Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Regitha Chaerunnissa Rofian

Peran Lembaga Keuangan Mikro dalam Mengentaskan Kemiskinan

UMKM | Wednesday, 17 Apr 2024, 17:01 WIB
Sumber: Internet

Mengentaskan kemiskinan adalah salah satu bagian dari Suistainable Development Goals (SDGs) yang merupakan tujuan pertama dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat kemiskinan, dimana LKM mampu mengentaskan kemiskinan. LKM dapat menjadi alternatif lembaga keuangan bagi masyarakat miskin yang seringkali mengalami kendala dalam mengakses lembaga keuangan formal seperti perbankan.

Ketika lembaga keuangan formal seperti perbankan belum mampu menjangkau daerah terpencil atau masyarakat miskin, maka LKM dapat menjadi solusi untuk memberdayakan masyarakat, sehingga mereka memiliki pendapatan yang pada akhirnya dapat membebaskan mereka dari garis kemiskinan. Hal dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Layyinaturrobaniyah (2019) yang menyatakan bahwa LKM merupakan sebuah solusi alternatif dalam memberikan akses sumber pembiayaan usaha melalui penyaluran kredit.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perubahan peningkatan pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat di Kabupaten Sumedang. Kemudian, LKM telah berhasil memberikan pelayanan yang baik dan memudahkan masyarakat dalam mengakses pinjaman dengan suku bunga yang rendah, porsi pinjaman sesuai dengan yang dibutuhkan, serta proses pencairan pinjaman yang mudah.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa LKM memang solusi yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan. Melalui LKM, masyarakat mengalami adanya perubahan ekonomi dan sosial, dimana penghasilan masyarakat yang sebelumnya rendah kini menjadi meningkat, dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, menciptakan kesejahteraan sosial, dan mendukung tujuan dari pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Layanan yang tersedia pada LKM tidak hanya berupa penyaluran kredit yang diberikan pada masyarakat miskin saja, melainkan juga tersedianya layanan seperti tabungan sebagaimana yang terdapat pada lembaga keuangan bank. Namun, LKM tidak cukup apabila hanya sebagai salah satu alternatif dari perbankan yang berfokus sebagai lembaga intermediasi yang kegiatannya hanya menghimpun dan menyalurkan dana saja, melainkan LKM juga perlu mengikutsertakan layanan-layanan lain yang dapat mendorong tercapainya pemberdayaan masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah agar dapat terbebas dari kemiskinan.

Dengan hadirnya LKM, diharapkan dapat memberikan kesempatan yang besar bagi masyarakat miskin dalam mengembangkan usahanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan lembaga keuangan mampu mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini dikarenakan LKM dapat menciptakan tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui adanya pengembangan usaha yang dapat menciptakan lapangan kerja dan peningkatan produksi yang nantinya akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan hal tersebut sesuai dengan apa yang menjadi tujuan utama dari pembangunan yang berkelanjutan.

Menurut Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, untuk dapat mencapai pembangunan ekonomi berkelanjutan, tidak bisa apabila hanya dilakukan atau diupayakan oleh pemerintah saja, melainkan perlu adanya kontribusi dan kerjasama dari masyarakat juga. Berwirausaha atau melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu bentuk dari upaya dan partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan untuk dapat mengatasi permasalahan ekonomi dan sosial seperti kemiskinan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusriadi, et.al. (2020) yang menyatakan bahwa berwirausaha dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah kemiskinan, hal tersebut dibuktikan oleh berhasilnya masyarakat di Desa Padang Loang dalam meningkatkan pendapatan. Penelitian lain oleh Agustang, et.al. (2020) pun menyatakan bahwa pelaksanaan socialpreneur di Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng menunjukkan telah terjadinya perubahan sosial dengan meningkatnya keterampilan pada masyarakat dalam melakukan kegiatan wirausaha dan terbukti dapat meningkatkan pendapatan serta mengurangi angka kemiskinan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan kegiatan usaha terbukti dapat membebaskan masyarakat miskin keluar dari garis kemiskinan.

LKM sangat berkaitan erat dengan kegiatan usaha khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), mengingat LKM merupakan lembaga yang memang dapat memberikan solusi dan dukungan bagi masyarakat miskin khususnya dalam hal mengembangkan usahanya ketika lembaga keuangan formal seperti perbankan tidak mampu menjangkau wilayah terpencil, dimana LKM memang mengakomodasi masyarakat yang ingin berwirausaha. Untuk itu diperlukan adanya kebijakan atau regulasi terkait penguatan LKM agar terus berkembang sehingga dapat membantu masyarakat miskin atau pelaku usaha (UMKM) dalam mengakses layanan keuangan dikala sulitnya mengakses perbankan dikarenakan persyaratan atau mekanisme peminjamannya yang lebih rumit dan kompleks. Selanjutnya, pemerintah juga perlu

Menciptakan sistem tata kelola yang baik dan pemantauan serta pengawasan yang konsisten agar eksistensi LKM dapat tetap terjaga, sehingga penyaluran kredit terhadap masyarakat miskin akan mengalami tetap berlanjut guna pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Pemerintah juga perlu untuk menaruh perhatian lebih terhadap masyarakat miskin misalnya dengan melakukan intervensi yang dapat mempermudah masyarakat miskin untuk menjadi pelaku UMKM mengingat UMKM merupakan kontributor terbesar terhadap Produk Domestik Bruto. Menurut data dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia, UMKM berkontribusi terhadap PDB sebesar 60,5% atau sekitar Rp 8.573 Triliun setiap tahunnya, serta mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97% atau sekitar 116 juta orang dari total penyerapan tenaga kerja nasional.

Disamping UMKM terbukti dapat berkontribusi besar terhadap PDB, namun UMKM masih dihadapi oleh berbagai kendala. Menurut Hejazziey (2009), kendala yang umumnya dihadapi oleh UMKM ialah masih terbatasnya kemampuan dalam mengakses berbagai informasi seperti dalam mengakses sumber-sumber permodalan, penguasaan teknologi, dan kemampuan dalam mengembangkan atau memanajemen usahanya itu sendiri.

Oleh karena itu, diperlukan strategi ataupun upaya dalam mengatasi berbagai kendala atau permasalahan yang seringkali dihadapi oleh UMKM tersebut. Oleh karena itu peran LKM sangatlah besar dalam hal ini, dimana LKM diharapkan mampu memberdayakan dan mensejahterakan pelaku UMKM sehingga UMKM dapat terus tumbuh dan kuat. LKM perlu memberikan pelatihan atau pendampingan juga pada debitur khususnya bagi pelaku usaha yang ingin mengembangkan usahanya agar pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.

Alasan mengapa LKM perlu memberikan pelatihan dan pendampingan pada pelaku UMKM dikarenakan apabila UMKM mengalami kegagalan usaha dan tidak mampu dalam mengembalikan pinjaman maka pada akhirnya akan berdampak atau berimplikasi juga terhadap LKM itu sendiri. Pelatihan dan pendampingan bisa dalam bentuk peningkatan dan pengembangan usaha, keterampilan dalam melakukan pemasaran dan penguasaan teknologi yang dapat menjadi penunjang.

Akan tetapi, lembaga keuangan baik formal maupun non formal belum tersebar merata tersedia di seluruh penjuru di Indonesia. Hal ini lah yang membuat masyarakat miskin masih kesulitan dalam melakukan kegiatan usaha. Sehingga kualitas SDM pelaku usaha atau masyarakat miskin yang berada di wilayah tertinggal mungkin masih rendah, hal tersebut dikarenakan masih terkendalanya dalam mengakses LKM yang dapat membuat keinginan untuk berpartisipasi dalam melakukan kegiatan usaha dalam rangka mengentaskan kemiskinan masih rendah.

Dengan demikian, diperlukan adanya partisipasi dari masyarakat itu sendiri dan pendekatan misalnya berupa adanya pelatihan, sosialisasi, pendampingan dari pihak LKM yang dapat mendorong keberhasilan lembaga keuangan mikro dalam mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, terkadang kapabilitas dari pihak SDM LKM pun masih belum mumpuni, sehingga perlu adanya sosialisasi dari pemerintah ataupun stakeholder lain yang ikut serta dalam mendukung pelatihan dan pendampingan secara berkelanjutan atau konsisten agar dapat menguatkan lembaga keuangan mikro itu sendiri yang diperuntukkan bagi pelaku usaha UMKM.

Agar pelatihan atau pendampingan dapat berjalan dengan maksimal maka diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak seperti dari pemerintah, akademisi, dan praktisi yang memang sudah expert dalam bidang pengembangan usaha. Masih belum tersedianya layanan pelatihan dan pembimbingan berpotensi memperburuk keadaan seperti terjadinya kredit macet yang dapat membuat LKM kesulitan untuk konsisten dalam menyalurkan kredit.

Menurut data dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pada tahun 2020 tercatat sekitar 46,6 juta dari total 64 juta UMKM di Indonesia yang masih mengalami keterbatasan dalam mengakses sumber pembiayaan baik dari lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank. Melihat fenomena tersebut, sudah seharusnya pemerintah melakukan upaya untuk menciptakan sektor keuangan yang inklusif baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank agar UMKM tidak mengalami kendala lagi dalam mengakses sumber pembiayaan.

Oleh karena itu, melalui lembaga keuangan non bank yakni LKM diharapkan dapat terus tumbuh dan konsisten dalam membantu perekonomian masyarakat miskin dalam hal mengembangkan usahanya sehingga mereka memiliki penghasilan guna mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi. LKM tidak hanya mampu menjadi solusi pada aspek ekonomi atau finansial melainkan juga pada aspek sosial atau non finansial, dimana tidak hanya dapat membantu atau mendukung pelaku usaha untuk dapat meningkatkan pendapatannya, melainkan juga mampu menciptakan kesejahteraan sosial.

Sehingga, diharapkan LKM tidak hanya berorientasi pada maksimalisasi profit saja, melainkan dapat menempatkan kesejahteraan masyarakat menjadi fokus atau tujuan utama sebagai upaya dalam mengakselerasi pembangunan berkelanjutan yang dapat mendukung salah satu ujuan dari SDGs. Sebagai contoh, bunga yang ditetapkan dalam menyalurkan kredit jangan terlalu tinggi. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Banerjee dan Jackson (2017) di tiga desa di Bangladesh yang menyatakan bahwa tingginya suku bunga yang ditetapkan yakni sekitar 20%-25% per tahun menunjukkan masyarakat miskin mengalami kesulitan dalam membayarnya, dan membuat mereka semakin terjerat dalam kemiskinan.

Penelitian tersebut membuktikan bahwa sudah seharusnya LKM memang tidak boleh berorientasi pada maksimalisasi profit saja dengan cara menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi, hal tersebut justru berpotensi memperburuk keadaan dimana kemungkinan besar masyarakat miskin menjadi enggan untuk mengajukan kredit dan pada gilirannya pengentasan kemiskinan gagal untuk tercapai. Oleh karena itu, LKM boleh menggunakan pendekatan yang mengikutsertakan unsur profitabilitas, namun jangan terlalu berorientasi dengan cara menetapkan suku bunga yang tinggi dalam menyalurkan kreditnya, karena dengan penetapan suku bunga yang tinggi dikhawtirkan akan menjadi malapetaka bagi LKM itu sendiri yang berpotensi menimbulkan kredit macet.

Oleh: Regitha Chaerunnissa Rofian - Mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

DAFTAR PUSTAKA

Agustang, A., Suardi, Mutiara. I. A., & Ramlan, H. 2020. Social Preneur dalam Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. 3(2):331-342

A spiranti, T. 2009. Lembaga Keuangan Mikro dan Kemiskinan. Jurnal Manajemen dan Bisnis Performa. 6(2):132-151

Banerjee, S.B., & Jackson, L. 2017. Microfinance and the business of poverty reduction: Critical perspectives from rural Bangladesh. Human Relations. 70(1):63-91.

Cahyawan, W. & Machdum, S. V. 2019. Pendekatan Institutionalist dalam Keuangan Mikro dan Perannya Terhadap Pengentasan Kemiskinan: Permasalahan dan Solusi. Kesejahteraan Sosial. 5(1):64-80.

Febriyanti, H. P., Afifah, T. N., Aini, N. & Setiayawati, M. E. 2022. Socialpreneur Sebagai Strategi Dalam Mengentaskan Kemiskinan Melalui Layanan Lemabaga Keuangan Mikro: Literature Review. Jurnal Riset Ilmu Akuntansi. 1(4):261-275.

Hejazziey, D. 2009. Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk Mengentaskan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran. Jurnal Ilmu Ekonomi. 1(1):31-52.

Khavul, S. 2010. Microfinance: Creating Opportunites for the Poor?. Academy of Management Perspectives Journals, 24 (3):58-72.

Layyinaturrobaniyah. 2019. Lembaga Keuangan Mikro dan Pemberdayaan Perempuan Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Sumedang. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. 21(2):140-143.

Sakinah, N., Arifin, T., & Abdal. 2023. Peran Sociopreneur dalam Transformasi Sosial dan Pengentasan Kemiskinan Melalui Lembaga Keuangan Mikro Perspektif Sosiologi dan Antropologi. Strata Kajian Sosial dan Humainora. 1(2):117-126.

Supriyanto. 2006. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. 3(1):1-16.

Yusriadi, Tahir, S. Z., Awaluddin, M., & Misnawati. 2020. Pengentasan Kemiskinan Melalui Socialpreneur. Jurnal Pengabdian Masyarakat. 4(2):115-120.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image