Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tina Haryati S.Pd.I, M.Pd.

Setulus Cinta Suci Santri Puteri

Sastra | Wednesday, 31 Jan 2024, 12:24 WIB

Asrama Puteri

Jam di dinding menunjukan pukul 2 pagi. Aku terbangun sesaat setelah melihat wajahmu yang tersenyum dalam mimpiku tadi.Dengkuran teman teman yang masih terlelap di atas tempat tidur kayu kecil yang yang berjejer rafi. Sesekali ceracau santri yang mengigau memecah sunyi. Asrama masih sepi.

Masih satu jam kedepan asrama bergeliat memulai aktivitasnya dengan mengeja kalam ilahi. Tahfid dimulai pukul tiga pagi. Dingin menyergap, hawa segar mulai menyelinap ke pori pori wajahku leawat tetesan air wudhu. Sesaat kemudian aku larut dalam sujud sujud panjangku di keheningan malam, menghapus bayang wajahmu yang sempat hadir dalam mimpiku, tadi .

Ikhwan ada yang lain menungguku

Padamu ikhwan

Kau pasti tau sakitnya cita yang tak terkatakan, yang hanya mampu didekap dalam bungkam. Sejak menatapmu pertama kali di acara pramuka tempo hari ada getar yang tiba-tiba menjalari kalbu, mendekat diam-diam membalut hati dengan perasaan yang sulit terucap kata. Tujuh purnama berlalu sejak kita saling menatap tanpa kata dan suara,hanya seulas senyum tipis yang menghias wajah sendumu, yang sulit terhapus hingga kini

Tak boleh terhapus!!

Itu sejatinya yang kumau. Karena bayang wajah mu sekedar penawar rindu yang tiba2 menggebu dalam kalbu , rindu mulai menyergapku ! Padamu ikhwanku , munginkah engkau takdirku?....

Itu harapanku ..

Asrama Puteri, tengah tahun pertama

“ikhwan” ..

Hari-hariku adalah penantian, gelisah menjadi rutinitas yang kuhadapi setiap hari. Menanti sesuatu yang tak pasti adalah kesia -siaan tapi bagiku tidak, karena penantian menyisakan secuil harapan atas cinta terpendam yang kuharap tak bertepuk sebelah tangan.

Pagi tadi aku melihatmu kembali ikhwan.!

Setelah sekian purnama, bibir manismu kembali mengulas senyum saat mata kita saling menatap. Barisan berseragam biru milik pondokmu, bergegas melangkah. Ketika dari arah selatan aku datang bersama teman pondoku, berseragam merah muda. Tak ingin ada fitnah! Namun masih kulihat, kau sengaja memperlambat langkahmu. Sambil sesekali melirik kearah kami. Apakah kau mencariku? Mungkinkah senyum manismu saat mata kita saling menatap adalah jawabnya?!

asrama Puteri, setelah libur idul fitri

“ikhwan” .

Aku menatap hari dengan senyuman. Menatap pondoku kembali dan kembali ke kota ini, bagiku itu berarti aku bisa menatapmu kembali , meski hanya di hari minggu pagi. Saat pondok kita sama -sama bersyiar lewat olahraga.

“ikhwan aku mencintaimu .!”

Perasaan yang sejak dulu aku hindari.!! Jatuh cinta??? Untuk apa?..

Aku hanyalah wanita biasa dengan rupa yang juga biasa. Statusku sebagai pelajar dan juga santri, menuntutku untuk mampu bertanggung jawab atas beban yang dititipkan orang tua padaku. Hidup bagiku adalah perjuangan tanpa batas. Seringkali aku measa bagai kapal kecil yang berlayar tanpa rasi bintang, terapung apung dan sesekali membentur karang. Namun sejak melihatmu pertama kali di acara pramuka tempo hari, hatiku begitu saja bicara.

“ Kau teristimewa bagiku,.. aku mencintaimu”.

Walau tak bisa ku jabat erat tanganmu, tak bisa kudekap erat tubuhmu, tapi kau tetap miliku, walau hanya di waktu malam. Kau hadir didalam mimpi mimpiku, menghadiahi aku setangkai mawar nan indah. Aku bahagia walau hingga detik ini, cinta itu masih tersimpan di sini,..dihatiku!!

Asrama Puteri, hanya lewat mimpi

“ikhwan” .

Diantara bunga setaman, kau duduk sambil memegang gitar. Memainkan melodi cinta untuku bersama kumbang dan kupu kupu yang turut larut. Bibirmu kembali mengukir lengkung pelangi terbalik, tatap mesramu monohok jantungku, kedua tanganmu terbuka dan terulur kepadaku. Dadaku gemuruh, langkahku kuayun kearahmu, ingin sekali aku cepat berada dalam dekapmu. Namun belum saatnya! Aku terperanjat! !terbangun dari mimpi indah bersamamu. Gontai langkahku satu persatu menuju aula utama. Dari sana kutatap langit bertabur bintang gemintang. Angin pagi menyapa wajahku. Sesaat lagi fajar datang memulai hari, membawa segenggam harapan pada segenap insan.

“terima kasih ikhwan ”

Kau mau berlaku laksana fajar, memulai cinta yang lama terpendam terucap lewat kata, meski hanya sebatas puisi. Kau mengirim aku kartu indah dihari miladku. Tak sadar aku loncat - loncat dalam kamar. Diantara tatap heran teman- teman. Air mataku sempat menetes beberapa saat

Setelah sekian lama.

Mimpi itu tak lagi semu..!

asrama Puteri, tahun ketiga. Perpisahan.

“ikhwan”

Waktu berlalu tanpa mampu dicegah. 3 tahun dalam penantian tanpa kepastian adalah hari- hari yang melelahkan. Dua buah puisi indah kuterima darimu, tanpa kita saling bertemu. Dalam puisi terakhirmu cintamu terungkap nyata. Kau mencintaiku juga dalam diam. Usia kita yang masih remaja juga tanggung jawab kepada orang tua , tak mungkinkan cinta kita menyatu saat ini.

“ikhwan, kau ingin aku menunggumu ?” .

Kuyakinkan padamu, aku akan menunggumu!! Aku mencintaimu tanpa keraguan, dan dengan keyakinan penuh aku menjatuhkan pilihan. Aku adalah wanita yang memilih sekaligus menerima resiko dari pilihan yang kubuat. Tak ada kata mundur.

Apa mustahil bagi kita untuk bersama?. Bukankah Alloh tempat bagi segala kemustahilan? Itulah kenapa selama tiga tahun ini kusandarkan doa padaNya dikeheningan malam. Cita- cita untuk menjadi bidadarimu. Aku mencintaimu teramat dalam pada batas terdalam cinta yang dirasakan manusia. Menunggu bukan masalah bagiku,..adapun penantian panjang yang telah kulewat biarlah menjadi bagian dari sejarah hidupku. Walaupun setelah ini aku harus kembali menanti .,

Bogor, tahun pertama

Aku melihatmu hari ini, indah seperti biasa. Kau mengenakan kemeja berwarna biru dan celana bahan berwarna hitam. Seragam putih-abu telah kau tinggalkan setahun yang lalu. Wajah tampanmu kini terlihat lebih dewasa.

Waktu yang berlalu sama sekali tak mengurangi rasa cintaku. Aku memandangmu dari jauh, dari balik taman taman asri yang mengelilingi kampusmu. Memandangmu dalam diam adalah suatu kebahagiaan. Meskipun itu seringkali menyakitkan. Karena cinta sejatinya harus diungkapkan, dinyatakan, dan dibuktikan dengan sikap. Matamu tak menatapku, tapi kutahu hatimu merasakan kehadiranku. Yang sengaja datang ke kampusmu. Inilah bukti cintaku, menghabiskan waktu berjam jam dalam bis, panas, berdesakan , tak membuatku lelah untuk datang ke kotamu. Sementara aku memilih kota kembang untuk studyku.

Cinta adalah pengorbanan!!

Pengorbananku tak seberapa. Lelah itu langsung tak berbekas saat kulihat wajahmu cerah, mengumbar tawa dengan teman-temanmu. Kebahagiaan pecinta adalah ketika melihat yang dicintainya bahagia. Maka dalam diam harapan kurajut, kita akan bahagia dalam balutan cinta.

Bandung, tahun ke enam

“ikhwan, ”

Siapa yang bisa memilih cinta? kapan cinta harus hadir? Dan pada siapa cinta harus tumbuh? Tak ada!! Karena cinta adalah anugrah Nya.

Aku menjatuhkan pilihan padamu ikhwan! Dengan harapan dan keyakinan. Walau setitik, harapan tetaplah harapan dan lebih dari layak untuk diperjuangkan. Keyakinan pula yang mampu membendung langkahku menuju kampusmu. Memandangmu dari kejauhan, melihatmu berbicara membuatku hidup. Tapi tugas kampus yang menumpuk menghalangiku menatap senyum indah di parasmu. Aku harus mengambil jeda untuk membuktikan cintaku. Pembuktian dalam diam sungguh keniscayaan. Aku tidak menyalahkan mereka yang tidak percaya, bagaimana aku seorang wanita yang rapuh. Mampu bertahan dalam penantian panjang atas cinta yang bahkan tak pernah kau ungkapkan dalam nyata. Tak pernah sekalipun kita bertemu berdua. Hanya sekilas dan sepintas, tapi begitu dalam tertanam.

Ikhwan, aku tak pernah merasa sendiri. Wajahmu menyapaku setiap hari di layar komputerku. Tak pernah ada yang melihat fotomu terselip diantara lembaran Diaryku, diantara diktat kuliahku. Sosokmu terlukis di dalam hati dan tak pernah pudar meski, . 6 tahun berlalu .!

Kau tidak tau betapa sulitnya untuk tetap berada dalam ketulusan. Memastikan waktu untuk tak memaksaku hengkang dari kesetiaan. Tetap dalam penantian. Untuk menyimpan cinta dalam diam, dan melewati hari dengan hati teriris-iris oleh rindu, cinta dan cemburu. Pernah aku menangis dan ingin menyerah atas cinta yang Dia pilihkan untuku. Tapi ikhwanku, kau adalah keajaiban yang dikirimkannya untukku, untuk anugrah sebesar ini aku hanya perlu bersabar.

Delapan tahun mencintaimu dalam diam membatku memiliki harapan, hidup tak sekedar mengalir. Mencintaimu membuatku menjadi manusia yang lebih baik. Tak pernah kulalalaikan perintahNya. Karena melalaikan perintahNya itu berarti melewatkan kesempatan untuk mendoakanmu diusai sholatku, di setiap sujud panjangku dikeheningan malam tak henti untaian doa kupanjatkan untuk kita, untuk cinta kita!

Ikhwanku,..

Malam ini adalah sujud terpanjang dalam hidupku. Haru dan bahagia menyatu dalam tangis yang mengalir deras. Ketulusanku, penantianku, melewati hari hari yang kulewati dengan cinta yang hampir padam, rindu yang hampir beku, dan cemburu yang seringkali membelenggu, aku tak menyesal. Kesabaranku berbuah permata.

Kini aku tak lagi mencintaimu dalam angan. Aku merasa seperti terlahir kembali, laksana bayi yang telah lama merindukan bumi, saat senyum manismu menyapaku dari balik pintu rumah mungilku. Bersama tiga orang sahabatmu kau datang meminangku.

Delapan tahun menantimu tak sia sia. Kau datang padaku membawa segenap cinta. Pada waktu yang seakan telah kita sepakati bersama, setelah kita sama -sama bergelar sarjana.

“Ikhwan .,”

Kau datang meminangku dengan sebuah bingkisan indah, tempat dimana semua isi hatimu tercurah. Sebuah Diary cantik. Di sana tertulis cinta, rindu, dan harapan mu untuku. Delapan tahun aku mencintaimu dalam diam , delapan tahun juga kau mencintaiku juga dalam diam.

Kau selalu sisakan waktu untuk sekedar memandangkau dari kejauhan. Kau datang ke kota kembang untuk memastikan bungamu tak di ganggu kumbang -kumbang. Itulah mungkin kenapa, aku selalu merasa kau selalu menemaniku kemanapun aku melangkah. Air mataku menderas di keheningan malam. Tak dapat ku bendung. Air mata bahagia atas segala cinta yang dianugrahkanNya pada Qta. Cinta yang terbalut sederhana namun tak pernah pudar termakan masa

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu pada api yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan pada hujan yang menjadikannya tiada.

(puisi,”aku ingin” karya Sapardi Djoko Damono)

Syukur kudzikirkan pada Mu wahai dzat pemilik cinta ..

***

Tujuh Belas Tahun Kemudian, Menuju Kota Sukabumi

Kendaraan yang kita tumpangi melaju membelah pagi. Disaat embun berguguran menciumi bumi. Dua mujahid cilik kita berceloteh di jok belakang. Kuambil selembar tisu, tuk mengelap peluh yang mulai bercucuran di dahimu. Kau tersenyum padaku tulus. Tanganmu menjabat jariku sesaat, sebagai ungkapan terima kasih yang tersirat. Kini qta tak lagi mencinta dalam diam, karena sejatinya cinta memang harus diungkapkan lewat pujian, tatap mesra dan dekapan hangat yang menghiasi mahligai cinta yang kita bangun sejak ikrar suci yang kau ucapkan 17 tahun silam,

Padamu kugantungkan harapan, aku sembunyi dalam dekapmu kala dunia tak lagi memberiku senyuman. Karena dalam dekapmu aku menemukan kekuatan dan pada parasmu aku menemukan ketulusan melimpah.

Sukabumi menyambut kita dengan senyuman. Dikota ini, dulu kita merajut harapan, cinta dan keyakinan. Gapura bertuliskan Yaspi Pontren Syamsul Ulum, masih berdiri kokoh meski terlihat besi yang mulai berkarat dan tulisannya yang memudar. Di pondok inilah, puteri pertama kita, Aulia puteri Salsabila akan kita titipkan agar ia mengenal cinta. Dan putera kita, Rama Nadhifa Al Ghazi merajut kemandirian di Pondok pesantren terpadu Hayyatan Thayyibah.

Dipondok ini dua jundi kecil kami titipkan. Kenalkan mereka dengan cinta, ajari mereka mengolah cinta sederhana, cinta sewajarnya yang tak melampui batas syariatNya. Sejatinya cinta harus diungkapakan, dinyatakan, dan dibuktikan.

Cinta tak pernah meminta, karena sejatinya cinta adalah memberi tanpa pamrih.

Cinta tak pernah memaksa karena sejatinya cinta adalah ketulusan.

Cinta tak pernah membawa noda, karena sejatinya cinta adalah kesucian.

Syukron! Telah mengajari kami menjaga cinta tetap suci .

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image