Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image natasha i.p

Kebutuhan vs Brand, Penyebab Turunnya Kesadaran Menabung di Era Gen-Z?

Eduaksi | Tuesday, 19 Dec 2023, 21:33 WIB

Saat ini, perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan generasi sekarang atau yang biasanya di sebut dengan generasi Z kesulitan dalam hal menabung. Terlebih lagi digitalisasi yang saat ini sangat mendukung, membuat semua kebutuhan dengan mudah dapat terpenuhi. Generasi Z lahir diantara pertengahan 1990an sampai tahun 2012 (Christiani & Ikasaro, 2020; Hastini dkk., 2020; Permana, 2021). Saat ini, generasi Z dengan usia tertua adalah 24 tahun atau merupakan individu yang lahir di tahun 1995, dan usia termuda generasi Z yang masuk dalam kategori usia kerja berdasarkan data (Pusat, 2019) adalah individu yang berusia 15 tahun atau individu yang terlahir di tahun 2004.

Gen-Z sebiasanya dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Mereka tumbuh dalam era teknologi digital dan sering kali memiliki pemahaman yang mendalam tentang teknologi dan media sosial. Kemampuan ini mendorong mereka untuk berpikir kreatif dan menemukan solusi inovatif untuk tantangan yang dihadapi. Gen-Z juga dikenal sebagai individu yang mandiri dan mampu berpikir mandiri. Mereka telah tumbuh dalam era informasi yang melimpah, memungkinkan mereka untuk mengakses pengetahuan dengan mudah dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah secara mandiri. Selain itu, Gen-Z juga sangat berorientasi pada teknologi. Gen-Z tumbuh dalam era teknologi tinggi, dan mereka secara alami terampil dalam menggunakan berbagai perangkat dan platform digital. Kemahiran teknologi mereka membuka pintu untuk berbagai peluang, baik dalam hal pendidikan, karier, maupun berkomunikasi dengan dunia selain itu

Sedangkan hal negatifnya adalah mereka memiliki pandangan YOLO (You only live once) yang artinya mereka menikmati hidup saat ini tanpa mengkhawatirkan hidup kedepan menekankan bahwa hidup hanya terjadi sekali, sehingga seseorang harus mencari pengalaman, kesempatan, dan kegembiraan sebanyak mungkin. Konsep YOLO menciptakan dorongan untuk mengambil risiko, menjelajahi hal-hal baru, dan mencoba pengalaman yang mungkin dianggap berani atau di luar zona nyaman. Namun, pendekatan YOLO dapat memiliki konsekuensi jika diaplikasikan tanpa pertimbangan, terutama dalam konteks keuangan atau keputusan hidup yang lebih besar.

Selanjutnya adalah pandangan FOMO (fear of missing out) yang artinya ketakutan ketinggalan tren yang tengah berlangsung di lingkungannya. Rasa takut atau kekhawatiran bahwa seseorang sedang melewatkan pengalaman atau kegiatan yang menarik yang dilakukan oleh orang lain. FOMO dapat memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan atau membeli produk tertentu agar tidak merasa terpinggirkan atau kehilangan momen penting. Terutama dipicu oleh media sosial, FOMO menciptakan tekanan sosial untuk ikut serta dalam aktivitas yang dianggap populer atau tren.

Selain itu, ada beberapa opini negatif yang mungkin diungkapkan terkait Gen-Z seperti, ketergantungan pada Teknologi. Gen-Z sering dikritik karena ketergantungannya pada teknologi dan perangkat elektronik. Beberapa orang berpendapat bahwa terlalu banyak waktu yang dihabiskan di depan layar dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, produktivitas, dan interaksi sosial secara langsung. Selain itu, Gen-Z juga memiliki sikap yang tidak stabil atau tidak fokus dalam mendalami suatu hal. Dikarenakan konsumsi konten digital yang cepat dan banyak, beberapa anggota Gen-Z dapat mengalami tantangan dalam mempertahankan perhatian terhadap satu hal dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk fokus pada tugas atau proyek secara mendalam.

Perilaku keuangan menyangkut tanggung jawab seseorang atas terkaitnya cara pengelolaan keuangan guna memiliki kondisi keuangan yang aman dalam hidup. Perilaku keuangan yang baik dapat ditunjang dengan tingkat literasi keuangan serta keyakinan seseorang dalam mengelola keuangan. Perilaku konsumtif yang terjadi pada seseorang terjadi karena kurangnya tanggung jawab seseorang dalam keuangan yang dipicu oleh terbatasnya pemahaman seseorang mengenai perilaku keuangan. keuangan. Ketidaksadaran seseorang terhadap pentingnya perilaku keuangan dalam mengelola keuangan dapat disebabkan oleh bebagai faktor.

Literasi keuangan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya. Generasi Z memahami pentingnya menabung, tapi hanya sedikit pendapatan yang disisihkan sebagai tabungan. Menyisihkan pendapatan merupakan bagian penting untuk membangun keuangan baik. Misalnya, untuk membangun kecukupan dana darurat atau emergency fund dan mengantisipasi kebutuhan hari depan seperti dana pembelian rumah, dana pensiun, dana untuk menikah dan sebagainya. Sebagai generasi yang terbiasa dengan teknologi, Gen-Z cenderung lebih berhati-hati untuk memilih ingin menabung atau menginvestasikan uangnya di reksa dana, saham, atau instrumen lainnya. Perilaku keuangan (financial behavior) memiliki hubungan dengan tanggung jawab keuangan seseorang terkait bagaimana cara pengelolaan keuangannya. Perilaku keuangan dapat diukur dengan menggunakan lima indikator, yang meliputi: mengendalikan pengeluaran, membayar tagihan selalu tepat waktu, membuat peren- canaan keuangan masa depan, menabung secara periodik, dan mengalokasikan uang untuk keperluan pribadi (Brilianti dan Lutfi, 2020).

Dengan demikian, penulis berupaya untuk menjelaskan apakah dengan sikap Gen-Z yang cenderung tidak memikirkan efek jangka panjang dari keputusan yang mereka ambil saat ini, seperti memanajemen keuangan dengan baik karena terpengaruh lingkungan atau tren di sosial media membuat Gen-Z sesuka hati mereka membelanjakan uangnya dan enggan menyisihkan uangnya untuk menabung. Dilihat dari sudut pandang yang berbeda, ada kemungkinan dengan meleknya teknologi, harusnya Gen-Z lebih mudah mendapatkan informasi yang baik tentang bagaimana cara mengelola uang yang mereka punya. Atau mungkin Gen-Z tau bahwa menabung itu baik tetapi karena merasa kebutuhan yang harus dibeli saat ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan, tapi adanya kebutuhan untuk diakui di lingkungan pergaulan mereka bahwa mereka mampu membeli barang dengan brand yang mahal atau luxury brand. Dilihat dari tingkat kebutuhannya, luxury brand tidak melulu soal brand dengan kualitas yang baik sesuai dengan harganya. Banyak dari barang dengan merek yang mahal justru hanya over-price saja, tidak lebih bagus, tidak lebih awet, atau bahkan tidak selalu lebih berguna dibandingkan merek-merek dengan harga yang lebih terjangkau. Sekarang banyak sekali Gen-Z yang bingung harus memilih kebutuhan atau brand.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa Gen-Z yang memiliki pandangan YOLO dan FOMO sangat berkemungkinan besar tidak memanajemen keuangannya dengan baik atau bahkan sampai tidak menabung dan menghabiskan uangnya hanya untuk membeli barang yang mahal tanpa memikirkan kebergunaan barang tersebut. Faktor tambahan lainnya seperti tuntutan konsumsi instan dan fokus pada kepuasan segera dapat mengurangi motivasi untuk menyisihkan uang untuk masa depan.

Bisa menjadi bahan pertimbangan dan dapat digaris bawahi bahwa ada tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi keputusan keuangan Gen-Z. Kesadaran akan dampak sosial dan lingkungan dari keputusan keuangan dapat menjadi pertimbangan penting dalam manajemen keuangan mereka.

Peran generasi Z dalam memanajemen keuangannya sendiri dengan menyisihkan uangnya untuk menabung, dapat membuat mereka memiliki kemungkinan besar memiliki masa depan finansial yang lebih stabil. Menabung membantu menciptakan kestabilan finansial di masa depan. Dengan menyisihkan sebagian pendapatan untuk menabung, Gen Z dapat membangun cadangan dana darurat, menghadapi tantangan ekonomi, atau merencanakan untuk tujuan jangka panjang, seperti pendidikan lebih lanjut, kepemilikan rumah, atau pensiun. Pandangan inilah yang tanpa disadari mempengaruhi daya beli dan manajemen keuangan Gen-Z, mereka terdorong untuk membeli sesuatu dengan memikirkan apakah itu sesuai kebutuhan atau sebagai ajang gengsi menunjukan bahwa mereka mampu membeli brand ternama yang mungkin secara fungsi sama dengan membeli barang dengan brand yang biasa yang mungkin harganya cenderung lebih murah. Sebagai contoh untuk memenuhi kebutuhan gadget, Gen-Z cenderung berganti gadget sesuai dengan tren yang sedang berlaku, padahal gadget yang dimiliki sebelumnya masih layak dan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan mengirim pesan, update di sosial media, mengambil gambar, dll. Bagaimana sebenarnya manajemen keuangan gaya Gen Z? Bila Anda termasuk generasi ini, sebaiknya mulai sekarang berilah perhatian lebih serius pada manajemen keuangan yang baik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image