Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qotrun Nada

Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Mampukah Mencegah Korupsi?

Agama | Tuesday, 19 Dec 2023, 08:33 WIB

Kata korupsi sangat familiar di telinga kita, ya karena setiap hari warta tentang korupsi tersaji di media elektronik mau pun media sosial. Peliknya pemberantasan korupsi mendorong diadakanlah hari antikorupsi sedunia (hakordia) yang diperingati setiap tanggal 9 Desember. Peringatan hakordia 2023 mengusung tema “Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju”. Harapannya, rakyat ikut berperan serta dan berpartisipasi untuk ikut meningkatkan kesadaran dalam memberantas korupsi, khususnya di Indonesia.

Penanganan korupsi di Indonesia belum maksimal ini ditandai dengan masih banyaknya kasus korupsi yang melanda negeri ini. Ditambah lagi kian lemahnya kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditandai dengan semakin sedikitnya kasus yang ditangani. Berdasarkan laporan hasil Pemantauan Tren Penindakan Korupsi 2022 yang dirilis ICW menunjukkan, pada 2019 KPK menangani 62 kasus dengan155 tersangka. Dan turun drastis pada 2020 menjadi 15 kasus dengan 75 tersangka. Sementara pada 2021 KPK menangani 32 kasus dengan 115 tersangka. Dan pada 2022 KPK menangani 36 kasus dengan 150 tersangka (Tirto.id; 09/12/2023)

Kian lemahnya kinerja KPK karena banyak faktor, baik faktor eksternal seperti Revisi UU KPK, polemik tes wawasan kebangsaan (TWK), maupun faktor internal yaitu masuknya komisioner yang dianggap tidak kompeten dan pelanggaran kode etik yang dilakukan pejabat tinggi KPK. Terhangat, ditetapkannya ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri sebagai tersangka kasus korupsi. Miris, ketua KPK tersandung kasus korupsi!

Pemicu Munculnya Perilaku Korup

Korupsi masih menjadi masalah besar di dunia termasuk Indonesia. Hal ini tidak lepas dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme. Penghapusan korupsi dalam sistem kapitalisme ibarat pungguk merindukan bulan, mustahil. Sebab, sistem politiknya yaitu demokrasi meniscayakan adanya praktik korupsi. Apalagi menjelang pesta demokrasi 2024, politik transaksionl berbiaya tinggi sangat marak. Jual beli kekuasaan pada sistem ini sangat lumrah, wajar jika pemberantasan korupsi hanyalah ilusi

Jika ditelisik lebih dalam, masalah korupsi bukan hanya problem personal yang tak amanah namun lebih bersifat sistemik. Nyatanya, korupsi menjalar ke semua elemen pemerintahan dari tingkat daerah hingga pusat, dari urusan remeh temeh hingga urusan genting, semuanya dikorupsi. Ibarat penyakit, korupsi adalah virus yang menyerang sendi kehidupan masyarakat.

Jika dicermati ada beberapa faktor yang menjadi penyebab korupsi, pertama, sistem kehidupan yang sekular kapitalis. Sistem kehidupan ini mengabaikan nilai ketakwaan dalam politik dan pemerintahan, akibatnya tidak ada kontrol internal dari pejabat dan politisi. Halal dan haram pun tidak lagi dipedulikan, yang penting nafsu dunia terpuaskan. Mereka tak lagi takut dosa karena standar perbuatanya bukanlah standar syariat. Inilah yang menyebabkan perilaku korup di sistem sekular semakin merajalela.

Kedua, politik demokrasi yang transaksional memicu perilaku korup. Ongkos politik demokrasi yang tak murah menyebabkan politisi meraup kekakayaan dengan cara yang tak halal. Untuk menjadi kepala daerah saja butuh biaya mahal apalagi jabatan yang lebih tinggi dari sekedar kepala daerah. Wajar, ketika jabatan sudah diraih fokusnya hanya pada cara mengembalikan modal yang dikeluarkan. Ditambah lagi adanya cukong politik yang meminta balas jasa atas perannya dalam menggoalkan ambisi pejabat yang bersangkutan. Partai pun tak mau ketinggalan, harus ada suntikan dana ke partai sebagai imbalan kendaraan politik menuju kekuasaan.

Ketiga, sanksi yang tidak tegas terhadap para koruptor. Dalam sistem kehidupan saat ini, sanksi pada koruptor tidak menimbulkan efek jera. Hukuman yang diberikan tergolong ringan dibandingkan dengan hasil korupsi, bahkan di hari-hari besar tertentu para koruptor mendapatkan remisi hukuman dari presiden. Alhasil, korupsi bak jamur dimusim hujan, fantastis.

Munculnya ketiga faktor diatas adalah keniscayaan dalam sistem kehidupan sekular kapitalis. Kendati HAKORDIA diperingati setiap tahun takkan mampu menuntaskan masalah korupsi jika sistem kehidupan yang diterapkan tidak melibatkan aturan Allah dalam segala aspeknya. Maka pemberantasan korupsi dalam sistem ini hanya ilusi.

Islam Memiliki Solusi Cerdas Memberantas Korupsi

Sistem kehidupan sekular kapitalis terbukti menumbuhsuburkan praktik korupsi. Satu-satunya cara menuntaskan masalah korupsi hingga ke akarnya adalah mengganti sistem kehidupan saat ini dengan sistem Islam yang terbukti menciptakan peradaban gemilang selama 14 abad.

Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam memberantas korupsi bahkan juga aspek pencegahannya. Minimal ada 3 cara untuk mencegah dan mengatasi korupsi dalam sistem Islam. Pertama, pondasi akidah Islam yang kuat pada individu muslim akan mampu mengendalikan perilaku yang melanggar syariat termasuk korupsi. Selalu merasa diawasi oleh Allah SWT adalah karakter seorang muslim yang taat, maka seorang politisi tidak akan berani melakukan tindakan korup karena paham bahwa perbuatannya ada konsekuensi dunia dan akhirat. Adanya kendali akidah Islam dari diri politisi akan mampu mencegahnya dari perilaku korup.

Kedua, sistem politik Islam sederhana dan tidak perlu biaya mahal. Politik uang tidak dibenarkan dalam Islam. Pengangkatan dan pencopotan pejabat negara adalah wewenang khalifah. Tentu, khalifahnya adalah orang yang sangat kompeten dan ketaatannya pada syariat Islam tak diragukan. Dengan syariat Islam roda pemerintahan dijalankan, dikawal oleh pejabat yang amanah. Alhasil, tidak ada jual beli jabatan sehingga tidak ada celah korupsi.

Ketiga, sekalipun ada praktik korupsi, akan diberantas dengan sanksi tegas yang memberi efek pencegahan dan menjerakan. Hukum sanksi bagi para koruptor berbentuk takzir, yaitu sanksi yang bentuk dan kadarnya diserahkan pada ijtihad khalifah atau hakim. Dengan sanksi yang tegas dan memberi efek jera, korupsi mudah diberantas.

Begitulah mekanisme Islam dalam mencegah dan memberantas korupsi. Maka selayaknya Islamlah yang harus dijadikan pondasi dalam menjalankan roda pemerintahan karena aturan Islam mencakup semua urusan kehidupan, tidak semata aturan ibadah. Ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan maka rahmatan lil alamin akan melingkupi kehidupan kita.

Wallahu a’lam bisshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image