Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Penanganan Stunting Bermasalah

Politik | Wednesday, 20 Dec 2023, 00:40 WIB

Penanganan Stunting Bermasalah

Oleh: Dhevy Hakim

Persoalan stunting rupanya masih menjadi problem bangsa yang genting. Butuh penyelesaian serius untuk menyelesaikan hingga berada di titik zero stunting. Namun, target zero stunting bak ilusi saja. Sebab, penanganan stuntingnya saja bermasalah.

Seperti yang disampaikan oleh salah satu anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo bahwa penanganan stunting di Indonesia belum optimal. Menurut hasil temuan di lapangan seperti yang di temukan di Depok, Jawa Barat bahwa makanan bergizi yang diberikan kepada anak-anak masih di bawah standar, padahal pemerintah telah mengeluarkan dana yang banyak untuk stunting. (beritasatu.com, 01/12/2023)

Lebih parah lagi, pendanaan stunting pun disikat juga. Melansir dari beritasatu.com (01/12/2023), Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penanganan stunting di tingkat daerah. Penyelewengan dana stunting terkait dengan perilaku korupsi di kalangan pejabat Indonesia inilah yang menjadi salah satu penyebab lambatnya penurunan prevalensi stunting. Ada yang menyelewengkan dana stunting untuk keperluan rapat, perjalanan dinas, maupun korupsi dana anggaran dengan cara menyediakan menu yang tidak layak untuk anak.

Lantas, mengapa penanganan stunting bisa bermasalah seperti ini?

Kapitalisme : Biang Keroknya

Menelisik penyebab munculnya penanganan stunting yang bermasalah memang ada banyak faktor. Seperti faktor edukasi kepada pihak pengelola, faktor kesejahteraan maupun faktor politik demokrasi.

Berkaitan dengan faktor edukasi pihak pengelola misalnya. Di beberapa daerah sebetulnya sudah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dana stunting, semisal dengan melibatkan ibu-ibu PKK ataupun ibu-ibu posyandu. Namun, karena kurangnya edukasi sehingga ditemukan program stunting hanya bertarget proyek saja. “Asal program jalan.”

Sedangkan faktor kesejahteraan dan faktor politik demokrasi menjadi satu paket yang tidak terpisahkan sebagai penyebab munculnya penanganan stunting yang bermasalah. Baik pengelola secara teknis maupun administrasinya sampai pada penguasanya pada intinya menjadi korban daripada sistem kapitalisme. Di kalangan bawah program stunting bisa digunakan sebagai tambahan pemasukan, semisal menjadi pihak yang menjadi tukang masaknya atau pengantarnya. Di kalangan pemangku kebijakan di sistem politik demokrasi sudah jamak diketahui bahwa ada proyek ada uang tentunya.

Biaya pesta demokrasi yang tidak sedikit menjadikan setiap penguasa yang terpilih berlomba-lomba untuk mencari tambahan pemasukan di luar gajinya sebagai kompensasi biaya yang dikeluarkan saat pesta demokrasi digelar. Inilah menjadi akar persoalan munculnya korupsi di seluruh bidang.

Butuh Solusi Tuntas!

Stunting memang menjadi persoalan serius yang membutuhkan solusi tuntas bukan solusi yang melahirkan persoalan baru lagi. Sebab, masalah stunting sejatinya menyangkut persoalan generasi penerus bangsa di masa mendatang.

Sedangkan menurut kesehatan, stunting akan berdampak pada rendahnya kemampuan anak untuk belajar, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit kronis yang lebih mudah masuk ke tubuh anak. Artinya jika anak-anak Indonesia banyak yang terkena stunting, bisa dibayangkan bagaimana kualitas generasi bangsa ini di masa yang akan datang.

Namun, sayangnya solusi tuntas untuk persoalan stunting tidak mungkin terselesaikan selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme. Mengapa demikian?

Sebuah sistem yang diterapkan tentunya akan mempengaruhi pola pemikiran manusia. Kapitalisme sendiri merupakan sebuah ideologi yang berasaskan sekulerisme yakni paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Dalam hal politik bertumpu pada demokrasi dan dalam hal ekonomi mengadopsi konsep ekonomi kapitalistik.

Sudah diuraikan sebelumnya bahwa faktor dominan yang menyebabkan kesalahan penanganan stunting yakni mengenai faktor kesejahteraan dan faktor politik kekuasaan. Sedangkan masalah kesejahteraan sendiri akan terus menjadi persoalan yang sulit diwujudkan dalam sistem kapitalisme. Hal ini disebabkan karena kapitalisme memiliki konsep yang khas yakni adanya kebebasan kepemilikan. Konsep ini akan memberi ruang yang luas bagi pemilik modal, terlebih dengan politik demokrasi yang dijalankan dengan biaya yang mahal, mereka yang akan berkuasa pasti berkolaborasi dengan para pemilik modal.

Oleh karenanya sistem kapitalisme akan senantiasa memunculkan kesenjangan sosial antara yang kaya dan yang miskin. Walhasil, jumlah si miskin semakin bertambah, kesejahteraan hanyalah mimpi yang sulit diwujudkan bagi mereka dan secara omatis masalah stunting pun semakin sulit diselesaikan.

Satu-satunya harapan untuk menyelesaikan secara tuntas masalah stunting tidak lain adalah dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna bertumpu pada aqidah Islam sehingga aturan yang diterapkan bukanlah buatan manusia tapi aturan yang berasal dari Allah SWT.

Kesejahteraan akan terwujud secara adil terhadap semua warga negaranya baik muslim maupun non muslim dikarenakan sistem ekonominya yang khas yakni anti krisis dikarenakan transaksi ekonomi berjalan di pasar riil, tidak berbasis riba, menggunakan mata uang emas dan perak. Di sisi lain Islam mengatur mengenai kebutuhan pokok individu seperti pangan, sandang dan papan yang wajib dipenuhi oleh negara. Begitu pula mengenai hak publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan yang wajib diberikan oleh negara kepada rakyatnya.

Dengan demikian, jikalau sistem Islam yang diterapkan dapat dipastikan akan mampu menyelesaikan secara tuntas masalah stunting ini. Bahkan, persoalan lainnya baik yang sedang dihadapi oleh bangsa ini maupun dunia. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image