidak akan membawa manfaat ketika ajal menjemput. Orientasi bisnis yang semata-mata untuk mengumpulkan harta duniawi akan dianggap sebagai perbuatan sia-sia. Seperti yang dijelaskan Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, bahwa orang yang beramal hanya untuk dunia termasuk ke dalam syirik niat dan tujuan. Maksudnya adalah seseorang melakukan satu amal yang seharusnya dilakukan semata-mata untuk mencari dan mendekatkan diri kepada Allah, namun dilakukan demi tujuan duniawi, dapat dikategorikan sebagai syirik niat dan tujuan.

Syirik niat dan tujuan ini menafikan kesempurnaan tauhid, yang mengajarkan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya yang layak disembah dan diharapkan balasannya. Dengan melakukan amal semata untuk dunia, seseorang tidak hanya menyalahi perintah Allah, tetapi juga menempatkan kepentingan duniawi di atas kepentingan akhirat. Sebagaimana firman-Nya;

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيۡهِمۡ أَعۡمَٰلَهُمۡ فِيهَا وَهُمۡ فِيهَا لَا يُبۡخَسُونَ ١٥ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ لَيۡسَ لَهُمۡ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ إِلَّا ٱلنَّارُۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَٰطِلٞ مَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٦

Artinya: “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. Hud: 15-16).

Kesadaran ini mendorong seorang pebisnis untuk memperbaiki niatnya, menjadikan bisnis sebagai wujud pengabdian dan ibadah kepada Sang Pencipta. Setiap langkah yang diambil dalam bisnis merupakan bagian dari ibadah kepada Allah, dan tujuan utamanya adalah untuk mencari ridha-Nya. Meluruskan niat juga berarti membersihkan niat yang bercampur aduk dengan kepentingan lainnya, seperti agar dipandang kaya, supaya dihormati, atau agar suatu hari nanti dapat menjadi penguasa, dipandang dermawan, mudah mendapatkan perempuan atau kepentingan nafsu dunia lainnya.

Wallahu a’lam bish-shawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image