Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Orang yang Cerdas adalah Orang yang Mengevaluasi Dirinya

Agama | Monday, 08 Apr 2024, 12:25 WIB
Dokumen EKRUT

Dalam perjalanan hidup manusia, seringkali kita terjebak dalam pusaran ambisi duniawi yang menyesatkan. Kita terlena oleh kesenangan semu dan terbuai oleh keindahan dunia yang sementara. Namun, di balik itu semua, terdapat sebuah pesan abadi yang terkandung dalam sabda Nabi Muhammad, yang menjadi pelita penerang dalam mengarungi samudera kehidupan yang penuh badai.

Sabda Nabi yang berbunyi, "Orang yang cerdas adalah orang yang mengevaluasi dirinya dan beramal untuk setelah kematian dan orang yang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya kepada hawa nafsunya dan berharap dari Allah," mengandung hikmah yang sangat berharga. Dalam untaian kata yang sederhana namun penuh makna, kita diingatkan tentang hakikat sejati keberadaan manusia di dunia ini dan tujuan mulia yang seharusnya menjadi pedoman hidup kita.

Mengevaluasi diri merupakan kunci utama dalam mencapai kecerdasan yang sejati. Manusia yang cerdas tidak hanya berhenti pada pencapaian intelektual semata, tetapi juga memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri secara mendalam. Ia menyadari bahwa di balik eksistensi fana ini, terdapat dimensi keabadian yang jauh lebih bernilai. Dengan mengevaluasi diri, seseorang dapat melihat kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, serta menemukan jalan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas hidup secara spiritual.

Selanjutnya, sabda Nabi menekankan pentingnya beramal untuk kehidupan setelah kematian. Inilah esensi sejati dari keberadaan manusia di muka bumi. Kita diciptakan bukan hanya untuk menikmati kesenangan duniawi yang sementara, melainkan untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan abadi di akhirat. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan, setiap senyuman yang kita tebar, dan setiap kebaikan yang kita sumbangkan akan menjadi bekal berharga bagi kehidupan kekal setelah kematian.

Di sisi lain, orang yang lemah digambarkan sebagai orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap dari Allah semata. Ia terjebak dalam belenggu nafsu yang menipu dan membutakan mata hatinya dari kebenaran. Ia hidup dalam kegelapan, terombang-ambing oleh keinginan duniawi yang tak pernah puas. Meskipun berharap dari Allah, namun harapannya tidak disertai dengan usaha dan perjuangan yang sungguh-sungguh.

Mengikuti hawa nafsu hanyalah sebuah jalan menuju kehancuran diri. Ia menyesatkan manusia dari fitrah sejatinya sebagai makhluk mulia yang diciptakan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta. Nafsu seringkali menjerumuskan manusia ke dalam kegelapan dosa dan kemaksiatan, menjauhkan diri dari cahaya petunjuk Ilahi. Oleh karena itu, setiap manusia harus mampu mengendalikan nafsu dan menjadikannya sebagai kekuatan positif dalam menggapai ridha Allah.

Dalam menghadapi tantangan hidup yang tak pernah henti, kita perlu mencontoh sikap orang yang cerdas, yaitu dengan senantiasa mengevaluasi diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Kita harus meninggalkan kebiasaan buruk dan memperbaiki diri secara terus-menerus. Setiap langkah dan perbuatan kita harus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan abadi di akhirat kelak.

Dengan mengevaluasi diri, kita dapat mengenali kekurangan dan kelemahan kita, serta berusaha untuk memperbaikinya. Kita juga dapat menyadari potensi dan kelebihan yang kita miliki, dan mengembangkannya untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Evaluasi diri ini bukan hanya dilakukan secara intelektual, tetapi juga secara spiritual, dengan senantiasa memperdalam hubungan kita dengan Allah.

Selanjutnya, beramal untuk kehidupan setelah kematian menjadi tujuan utama dalam hidup kita. Kita harus menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, dan kehidupan yang kekal ada di akhirat kelak. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan, setiap ilmu yang kita pelajari, dan setiap kebaikan yang kita sumbangkan akan menjadi investasi berharga bagi kehidupan abadi kita nanti.

Dalam menjalani kehidupan ini, kita seringkali dihadapkan pada godaan dan rintangan yang menghalangi langkah kita menuju kebaikan. Namun, dengan berpedoman pada sabda Nabi ini, kita dapat menemukan kekuatan dan keteguhan hati untuk terus melangkah di jalan yang benar. Kita harus senantiasa waspada terhadap godaan nafsu dan mengendalikannya dengan kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah.

Pada akhirnya, kehidupan yang sejati tidak diukur dari keberhasilan duniawi yang sementara, melainkan dari kualitas keabadian jiwa kita. Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengevaluasi diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, sementara orang yang lemah adalah mereka yang terperangkap dalam belenggu nafsu dan mengabaikan kehidupan abadi yang sesungguhnya.

Marilah kita menjadi manusia yang cerdas, yang mampu mengendalikan nafsu dan mengarahkan langkah kita menuju kebaikan. Marilah kita mengevaluasi diri dan memperbaiki kekurangan kita, serta beramal untuk kehidupan setelah kematian. Hanya dengan cara inilah kita akan menemukan kebahagiaan sejati dan keabadian jiwa yang sesungguhnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image