Tamadun Melayu: Hikayat Pelanduk Jenaka
Sastra | 2024-04-27 00:17:28Masyarakat Melayu memiliki sejarah budaya yang kuat dengan rupa tamadun sejak zaman dahulu. Unsur-unsur pelajaran dan pedoman disampaikan secara halus dan tersirat termaktub dalam tamadun-tamadun tradisional masyarakat Melayu.
Hal-hal ini mencerminkan bagaimana jati diri bangsa Melayu. Hikayat Pelanduk Jenaka memiliki pesan-pesan yang berfokus kepada aturan dalam bertingkah laku yang sesuai dengan kebaikan. Abdul Hakim sebagai penulis memberi pemahaman bahwa manusia harus menggunakan akal pikiran dalam beragama dan senantiasa berdo’a dalam setiap keadaan yang dihadapi.
Ajaran yang sesuai dengan agama Islam memerintahkan untuk terus mendorong manusia agar terus berikhtiar dalam kebaikan. Tak hanya menyangkut hubungan terhadap Tuhan, pengarang juga memberikan pandangan tentang urgensi peranan sosial, interaksi sosial, dan keseimbangan antara hubungan dengan Tuhan dan antar sesama (Bakar R. A., 2017).
Naskah berjudul Hikayat Pelanduk Jenaka bernomor Or.1932 digitalisasi dan menjadi koleksi digital dari perpustakaan Universitas Leiden, Belanda pada tahun 2018. Terdapat 93 scan asli dari naskah ini, penulis naskah adalah Abdul Hakim Hikayat Pelanduk Jenaka berbahasa Melayu dengan aksara Arab. Terdapat 159 halaman di dalam naskah Hikayat Pelanduk Jenaka. Hikayat ini dibuat di Batavia, pada abad ke-19. Naskah dapat diakses melalui URL: http://handle.net/1887.1/item:2077321. Koleksi digital ini dapat di download melalui link yang tertera di bagian deskripsi.
Naskah menggunakan tinta hitam dengan rubrikasi (bagian yang bewarna merah), terdapat 13 baris disetiap halaman naskah, naskah dalam kondisi baik ditandakan dengan tidak adanya kerusakan yang berarti. Naskah ini menceritakan tentang kisah Pelanduk yang cerdik, dengan tipu muslihatnya Pelanduk dapat mengelabui seluruh isi rimba dan menjadikannya sebagai raja rimba.
Dalam kisah Pelanduk Mendamaikan Harimau dan Kambing, Pelanduk berbual kepada Kambing bahwa Harimau akan datang memangsanya, dengan do’a yang Pelanduk ajarkan maka Kambing akan terlindung dari serangan Harimau. Kemudian Pelanduk berpura-pura melakukan pertapaan dengan melumuri jenggot, kumis, dan kepalanya mengunakaan getah pohon Ara sehingga berubah menjadi warna putih. Dengan penyamarannya Pelanduk datang kepada Kambing dan berhasil membuat Kambing percaya padanya. Begitupun Harimau, dengan rencana-rencana licik dari Pelanduk ia dengan mudah tertipu.
Totalnya terdapat tujuh cerita yang terdapat di dalam Hikayat Pelanduk Jenaka yaitu; Pelanduk Mendamaikan Harimau dengan Kambing, Pelanduk Membunuh Raksasa, Kera Tak Mau Takluk, Gajah Takluk kepada Pelanduk, Pelanduk Menaklukkan Raja Singa, Buaya Ditaklukkan dengan Getah, dan Kera mendapat hukumannya. Tokoh Pelanduk (Kancil) digambarkan sebagai karakter yang cerdik dan baik hati, nilai moral yang terkandung dalam Hikayat Pelanduk Jenaka merepresentasikan budaya Melayu itu sendiri.
Melalui Hikayat ini, pengarang berhasil menyampaikan pengajaran tanpa membuat pembaca merasa tertekan dan terpaksa, asyarakat umum memandang bahwa dengan bercerita seolah itu merupakan suatu kegiatan meghibur yang menyebabkan ajarannya masuk kedalam diri secara perlahan dan menyenangkan. Secara tak sadar daya kritis pendengar dan pembaca berfungsi saat memahami perihal kepincangan-kepincangan yang terjadi pada masa itu.
Dengan contoh-contoh yang diceritakan, tersirat harapan agar manusia selalu ingat bahwa berbuat baik dan memiliki akhlak terpuji merupaka tujuan dari kehidupan sebaliknya, kejahatan dan perbuatan buruk pasti akan mendapatkan ganjaran setimpal.
Menilik lagi kedalam Hikayat Pelanduk Jenaka, memiliki berbagai ragam bahasa yang berbentuk prosa. Memiliki unsur keindahan dengan makna yang jenaka, terdapat metafora, analogi, hiperbola, dan kiasan yang memudahkan pembaca untuk memahami penjelasan, pengajaran, dan hikmah yang terkandung dalam Hikayat Pelanduk Jenaka.
Dalam penelitian yang dilakukan di Universiti Putra Malaysia pada tahun 2016 menjelaskan bahwa dalam penggunaan Hikayat Pelanduk Jenaka sebagai bahan ajar bagi anak-anak dan remaja dapat membangun kecerdasan emosi, jasmani, rohani, dan intelek dengan cukup signifikan. Hal ini dikarenakan ragam bahasa yang digunakan merangsang perkembangan kognitif anak-anak, terutama dalam kecerdasan bodily-kinesthetic dan kecerdasan bahasa (Bakar, 2016).
Rujukan
Manuskrip
Perpustakaan Universiti Leiden, (Cod.Or. 1932).
Artikel
Bakar, R. A. (2017). Komunikasi Tradisi dalam Kepengarangan Hikayat Pelanduk Jenaka. Kemanusiaan, 24(1), 23-49.
Bakar, R. B. (2016, November). Hikayat Pelanduk Jenaka: Perkembangan Kecerdasan Bodily-kinesthetic dan Kecerdasan Bahasa Kanak-kanak dan Remaja. Post-Doktoral Institute For Asian Studies (IIAS).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.