Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Triana Sari

Ismail Raji Al-Faruqi tentang Pemikiran Tauhid

Agama | Monday, 25 Dec 2023, 11:37 WIB

ISMAIL RAJI AL-FARUQI PEMIKIRAN TENTANG TAUHID

Triana Sari

1225010193

Spi 3E

[email protected]

Abstrak

Artikel ini membahas pemikiran Ismail Raji al-Faruqi mengenai konsep tauhid dalam konteks pemikiran Islam. Ismail Raji al-Faruqi, seorang cendekiawan Muslim abad ke-20, meneliti dan mengembangkan gagasan-gagasan tentang tauhid, konsep dasar dalam ajaran Islam yang mengacu pada keesaan Allah. Dalam perspektif al-Faruqi, tauhid tidak hanya merupakan doktrin keesaan Tuhan, tetapi juga sebuah kerangka konseptual yang mencakup keseluruhan kehidupan manusia. Beliau menekankan bahwa pemahaman tauhid harus mencakup dimensi teologis, filosofis, dan praktis. Secara teologis, tauhid mencerminkan keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berdaulat dan memiliki sifat-sifat yang unik. Secara filosofis, konsep ini merujuk pada kesatuan dan keterkaitan seluruh penciptaan dengan Sang Pencipta. Al-Faruqi juga menyoroti pentingnya pemahaman tauhid dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pemikiran al-Faruqi memberikan kontribusi penting dalam mengembangkan pemahaman tauhid yang kontekstual, komprehensif, dan relevan dengan tantangan zaman.

Kata kunci: Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang tauhid

1. Pendahuluan

Ismail Raji al-Faruqi, seorang intelektual Muslim yang memperoleh pengakuan internasional, telah memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam memahami dan mengembangkan konsep tauhid dalam kerangka pemikiran Islam. Lahir pada tahun 1921 di Mesir, al-Faruqi tidak hanya seorang cendekiawan, tetapi juga seorang pemikir yang brilian yang menggabungkan keahliannya dalam ilmu agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan sosial.

Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi terfokus pada konsep tauhid, yaitu ajaran pokok dalam Islam yang menegaskan keesaan dan keunikan Allah. Namun, al-Faruqi tidak memandang tauhid sebagai sekadar doktrin teologis, melainkan sebagai landasan integral yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pemahaman tauhid dalam pandangan al-Faruqi mencakup dimensi teologis, filosofis, dan praktis, yang menjadikan konsep ini relevan tidak hanya dalam ranah spiritual, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam tulisan ini, kita akan menyelami lebih dalam pemikiran Ismail Raji al-Faruqi tentang tauhid, menggali konsep-konsep esensial yang beliau kembangkan, dan melihat bagaimana pandangan ini membuka pintu untuk pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan serta dampaknya dalam pembentukan etika dan moralitas masyarakat.

Pemikiran al-Faruqi tidak hanya memberikan wawasan teologis yang mendalam, tetapi juga menghadirkan kerangka konseptual yang berfokus pada implementasi tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pemahaman ini, al-Faruqi menawarkan perspektif yang mengakomodasi dinamika zaman, menekankan relevansi tauhid dalam mengatasi tantangan sosial dan budaya kontemporer.

Sebagai seorang pemikir Islam kontemporer, Ismail Raji al-Faruqi menjembatani kesenjangan antara tradisi dan modernitas, mengajak kita untuk merenung tentang makna tauhid tidak hanya sebagai kepercayaan, tetapi juga sebagai pedoman hidup yang mencerahkan jalan menuju keselamatan dan kesejahteraan. Dengan menggali lebih dalam pemikiran al-Faruqi tentang tauhid, kita dapat memahami bagaimana konsep ini menjadi sumber inspirasi dan petunjuk bagi individu Muslim dalam menavigasi kompleksitas kehidupan modern.

2. Biografi Ismail Raji Al-Faruki

Ismail Raji Al-Faruqi dilahirkan pada 1 Januari 1921 di Palestina dan meninggal dunia pada 24 Mei 1986 di rumahnya. Ayahnya, Abd al Huda Al-Faruqi, adalah seorang hakim Muslim yang sangat taat pada agamanya. Al-Faruqi mendapatkan pendidikan agama dari guru-guru dan madrasah setempat.

Pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar di rumah, masjid, dan madrasah. Pendidikan menengahnya dijalani di College des Ferese, Libanon, dengan bahasa Prancis sebagai bahasa pengantar, dan kemudian di American University, Beirut, jurusan Filsafat. Setelah memperoleh gelar Bachelor of Arts (BA) pada tahun 1941, ia bekerja sebagai pegawai pemerintah Palestina di bawah mandat Inggris. Pada usia 24 tahun pada tahun 1945, Al-Faruqi diangkat sebagai Gubernur di provinsi Galelia, Palestina, namun jabatannya tidak berlangsung lama karena provinsi tersebut jatuh ke tangan Israel pada tahun 1947. Akibatnya, ia pindah ke Amerika.

Setelah setahun di Amerika, Al-Faruqi melanjutkan studinya di Indiana University dan meraih gelar Master dalam bidang Filsafat pada tahun 1949. Dua tahun kemudian, ia memperoleh gelar Master kedua dari Universitas Harvard. Pada tahun 1952, Al-Faruqi meraih gelar Ph.D. dari Universitas Indiana dengan disertasi berjudul "On Justifying the God: Metaphysic and Epistemology of Value" (Tentang Pembenaran Tuhan: Metafisika dan Epistemologi Nilai). Tidak puas dengan pencapaian ini, Al-Faruqi pergi ke Mesir untuk memperdalam ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar, Kairo.

Sebagai seorang intelektual yang produktif, Al-Faruqi menulis sekitar seratus artikel sepanjang hidupnya, mencakup berbagai topik seperti etika, seni, sosiologi, kebudayaan, metafisika, dan politik. Karya-karyanya yang komprehensif dan saling berkaitan mencakup buku pertamanya pada tahun 1962, "On Arabism, ‘Urabah and Religions: An Analysis of the Dominant Ideas of Arabism and of Islam as its Highest Moment of Consciousness." Karya-karya lainnya termasuk "Usul al-Sahuniyyah fi al-Din al-Yahudi" pada tahun 1964, "Christian Ethics" pada tahun 1967, dan buku atlas sejarah agama seperti "Historical Atlas of the Religions of the World."

3. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode library research. Penggunaan metode library research diharapkan mampu untuk menemukan persoalan dalam penelitian yang selaras dengan obyek kajian prinsip- prinsip Karl Raimund Popper yang diawali membaca buku-buku literatur, artikel- artikel terkait yang mengkajinya dengan cara berdiskusi serta menganalisisnya, sehingga mampu menuliskannya dalam bentuk artikel.

4. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruki Tentang Tauhid

Tauhid menurut al-Faruqi bukanlah tauhid pasif yang hanya sekedar pernyataan atas satu Tuhan akan tetapi tauhid menurutnya adalah tauhid aktif yang senantiasa melandasi setiap aktivitas muslim. Jadi tauhid berarti dzikrullah (senantiasa ingat kepada Allah). Dengan menyatakan dan mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah maka seorang muslim meniadakan, menolak tuhan-tuhan lain dan hanya mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang paling hak. Maka seluruh manusia adalah sama yakni sama-sama makhluk Allah. Jadi tidak ada superioritas satu orang atas orang lain. Maka nampak bahwa tauhid berarti pula deklarasi persamaan manusia.

Secara detail al-Faruqi mengungkapkan tiga makna yang terkandung dalam tauhid. Pertama, manusia sebagai makhluk hanyalah materi (ciptaan) yang mesti menghamba kepada Sang Pencipta, mengikuti segala kehendak dan perintah-Nya sesuai rumusan tujuan penciptaan (penghambaan) melalui tindakan moral (tindakan moral yang dimaksud adalah kemerdekaan), yakni kemerdekaan yang memungkinkan untuk bisa dipenuhi sekaligus di langgar, Artinya kemerdekaan ini menyangkut pula kemerdekaan berkehendak (free will) sekaligus kemerdekaan memilih (free choice). Jadi tindakan moral ini bersifat bebas, sadar dan sukarela.

Kedua, pemenuhan kehendak Ilahi tersebut ditujukan untuk meraih kebahagiaan bukan keselamatan sebab Allah telah menjanjikan balasan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Adapun upaya pemenuhan tersebut harus dilakukan sendiri oleh pribadi (diri sendiri, bukan diwakilkan orang lain) dalam mengarungi lika-liku hidup dengan segala konsekuensi dan resikonya. Karena setiap balasan akan diberikan langsung dari Allah kepada individu tanpa perantara (juru selamat).

Ketiga, Allah adalah satu-satunya Tuhan seluruh alam. Titah-Nya bersifat universal, maka manusia harus tunduk pada perintah-Nya. Ketundukan ini sebagai suatu pemenuhan kewajiban dari makhluk kepada Khalik.

5. Kesimpulan

Pemikiran Ismail Raji al-Faruqi tentang Tauhid sebagai inti ajaran Islam mesti dijadikan prinsip hidup. Tauhid sebagai prinsip hidup berarti esensi tauhid melandasi setiap aktivitas muslim. Makna tauhid itu sendiri yang masih sangat basic (keyakinan dan kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah) perlu untuk diterjemahkan dan disosialisasikan melalui media. Dan keluarga sebagai salah satu media itu. Jadi tauhid sebagai prinsip keluarga menurut al-Faruqi berarti keluarga sebagai sarana pemenuhan tujuan Ilahi (penghambaan).

Referensi

Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid, terj. terj. Rahmani Astuti, (Bandung: Pustaka, 1988), Cet. 1, seluruh isi buku.

Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid, op.cit., hlm. 139.

buku Ismail Raji al-Faruqi, Seni Tauhid, terj. Hartono Hadikusumo, (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1999). Cet. 1.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image