Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Waode Andini Syamsuriani

Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi (Ketauhidan Menuju Integrasi Ilmu Pengetahuan

Agama | Tuesday, 26 Dec 2023, 12:22 WIB

Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi, seorang cendekiawan Islam yang berpengaruh pada abad ke-20, menandai upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan modern. Lahir pada tahun 1921 di Palestina, Al-Faruqi tumbuh dalam konteks politik dan sosial yang menantang, yang memberinya pengalaman yang mendalam tentang konflik dan tantangan di dunia Islam. Karya-karya dan pemikirannya mencerminkan tekadnya untuk mengatasi divisi antara Islam dan ilmu pengetahuan, serta mengarahkan pandangan ke arah integrasi tauhid dalam konteks lembaga pendidikan.

Ismail Raji Al-Faruqi dilahirkan pada 1 Januari 1921 di Palestina dan meninggal dunia pada 24 Mei 1986 di rumahnya. Ayahnya, Abd al Huda Al-Faruqi, adalah seorang hakim Muslim yang sangat taat pada agamanya. Al-Faruqi mendapatkan pendidikan agama dari guru-guru dan madrasah setempat.Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar di rumah, masjid, dan madrasah. Pendidikan menengahnya dijalani di College des Ferese, Libanon, dengan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantar, dan kemudian di American University, Beirut, jurusan Filsafat. Setelah memperoleh gelar Bachelor of Arts (BA) pada tahun 1941, ia bekerja sebagai pegawai pemerintah Palestina di bawah mandat Inggris. Pada usia 24 tahun pada tahun 1945, Al-Faruqi diangkat sebagai Gubernur di provinsi Galelia, Palestina, namun jabatannya tidak berlangsung lama karena provinsi tersebut jatuh ke tangan Israel pada tahun 1947.

Akibatnya, ia pindah ke Amerika.Setelah setahun di Amerika, Al-Faruqi melanjutkan studinya di Indiana University dan meraih gelar Master dalam bidang Filsafat pada tahun 1949. Dua tahun kemudian, ia memperoleh gelar Master kedua dari Universitas Harvard. Pada tahun 1952, Al-Faruqi meraih gelar Ph.D. dari Universitas Indiana dengan disertasi berjudul "On Justifying the God: Metaphysic and Epistemology of Value" (Tentang Pembenaran Tuhan: Metafisika dan Epistemologi Nilai). Tidak puas dengan pencapaian ini, Al-Faruqi pergi ke Mesir untuk memperdalam ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar, Kairo.Pada tahun 1959, Al-Faruqi kembali dari Mesir dan mengajar di McGill, Montreal, Kanada, untuk mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif. Dua tahun kemudian, pada tahun 1961, ia pindah ke Karachi, Pakistan, untuk bergabung dengan Central Institute for Islamic Research (CIIR) dan jurnalnya, Islamic Studies.

Pada tahun 1963, Al-Faruqi kembali ke Amerika dan mengajar di School of Divinity, Universitas Chicago, sambil melakukan studi Islam di Universitas Syracuse, New York. Pada tahun 1968, ia menjadi guru besar Pemikiran dan Kebudayaan Islam di Temple University, Philadelphia.Al-Faruqi mendirikan dan memimpin Departemen Islamic Studies hingga akhir hidupnya pada 27 Mei 1986. Menurut beberapa sumber, ia meninggal karena diserang oleh orang tak dikenal yang diidentifikasi sebagai agen Mossad, agen rahasia Israel. Tragedi ini juga menewaskan istrinya, Dr. Louis Lamnya, dan kedua putranya.Selama hidupnya, Al-Faruqi aktif dalam gerakan-gerakan Islam dan keagamaan. Bersama istrinya, ia membentuk kelompok-kelompok kajian Islam seperti Muslim Students Association (MSA), American Academy of Religion (AAR), The Association of Muslim Social Scientist (AMSS), Islamic Society of North America (ISNA), serta menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS).Pencapaiannya yang monumental termasuk mendirikan International Institute of Islamic Thought (IIIT).

Al-Faruqi sering diundang sebagai tutor oleh pemimpin muda Muslim yang terlibat dalam gerakan Islam. Ia juga menjadi penasihat di berbagai universitas di dunia Islam dan turut serta dalam merancang program studi Islam di Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Libya, Arab Saudi, Mesir, serta di tempat-tempat terpencil seperti Mindanao State University, Filipina, dan University Islam Kum, Teheran.

Sebagai seorang intelektual yang produktif, Al-Faruqi menulis sekitar seratus artikel sepanjang hidupnya, mencakup berbagai topik seperti etika, seni, sosiologi, kebudayaan, metafisika, dan politik. Karya-karyanya yang komprehensif dan saling berkaitan mencakup buku pertamanya pada tahun 1962, "On Arabism, ‘Urabah and Religions: An Analysis of the Dominant Ideas of Arabism and of Islam as its Highest Moment of Consciousness." Karya-karya lainnya termasuk "Usul al-Sahuniyyah fi al-Din al-Yahudi" pada tahun 1964, "Christian Ethics" pada tahun 1967, dan buku atlas sejarah agama seperti "Historical Atlas of the Religions of the World."Pada akhirnya, Al-Faruqi meninggalkan warisan besar dalam pengembangan pemikiran Islam dan menjadi figur penting dalam gerakan-gerakan keagamaan dan keIslaman.

Adapun Pemikiran dan Karya Ismail Raji Al-Faruqi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi:Ismail Raji Al-Faruqi merupakan seorang intelektual yang sangat produktif dalam karyanya sebagai penulis. Pemikiran yang dikemukakan oleh Al-Faruqi banyak menggagas ide dan konsep yang relevan dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Beberapa dari pemikiran Al-Faruqi mencakup:

a. Pandangan tentang Pendidikan:Menurut Al-Faruqi, umat Islam saat ini berada dalam keadaan yang rentan. Kemunduran yang telah dimulai dewasa ini telah menyebabkan Islam mengalami fase kemunduran. Kondisi ini turut berkontribusi pada munculnya tingkat kebodohan di kalangan umat Muslim, dengan penyebaran buta huruf, kekurangan pengetahuan, dan keyakinan tak berdasar. Akibatnya, terjadi penurunan moral dan pergeseran sumber nilai moral dari yang bersumber pada Islam. Oleh karena itu, kondisi ini menciptakan dualisme dalam sistem pendidikan dan kehidupan umat Islam.

Menurut Al-Faruqi, sebagai dampak dari ketidakberdayaan yang dihadapi oleh umat Islam sebagai bagian dari masyarakat terbawah, muncullah dualisme dalam sistem pendidikan Islam dan kehidupan umat. Untuk mengatasi dualisme ini dan sekaligus menemukan solusi untuk tantangan yang dihadapi umat, Al-Faruqi menyatakan bahwa pengetahuan harus diintegrasikan dengan baik agar sejajar dengan prinsip tauhid dan ajaran Islam.

b. Pemikiran tentang Tauhid:Dalam konteks pemikiran Islam, fokus utama Al-Faruqi adalah pada pemurnian konsep tauhid. Baginya, nilai keislaman seseorang terletak pada pengakuan terhadap Allah Swt., yang tercakup dalam syahadat. Usahanya untuk menyucikan konsep tauhid telah dilakukan oleh para ulama terdahulu, termasuk gerakan wahabiah yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdul Wahab.

Menurut Al-Faruqi, kalimat "tau hid" membawa makna negatif dan positif. Bagian "La ilaaha" (tiada Tuhan yang berhak diibadahi) menunjukkan bahwa yang berhak diibadahi hanya Allah Swt., tanpa sekutu bagi-Nya. Dalam bukunya, Kitab Al-tauhid, Al-Faruqi menegaskan bahwa setiap bentuk takhayul, sihir, atau keterlibatan dalam syirik adalah pelanggaran terhadap tauhid.

Tauhid merupakan elemen yang memberikan identitas pada peradaban Islam, menghubungkan semua aspek sehingga membentuk suatu entitas yang integral dan terorganisir yang disebut sebagai peradaban. Secara tradisional, tauhid adalah keyakinan bahwa "tak ada tuhan kecuali Allah" yang mencakup aspek-aspek realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, serta sejarah manusia.

Pemikiran Al-Faruqi tentang tauhid mencakup beberapa prinsip, seperti dualitas antara Tuhan dan bukan Tuhan, ideasionalitas sebagai hubungan antarrealitas yang bersifat ide, teleologi yang menyatakan bahwa kosmos memiliki tujuan dan sesuai dengan rencana Pencipta, kemampuan manusia dan pengolahan alam yang memiliki tujuan dan kewajiban moral, serta tanggung jawab penilaian yang menegaskan bahwa manusia bertanggung jawab atas tindakannya.

c. Pemikiran tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan:Al-Faruqi mengajukan pandangannya terhadap islamisasi ilmu pengetahuan, menanggapi realitas ilmu pengetahuan modern yang bersifat sekularistik. Baginya, kemajuan ilmu pengetahuan modern memiliki dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif karena terlepas dari nilai-nilai tauhid, kesatuan Tuhan, alam, kebenaran, hidup, dan umat manusia.

Model pendidikan masyarakat Islam yang diusulkan Al-Faruqi mencakup sistem tradisional yang mempelajari ilmu-ilmu keislaman, sistem yang menekankan ilmu-ilmu sekuler dari Barat, dan sistem yang menciptakan dualisme dalam kepribadian masyarakat Muslim. Ia menegaskan perlunya islamisasi ilmu sebagai respons terhadap paradigma sekular yang membuat pengetahuan terpisah dari nilai-nilai tauhid.

d. Pemikiran tentang Peradaban: Al-Faruqi menyajikan esensi peradaban Islam, yang disandarkan pada tauhid atau pengakuan terhadap Tuhan. Tauhid menjadi prinsip sejarah, pengetahuan, metafisika, pandangan dunia, pengalaman agama, inti Islam, tata sosial, etika, estetika, ummah, tata politik, tata ekonomi, dan keluarga. Prinsip-prinsip ini membentuk identitas peradaban Islam.

e. Pemikiran tentang Pan-Islamisme:Al-Faruqi juga membahas pemikiran Pan-Islamisme, menentang berkembangnya nasionalisme yang menyebabkan perpecahan umat Islam. Baginya, sistem khalifah adalah bentuk negara Islam yang paling sempurna, dan keberlanjutan paradigm Islam memerlukan keberadaan khalifah sebagai pijakan dasar bagi lembaga-lembaga masyarakat.

f. Pemikiran tentang Seni:Al-Faruqi memberikan pandangannya tentang seni dalam Islam, dengan fokus pada ekspresi seni yang tak terbatas yang dikenal sebagai arabesque. Ia menolak pembatasan arabesque hanya pada desain-daun tertentu dan menekankan bahwa itu mencakup berbagai bentuk seni, seperti kaligrafi, ornamentasi, musik, seni suara, sastra, dan seni ruang. Seni Islam memiliki karakteristik abstrak, struktur modular, kombinasi berurutan, pengulangan tingkat tinggi, dan dinamis.Al-Faruqi menegaskan bahwa seni Islam adalah ekspresi dari tauhid, menciptakan kesatuan dalam berbagai bentuk seni. Teori seni Islam yang diterimanya didasarkan pada unsur agama dan budaya, bukan tradisi asing. Teori ini memandang faktor-faktor yang memengaruhi budaya sebagai unsur terpenting, bukan kebetulan kecil.

Selain Pemikiran-Pemikiran diatas.Selanjutnya yaitu Karya-Karya Ismail Raji Al-Faruqi:

2. Karya-Karya Ismail Raji Al-Faruqi

Sebagai seorang intelektual Muslim yang sangat aktif, Al-Faruqi menunjukkan produktivitasnya dalam menyampaikan ide-ide. Ia memiliki ketertarikan luas dalam berbagai bidang ilmu, sehingga kemampuannya mencakup berbagai disiplin seperti seni, kebudayaan, filsafat, metafisika, epistemologi, keagamaan, pendidikan, sejarah, dan politik.

Karya-karya Al-Faruqi memberikan kontribusi signifikan untuk perkembangan Islam. Pendekatan yang digunakan selalu memberikan inspirasi, dan pandangannya selalu berorientasi pada idealisme. Ismail Raji Al-Faruqi meyakini bahwa Islam menyediakan solusi untuk tantangan yang dihadapi manusia. Selama hidupnya, ia menulis sejumlah karya, baik dalam bentuk artikel ilmiah maupun dalam format buku. Menurut Nasution, Al-Faruqi telah menghasilkan lebih dari 20 buku dan sekitar 100 artikel.

Beberapa karya Al-Faruqi dalam bentuk buku antara lain: "Christian Ethics," "An Historical Atlas of the Religions of the World," "Trialogue of Abrahamic Faiths," dan "The Cultural Atlas of Islam" yang ditulis bersama istrinya, Lois Lamya Al-Faruqi, dan diterbitkan beberapa waktu setelah keduanya meninggal.Artikel-artikel Al-Faruqi mencakup topik seperti "Islamization of Knowledge: Problem, Principles, Prospective," "Islamization of Knowledge, General Principles and Work Plan," "The Essence of Islamic Civilization," "Toward Islamic English," "Islamization Social Science," "Science and Traditional Values in Islamic Society," "Social and Natural Science: The Islamic Perspective," "Divine Transcendence and Its Expression, on the Nature of Work of Art in Islam," "Urufah and Religion," "Misconceptions of the Nature of the Work of Art in Islam," "Islam and Art," dan "Jauhar Al-Hadharah Al-Islamiyah." Al-Faruqi tidak hanya menghasilkan karya dalam bentuk buku dan artikel, tetapi juga memiliki kontribusi dalam berbagai bidang, termasuk diskusi keagamaan dan intelektual.

Beberapa karya Ismail Raji Al-Faruqi telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia. Buku-buku yang telah diterjemahkan antara lain: "Atlas Budaya Islam," "Tauhid," "Seni Tauhid," dan lain sebagainya.

Selain Karya-Karya diatas.Selanjutnya yaitu Tauhid Menuju Integrasi Ilmu Pengetahuan di Lembaga Pendidikan:

3. Tauhid Menuju Integrasi Ilmu Pengetahuan di Lembaga Pendidikan

Barbour (1966) menjelaskan konsentrasi terhadap kehidupan material dan benda saja tidak dapat memenuhi hakikat hidup manusia, karena manusia memerlukan dimensi spiritualitas dalam system dan pola kehidupannya. Sebagai respons terhadap perkembangan ilmu dan teknologi modern, terdapat kecenderungan para ilmuwan dan para teolog untuk merelasikan dan mendamaikan tujuan yang dipikul ilmu pengetahuan dengan ajaran agama. Al Faruqi memberikan konsep pemikiran dan arah baru bertalian dengan paradigma pendidikan Islam selama ini yang selalu mencari dan menerapkan sistem filsafat Barat, terutama tentang konsep dikotomi pendidikan.

Menurutnya, dikotomi pendidikan harus dibumi hanguskan dan disubtitusi dengan paradigma pendidikan yang terpadu dan terintegrasi. Konsep pendidikan yang selama ini dibangun dan diterapkan tidak berpedoman pada konsep awal tauhid. Jika Islam memandang tujuan pengembangan obyek didik untuk mencapai awarness atas eksistensi tuhan sang pencipta, maka segala aktivitas yang dilakukan untuk menuju tujuan tersebut seharusnya berakar pada konsep tauhid. Faruqi (1982) menekankan bahwa peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan pokok pangkal ajaran Islam adalah Tauhid atau pengesaan terhadap yang maha cipta, tindakan yang menegaskan Allah sebagai yang Esa, pencipta mutlak dan transenden, penguasa segala yang ada.

Namun demikian, tauhid bukan hanya formalitas pengakuan dengan media lisan untuk berikrar akan keesaan Allah serta kenabian Muhammad SAW. Taqi (1996) walaupun ikrar dan syahadat oleh seorang muslim mengkonsekuensikan sejumlah aturan hukum di dunia ini, namun tauhid yang merupakan sumber kebahagiaan abadi manusia dan kesempurnaanya, tidak berhenti pada kata-kata dan lisan. Lebih dari itu tauhid juga harus merupakan suatu realitas batin dan keimanan yang berkembang di dalam hati. Sebagai landasan awal dalam pendidikan, Al Faruqi membangun konsep pendidikan Islam bermula dari pendidikan keluaga.

Menurut Al Faruqi (1982), tauhid sebagai prinsip keluarga, memposisikan keluarga sebagai media untuk memenuhi tujuan Ilahi (penghambaan). Keluarga memancarkan suatu relasi yang luas dan kompleks karena di dalamnya tercipta suatu nilai pendidikan dasar. Nilai pendidikan dasar tersebut seperti nilai mencintai, menolong, mendukung, dan nilai lainnya. Faruqi (1982), mejelaskan bahwa keluarga merupakan komponen yang terikat dan hidup bersama dalam suasana yang diliputi dengan rasa cinta, percaya dan peduli.

Selanjutnya di jelaskan oleh Ramayulis (2001) keluarga menurut Faruqi merupakan media penerjemahan tauhid, artinya aktivitas dalam keluarga harus dilandasi nilai-nilai tauhid (dzikrullah dan persamaan). Bahwa keluarga adalah media untuk mensosialisasikan kandungan tauhid atau tauhid sebagai energi akhlak keluarga, artinya tauhid sebagai pokok daya kerja yang utama bagi manusia untuk berbuat segala aktivitas kebajikan untuk diri sendiri, keluarga, sosial masyarakat, bangsa dan negara. Islam mengajarkan bahwa akhlak tidak didasarkan pada perasaan, tetapi pada tauhid. Urgensi konsep tauhid dalam kehidupan manusia menurut Al Faruqi itu berarti sama dengan pentingnya Islam itu sendiri. Tauhid harus menjadi ruh yang memancar dalam kehidupan setiap muslim. Tauhid menjadi turbin penggerak aktivitas manusia. Segala kegiatan manusia harus bersandar kepada Allah pencipta langit dan bumi. Tauhid harus lahir dalam setiap nafas kehidupan manusia.

Dalam dunia ilmu pengetahuan kita sering menjumpai istilah clash antara ilmu pengetahuan umum dari barat dan ilmu-ilmu keislaman yang bersumber dari timur, atau timur tengah. Pertentangan itu terjadi pada wilayah ontologi keilmuan. Misalnya ontologi keilmuan barat jarang bahkan tidak pernah menyentuh area ketuhahan, sementara itu ilmu dari timur tengah untuk menggambarkan ilmu keislaman memasukkan area ketuhanan dalam ontologi keilmuannya. Disinilah potensi bahkan realitas clash ilmu pengatahuan itu terjadi. Putra (2015) menjelaskan problem adanya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum menyebabkan tidak berkembangnya ilmu pengetahuan dan terjadinya krisis metodologi keilmuan.

Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini mengakibatkan tradisi keilmuan menjadi statis, sehingga pendidikan Islam belum menunjukkan perannya secara maksimal dalam menciptakan peradaban yang maju. Islamisasi ilmu pengetahuan menjadi tawaran konsep bagi kemajuan peradaban lembaga pendidikan. Selanjutnya, Putra (2016) menjelaskan dikotomi sistem pendidikan itu terjadi dalam pandangan filosofis pelaksanaan pendidikan Islam yang berimbas pada praktek dan implementasi pendidikan Islamnya. Sistem pendidikan tradisional/klasik dalam Islam didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang bersumber dari kalam Tuhan dan hadits Rasul, yang hendak menolak aliran pikir lainya seperti dari kalangan pemikiran religius rasional. Sistem pendidikan tradisional yang tidak bersinggungan dengan ilmuilmu alam dan sains modern, pendidikan seperti ini dikenal dengan pendidikan klasik konservatif.

Islamisasi ilmu pengetahuan adalah konsep yang bertujuan menyaring ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak berlandaskan pada nilai-nilai ketauhidan agar sesuai dengan ajaran agama Islam. Menurut Al Faruqi (1982), Islamisasi merupakan upaya “meredefenisi, mereformulasi, mereposisi, argumen dan rasionalisasi yang bertalian dengan berbagai fenomena dan fakta, selanjutnya melakukan penilaian atau reassessment, membuat kesimpulan dan tafsiran baru, menyusun kembali tujuan-tujuan sehingga disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi harapan dan citacita umat Islam.

Berdasarkan perumusan tersebut maka integrasi ilmu pengetahuan merupakan turbin penggerak dinamisnya kehidupan akademik di lembaga pendidikan khususnya di lembaga pendidikan tinggi. Sejarah mencatatkan setelah Abad 14-15 M peradaban Islam mengalami kemunduran ditandai dengan hancurnya dinasti Abbasiyah sebagai bukti besar kejayaan kebudayaan dan peradaban umat islam. Pada saat yang sama lahir semangat bangsa Eropa yang dengan renaisance nya membawa bangsa tersebut meraih puncak kemenangan yang pernah dirasakan dan diperoleh umat Islam pada sekitar abad ke 7 hingga 13 M.

Perkembangan ilmu pengetahuan memicu lahirnya beragam konsekuensi dan pengaruh berbagai dimensi kehidupan manusia. Oleh karena itu Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pandangan para pemikir Islam merupakan suatu hal yang penting dan harus dilakukan. Khalil (1994) menjelaskan, lahirnya ide islamisasi ilmu pengetahuan berawal dari adanya theological awarness atau kesadaran teologis untuk meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan atas pandangan dunia Islam. Menurut Al Faruqi ilmu pengetahuan modern mengakibatkan lahirnya persengketaan atau pertentangan antara wahyu dan akal bagi diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi serta adanya dualisme kultural dan religius. Karena diperlukan upaya islamisasi ilmu pengetahuan dan upaya itu harus bermula dari Tauhid.

Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengislamkan ilmu pengetahuan moderen dengan cara menyusun dan membangun ulang ilmu pengetahuan sosial, sastra, dan Ilmu alam dengan memberikan dasar argument dan konsep pengetahuan yang berbasis pada ajaran agama Islam. Setiap ilmu pengetahuan harus dituangkan kembali sehingga mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam metodologinya dan kerangka dasarnya.

Faruqi (1986) menjelaskan bahwa seluruh disiplin kelimuan harus diwujudkan kembali sehingga ilmu dapat mengungkapkan relevensi Islam selama ketiga pokok Tauhid yaitu: kesatuan pengetahuan, hidup dan kesatuan sejarah diimplementasikan dalam kehidupan manusia. Sebagai penegasan dari kesatupaduan sumber-sumber kebenaran. Tuhan pencipta alam dari mana manusia memperoleh pengetahuannya. Objek pengetahuan adalah pola-pola alam yang merupakan hasil karya Tuhan.

Faruqi (1989) menguraikan dalam bukunya Islamization of Knowledge bahwa ilmu modern bukannya bersifat universal, tetapi umumnya bersifat etnosentrik dan eurosentrik (kecenderungan ilmu pengetahuan dan tafsiranya hanya berpusat pada benua eropa atau bangsa eropa). Maka ilmu pengetahuan modern tidak boleh digunakan apa adanya, khususnya dalam masyarakat Islam yang mempunyai nilai dan kepercayaan yang berbeda dengan peradaban Barat. Selanjutnya, Hasim (2005) menjelaskan, Al Faruqi melihat pentingnya mengembalikan visi pendidikan Islam pada visi tauhid. Hal ini jelas terlihat pada beberapa pemikirannya yang terangkum dalam karyanya “tauhid its implication of knowledge and life”. Al Faruqi menjelaskan bahwa seluruh hasil pemikiran ilmu pengetahuan dan aspek dimensi kehidupan harus dijiwai oleh tauhid sebagai esensi utama dalam ajaran Islam.

Islamisasi ilmu Faruqi (1989) yaitu, memuat rencana 12 (dua belas) program kerja untuk islamisasi ini yang kemudian program kerja tersebut dijadikan 5 (lima) landasan objek rencana kerja islamisasi ilmu pengetahuan. Landasan objek tersebut relevan dengan kondisi lembaga pendidikan tinggi sebagai laboratorium implementasi nilai-nilai islamisasi ilmu pengetahuan, sebagai berikut:

1) Menguasai disiplin-disiplin ilmu modern. Disiplin ilmu modern merupakan bidang ilmu sains, dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

2) Menguasai ilmu pengetahuan yang memiliki wilayah kajian studi Islam.

3) Menentukan relevansi Islam secara spesifik pada setiap bidang ilmu pengetahuan modern yang ada.

4) Menemukan metode untuk melakukan integrasi, sintesis antara nuansa Islam dengan ilmu pengetahuan modern.

5) Mengarahkan pemikiran Islam pada wilayah atau domain yang mengarah pada terpenuhinya pola rancangan Allah atau sunatullah.

Lembaga pendidikan Islam perlu menerapkan kerangka kerja islamisasi ilmu pengetahuan. Hal ini dilakukan agar lembaga pendidikan Islam tidak kehilangan cirri khasnya yang mengimplementasikan nilai-nilai ajaran Islam. Lima landasan utama kerangka kerja islamisasi ilmu pengetahuan seperti yang dikemukakan oleh Al Faruqi menghendaki keterpaduan atau upaya integrasi antara ilmu keislaman dengan ilmu sains modern. Integrasi dimaksudkan agar ilmu pengetahuan tidak kehilangan substansi ajaran Islam atau substansi ketauhidan. Al Faruqi menekankan bahwa semua disiplin keilmuan dilakukan filter untuk mengkombinasikan antara substansi ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan lainnya.

Pemikiran Faruqi (1989) memfokuskan pada sasaran yang bisa dicapai melalui 12 (dua belas) metode sistematis yang pada akhirnya menuju pada Islamisasi ilmu pengetahuan, tepat dilakukan dalam lembaga pendidikan, karena lembaga pendidikan dikelola secara sistematis dan memiliki kerangka kurikulum pelaksanaannya. Langkah tersebut sebagai berikut:

1) Penguasaan dan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan modern. Al Faruqi menekankan bahwa bidang disiplin ilmu-ilmu modern harus diurai menjadi beberapa kategori, prinsip, metodologi, problem, dan tema, yang merefleksikan substansi isi dari ilmu pengetahuan.

2) Peninjauan disiplin keilmuan, jika beberapa kategori dari disiplin ilmu telah dibuat kategorisasi berdasarkan karakteristik masing-masing, maka selanjutnya dibuat kategorisasi dan didisplay dari setiap disiplin ilmu. Langkah ini diperlukan agar ilmuwan muslim dapat menguasai setiap disiplin ilmu pengetahuan modern.

3) Penguasaan ilmu-ilmu keislaman, dibutuhkan pemikiran atau hasil pemikiran berupa karya antologi warisan pemikir muslim yang bertalian dengan disiplin keilmuan.

4) Penguasaan ilmu pengetahuan Islam yaitu melakukan penellaahan atau analisis, jika karya antologi sudah disiapkan, ilmu warisan Islam harus dianalisa dari prespektif fenomena atau problem kekinian.

5) Penentuan relevansi Islam yang spesifik untuk setiap disiplin ilmu. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka Al Faruqi mengajukan 3 (tiga) masalah pokok sebagai berikut:

a) Apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari al-Qur’an hingga pemikiran-pemikiran pemikir modernis, dalam keseluruhan masalah yang telah dicakup oleh disiplin-disiplin modern.

b) Seberapa besar sumbangan itu memberikan dampak atau pengaruh pada perkembangan peradaban, dan

c) Apabila ada bidang kajian yang sedikit diperhatikan oleh ilmu warisan Islam, kemana arah kaum muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan itu, juga bagaimana memformulasikan masalah-masalah itu, dan bagaiamana memperluas visi disiplin tersebut.

6) Penilaian kritis terhadap ilmu pengetahuan modern, apabila ilmu pengetahuan berbasis ajaran Islam telah disusun, maka ilmu tersebut harus dinilai dan dianalisa dari titik pijak Islam.

7) Penilaian krisis terhadap nuansa keislaman, sumbangan ilmu keislaman untuk setiap aktivitas atau kegiatan harus dianalisa dan juga harus membuat relevansiny dengan situasi masa kini.

8) Identifikasi mengenai problem-problem terbesar umat Islam, melakukan studi sistematis tentang masalah-masalah politik, sosial ekonomi, inteltektual, kultural, moral dan spritual dari kaum muslim.

9) Identifikasi mengenai problem-problem umat manusia, mengidentifikasi masalah pada semua dimensi kehidupan manusia, khususnya pada dimensi pengembangan ilmu pengetahuan.

10) Analisis dan sintesis, pada tahap ini ilmuan muslim harus sudah siap melakukan sintesa antara ilmu-ilmu keislaman dan disiplin modern, serta untuk menjembatani jurang kemandegan berabad-abad. Dari sini khazanah pemikir Islam harus direlasikan dengan ilmu moderen, dan harus mengarahkan ilmu pengetahuan keislaman kepada sesuatu yang lebih luas dari pada yang sudah diperoleh oleh bidang disiplin ilmu pengetahuan modern.

11) Mereformulasi bidang disiplin ilmu pengetahuan dalam kerangka dan metode kerja Islam, Setelah keseimbangan antara ilmu keismana dengan ilmu pengetahuan modern telah dihasilkan, maka semua karya harus dituangkan dalam bentuk integrasi keilmuan. Seperti karya teks pendidikan tinggi (universitas) harus ditulis untuk menuangkan kembali disiplin-disiplin modern dalam bingkai Islam.

12) Menyebarluaskan atau mensosialisasikan ilmu pengetahuan yang sudah diberi nuansa Islam, selain langkah tersebut di atas, media bantu lain untuk mempercepat islamisasi pengetahuan adalah dengan mengadakan berbagai, konsorsium keilmuan, workshop, konferensi-konferensi dan seminar untuk melibat berbagai ahli di bidang-bidang illmu yang sesuai dalam merancang pemecahan masalahmasalah yang menguasai pengkotakan-kotakan antar disiplin. Para pakar yang membuat harus diberi kesempatan bertemu dengan panelis (para tenanga pengajar). Selanjutnya pertemuan pertemuan tersebut harus menjajaki persoalan metode yang diperlukan.

Kaitannya dengan konsep islamisasi ilmu pengetahuan Al Faruqi di lembagalembaga pendidikan, maka lembaga pendidikan Islam kini sadar ataupun tidak telah mengimplementasikan konsep islamisasi ilmu pengetahuan Al Faruqi sebagian atau keseluruhannya. Penulis mencermatinya implementasi islamisasi ilmu pengetahuan dalam dua komponen pendidikan yaitu 1) komponen kurikulum dan 2) pendidik.

Aspek kurikulum pendidikan; kurikulum dapat dikatakan telah mengkombinasikan ilmu-ilmu pengetahuan modern dan ilmu keislaman. Hal itu terlihat pada uraian visi, misi lembaga pendidikan yang mengarah kepada usaha integrasi, interkoneksi bahkan usaha untuk melakukan transdisiplinaritas keilmuan. Visi misi lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam kini telah mendesain dan merancang satuan pendidikannya agar menjadi lembaga pendidikan yang integratifinterkonektif. Lembaga pendidikan kini menyajikan konsep interdisipliner, multisipliner bahkan transdisipliner dalam menjawab berbagai pertanyaan akademik dan problem sosial kultural masa kini. Ilmu pengetahuan tidak lagi disarankan berjalan sendiri, namun harus senantiasa bergandengan dengan ilmu pengetahuan lain yang memiliki relasi dan korelasi.

Konsep perpaduan ilmu pengetahuan umum dan ilmu keislaman kini telah menjadi fenomena actual di satuan pendidikan. Secara detail konsep kolaborasi disiplin keilmuan tersebut tersaji pada sebaran atau distribusi mata pelajaran dan/atau mata kuliah. Lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah atau perguruan tinggi Islam telah membuat kerangka kurikulum integratif antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu pengetahuan agama. Putra (2017) menjelaskan posisi lembaga pendidikan memiliki peran penting di dalam menanamkan nilai, moralitas, agar nantinya individu sebagai makhluk pendidikan memiliki kebijaksanaan dalam menyikapi beragam padangan dan pemahaman tentang sebuah masalah atau fenomena sosial masyarakat.

Konsep pemikiran Al Faruqi sebelumnya telah menjadi realitas akademik di lembaga pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam telah berusaha mendialogkan serta mengintegrasikan substansi ajaran Islam/tauhid dalam berbagai aktivitas keilmuan. Apabila proses integrasi keilmuan menjadi massif dilakukan, maka akan tercipta keharmonisan dalam setiap proses pendidikan. Lembaga pendidikan kini telah mengimplementasikan Ilmu pengetahuan modern dengan ilmu-ilmu keislaman dalam latar proses Pendidikan.

Islamisasi ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan harus dilakukan dan didukung oleh seluruh sumber daya. Sumber daya yang paling utama adalah sumber daya manusia pendidikan. Sumber daya manusia yang berperan penting dalam proses integrasi ilmu pengetahuan adalah pendidik. Pendidik harus dapat merancang, dan menerapkan pendidikan nondikotomik atau terpadu. Terpadu maksudnya adalah menyatukan ruh ilmu pengetahuan, antara ilmu pengetahuan umum dan ilmu keisalaman. Pendidik harus memiliki kerangka keilmuan atau konsep keilmuan yang integratif. Jika pendidik telah memiliki syarat di atas maka pelaksanaan pendidikan, transfer ilmu pengetahuan akan mengarah kepada kombinasi ilmu pengetahuan umum dan ilmu-ilmu keislaman.

Pendidik merupakan penentu keberhasilan dunia pendidikan. Pendidik disebut sebagai tulang punggung bagi terciptanya islamisasi ilmu pengetahuan. Karena pendidik adalah sosok penting yang melakukan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan. Pendidik merupakan komponen yang melakukan transfer pengetahuan, transfer nilai dan pembentukan pengalaman baru bagi peserta didik. Pendidik adalah substansi dari kurikulum di lembaga pendidikan. Pendidik jika memiliki kerangka pikir keilmuan yang terpadu, maka transfer pengetahuan kepada peserta didik akan komprehensif, tidak pincang sebelah. Ilmu pengetahuan yang diperoleh peserta didik akan untuh. Peserta didik akan mengenal ilmu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan agama dan konvergensi antara ilmu pengetahuan keduanya.

Menurut Faruqi ilmu pengetahuan modern jauh dari substansi ketauhidan. Sehingga perlu upaya islamisasi ilmu pengetahuan dengan memperhatikan langkahlangkah yang telah ditetapkan oleh Faruqi. Langkah tersebut dimulai penguasaan terhadap ilmu pengetahuan modern, mereformulasi kembali ilmu modern, memasukkan substansi ajaran Islam selanjutnya sampai pada kegiatan mensosialisasikan ilmu pengetahuan hasil perkawinan antara ilmu pengetahuan modern dengan khasanah keislaman. Faruqi juga dalam pemikirannya menegaskan bahwa semua hasil pemikiran manusia yang berbuah ilmu pengetahuan, harus diarahkan pada ketetapan dan pola rancangan Allah SWT. Jika diterjemakan dalam situasi pendidikan, maka proses dan output pendidikan harus mengarah kepada substansi ajaran Islam. Berbagai proses dan aktivitas pendidikan selalu disandarkan pada substansi ajaran agama Islam. Substansi kehidupan berilmu pengetahuan itu adalah tauhid.

Disadari bahwa Islamisasi Ilmu pengetahuan Ismail Raji Al Faruqi, juga mendapat berbagai counter opinion atau tantangan ide. Tantangan datang dari berbagai pemikir termasuk dari pemikir Muslim sendiri. Tantangan tersebut tidak menyurutkan keinginan Al Faruqi untuk menggunakan nalar kritisnya dan keilmuannya dalam upaya mereformasi dunia Islam. Al Faruqi justru lebih meningkatkan ide kritisnya. Dia tidak kehilangan gairah dalam berpikir. Gairah berpikirnya terhenti seiring terhentinya denyut jantungnya akibat dia terbunuh. Namun demikian penulis harus menunjukkan apresiasi pada pemikiran Al Faruqi, sebab beliau telah berani keluar dari kungkungan modernitas, mengurai masalah pokok dari modernitas yang menurutnya telah jauh dari nilai-nilai ketuhanan.

AI-Faruqi meyakini bahwa hanya dengan cara islamisasi ilmu pengetahuan ini visi tauhid yang telah hilang akan diperoleh kembali. Al Faruqi meyakini langkahlangkah yang dilakukannya dapat memberikan pengaruh besar bagi kehidupan peradaban Islam masa kini dan masa akan datang. Generasi yang selalu menyandarkan berbagai kegiatan pada nafas keislaman adalah generasi yang diinginkan oleh Al Faruqi sebagai generasi yang kuat yang dapat berkompetisi dengan siapapun juga dan dalam situasi bagaimanapun juga.

Dalam mengeksplorasi pemikiran dan karya-karya Ismail Raji Al-Faruqi, serta upayanya dalam mengarahkan tauhid menuju integrasi ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan, dapat disimpulkan bahwa Al-Faruqi merupakan tokoh yang berperan penting dalam menghubungkan tradisi Islam dengan dinamika ilmu pengetahuan modern. Dengan demikian, pemikiran dan karya-karya Ismail Raji Al-Faruqi menyiratkan bahwa keberhasilan dan keberlanjutan umat Islam di era modern dapat dicapai melalui pendekatan yang seimbang antara nilai-nilai agama dan kemajuan ilmu pengetahuan. Pemikirannya memberikan landasan untuk merangkul pengetahuan dengan semangat tauhid, membuka pintu untuk integrasi ilmu pengetahuan dalam lembaga pendidikan yang memberdayakan dan membentuk individu yang holistik.

Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi mengarah pada integrasi antara tauhid dan ilmu pengetahuan, menyoroti pentingnya dialog antarbudaya dan menciptakan lembaga seperti International Institute of Islamic Thought (IIIT) untuk mempromosikan pemikiran Islam yang progresif. Pendidikan holistik dan multidisiplin menjadi fokus, dengan tujuan mencapai keselarasan antara nilai-nilai Islam dan kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Faruqi juga menekankan perlunya menjaga relevansi ilmu pengetahuan dengan tuntutan zaman, mengajak untuk terus berinovasi. Pemikiran ini memberikan landasan bagi pengembangan individu yang seimbang secara spiritual dan intelektual dalam konteks modern.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image