Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Resha Hidayatullah

Krisis Etika dalam Politik Indonesia

Politik | Tuesday, 09 Apr 2024, 15:18 WIB
Doc/Pribadi

Sebut saja elit politik, seperti Joko Widodo, Calon Presiden 2024, dan petinggi partai, dianggap sebagai pemain utama dalam kontestasi politik 2024. Masyarakat sulit menemukan kebenaran di hati setiap politisi, dan beberapa menganggap politik sebagai arena kotor yang penuh ambisi kekuasaan. Namun, pandangan tersebut tidak sepenuhnya benar. Politik seharusnya menjadi sarana untuk memberdayakan masyarakat dalam mewujudkan kedaulatan negara . Oleh karena itu, pemahaman dan implementasi etika politik penting bagi setiap individu, mengingat adanya keterkaitan politik dengan kesejahteraan rakyat dalam suatu negara.

Dalam buku "Etika Politik" karya Prof Franz Magnis Suseno, dijelaskan bahwa etika politik bermula dari prinsip moral dasar kenegaraan modern. Cabang filsafat ini muncul di Yunani ketika struktur politik tradisional mengalami keruntuhan. Etika politik bertugas membantu pembahasan masalah ideologis secara objektif dengan menyediakan dasar argumen yang dapat dimengerti dan direspons oleh mereka yang memahami permasalahan tersebut

Akan tetapi, etika politik tidak dapat mengkhotbahi para politikus. Hal ini disebabkan pergeseran arah pandang para politikus yang hanya haus kekuasaan dan jabatan saja. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya kasus-kasus korupsi yang merambah, tumpulnya penegakan hukum, ketidakseriusan DPR dalam menyusun Undang-Undang seperti UU No 17 Tahun 2023 tentang kesehatan yang banyak tidak dihadiri oleh anggota DPR RI, menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, bahkan sampai pada pemilu 2024 ini isu tentang Jokowi yang haus jabatan dengan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya dengan menjadikan anak-anaknya sebagai pemeran utama kontestasi politik tahun ini. Tidak aneh, jika hal tersebut dilakukan meskipun harus menabrak konstitusi yang menyebabkan instansi Mahkamah Konstitusi kehilangan kepercayaan rakyat sebagai penegak hukum utama negara. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, masa depan kedaulatan bangsa ini ditentukan arahnya oleh keputusan rakyatnya sendiri. Untuk itu, penting rasanya masyarakat memahami tentang etika politik sebagai tolak ukur dalam menentukan pilihan wakil rakyat yang akan dilakukan nanti di tanggal 14 februari 2024.

MEMAHAMI ETIKA POLITIK DAN PERANNYA DALAM MENATA SEBUAH NEGARA

Secara bahasa etika politik terbagi menjadi dua kata, yaitu etika dan politik. Etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu ethos. Artinya adalah kebiasaan, adat, watak, akhlak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Sedangkan politik, yang juga berasal dari kata Yunani politicos memiliki arti city (kota). Secara terminologi diartikan sebagai keterampilan atau strategi dalam menghimpun dan menggunakan untuk mencapai sebuah tujuan.

Etika politik termasuk pada ranah disiplin ilmu politik. Namun secara spesifik etika politik masuk dalam kajian filsafat politik. Kajian dari filsafat politik bersifat metasains; dimana kajian filsafat politik tidak hanya mengkaji realitas secara langsung saja, tetapi lebih fokus untuk mengkaji dan membedah pemikiran kepada suatu fenomena dari realitas politik secara ilmiah oleh ilmu politik.

Dari asal pengertian diatas, maka kita memahami satu hal bahwa etika politik merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang filsafat moral dalam ranah politik kehidupan manusia, atau cabang filsafat yang membahas prinsip moralitas berpolitik (Suseno, 2018). Dalam praktiknya etika politik diterapkan untuk menuntut segala tindakan politisi yang mengklaim atas hak untuk menata masyarakat atau negara dapat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat untuk menerapkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas berpolitik yang nyata.

RUQYAH MASSAL ELIT POLITIK, INDONESIA MILIK KITA!

Apabila kita merefleksi agenda pemilu 2024 ke belakang, rasanya pesta demokrasi hari ini penuh dengan drama-drama yang tidak elok yang dihadirkan oleh para elit politik Indonesia. Semuanya terkesan atas kepentingan Individu dan kelompok. Terbukti sampai pada h-10 pemilihan masyarakat disodorkan dengan isu-isu yang tak senonoh dari para playmaker politik Indonesia.

Apabila berkaca ke belakang, Indonesia hari ini sedang mengalami krisis etika berpolitik. Ramalan Aristoteles sangat tercermin pada negara ini. Pasalnya, Indonesia hari ini lebih mirip dengan pemerintahan aristokrasi. Yang pada ujungnya mengarah kepada pemerintahan oligarki, yakni pemerintahan yang dikendalikan oleh minoritas dari kalangan elit. (Aristoteles, 1995: Bab II, Point 5). Penulis sepakat dengan pemikiran Aristoteles, bahwa pemerintahan yang benar adalah pemerintahan yang mampu menegakkan supremasi hukum.

Oleh sebab itu, rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan demokrasi haruslah pintar dan tidak bosan mengingatkan para wakil rakyat yang diamanahi untuk menjaga kedaulatan rakyat. Kepentingan rakyat harus di atas segalanya. Fenomena politik yang harus menabrak konstitusi negara harus dibabat habis. Pemilu 2024, bukan tentang Surya Paloh, Megawati, dan Joko Widodo, atau tentang Nasdem, Gerindra, dan PDIP beserta koalisinya. Tapi ini tentang nasib bangsa. Kontestasi politik hari ini seakan menggambarkan pertarungan elit politik tersebut tanpa memikirkan nasib bangsa.

Maka, dengan terbitnya tulisan ini menjadi sebuah refleksi dan kritikan terhadap elit politik untuk kembali kepada etika politik. Penulis berharap kontestasi ini dikembalikan kepada tujuan awal bernegara. Pertama, tujuan untuk mewujudkan dan memelihara kebaikan dengan menghubungkan politik dan kebaikan. Kedua, mengembalikan paradigma politik sebagai ilmu paling agung yang meliputi banyak kebaikan, yang melayani dan menaungi semua disiplin ilmu untuk merumuskan kedaulatan Indonesia.

Oleh: Resha Hidayatullah, Kader HMI Cabang Ciputat, Mahasiswa UIN Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image