Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khaylila Tiara

Ketimpangan Akses Pendidikan: Dampak Kemiskinan Terhadap Masyarakat

Info Terkini | Thursday, 21 Dec 2023, 13:22 WIB
gambar yang mencerminkan ketimpangan pendidikan

https://www.liputan6.com/

Kemiskinan termasuk satu dari banyaknya permasalahan sosial masyarakat. Adanya masalah kemiskinan berpengaruh terhadap masalah sosial salah satunya adalah Pendidikan. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2023 mengalami penurunan. Pada bulan tersebut, persentasenya mencapai 9,36%, setara dengan 25,9 juta jiwa. Selain itu, tercatat bahwa persentase penduduk miskin juga turun sebesar 0,21 poin persentase dibandingkan dengan September 2022 dan 0,18 poin persentase dibandingkan dengan Maret 2022. Data menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan persentase jumlah kemiskinan sejak Maret 2021.

Meskipun begitu, hal ini berbanding terbalik dengan jumlah angka putus sekolah yang terjadi di Indonesia. Selama tahun ajaran 2022/2023, terdapat 40.623 siswa yang tidak melanjutkan pendidikan di tingkat SD, 13.716 siswa di tingkat SMP, 10.091 siswa di tingkat SMA, dan 12.404 siswa di tingkat SMK. Menurut data dari BPS, sebanyak 76 persen dari keluarga mengakui bahwa masalah ekonomi menjadi penyebab utama anak mereka putus sekolah. Sebanyak 67 persen mengalami kesulitan dalam membayar biaya pendidikan sekolah, sementara sisanya terpaksa harus mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarga.

Meningkatnya jumlah angka putus sekolah ini merupakan bentuk ketimpangan susahnya akses pendidikan yang disebabkan oleh masalah kemiskinan. Todaro mengemukakan bahwa semakin rendah status ekonomi seseorang, semakin sulit baginya untuk mengakses fasilitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan ini seringkali menghambat akses dalam dunia pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan mengenai hukum, juga berpeluang untuk terlibat dalam perilaku kriminal. Situasi ini dipicu oleh keterbatasan ekonomi yang memaksa individu untuk fokus pada kebutuhan dasar demi kelangsungan hidup.

Ketimpangan akses pendidikan yang disebabkan oleh kemiskinan bukan hanya merupakan masalah praktis semata, akan tetapi juga merupakan permasalahan yang perlu digali lebih dalam lagi dari perspektif psikologi sosial. Saat kita melihat dampak kemiskinan pada individu dan masyarakat secara keseluruhan, penting juga untuk melihat dari segi sudut pandang yang lebih luas dan dan mengintegrasikan dimensi psikologis yang turut berperan dalam memengaruhi dinamika sosial.

Contoh kasus realitasnya yang ada di Indonesia adalah kasus putusnya sekolah 3 orang anak dari seorang juru parkir di Kota Bandar Lampung. Seorang petugas parkir memutuskan untuk menghentikan pendidikan anak-anaknya karena tidak memiliki dana yang cukup dan pendapatan ayah mereka yang bekerja sebagai petugas parkir hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Keluarga ini, menghadapi kesulitan dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka.

Kasus tersebut merupakan salah satu dari banyaknya kasus serupa yang ada di Indonesia. Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan anggaran Pendidikan untuk mengurangi angka putus sekolah, namun ternyata hal ini belum berjalan sesuai rencana. Individu yang mengalami masalah akses Pendidikan karena kemiskinan cenderung memiliki pandangan negative terhadap diri mereka sendiri, yang dapat mengganggu perkembangan diri yang positif.

Dari perspektif psikologi sosial, ketidaksetaraan akses pendidikan karena faktor ekonomi bukan hanya merugikan secara praktis, tapi juga merusak secara psikologis. Ini menimbulkan rasa ketidakadilan yang mendalam di antara individu-individu yang terpinggirkan, memengaruhi pandangan mereka terhadap diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image