Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Milla safrina

Bahaya Politik Identitas Jelang Pilpres 2024

Politik | Saturday, 02 Dec 2023, 09:22 WIB
(Sumber: dokumen pribadi)

Maraknya isu-isu politik yang berkembang ditengah masyarakat menjelang Pilpres 2024 patut kita waspadai dalam menerima informasi dari media sosial maupun lainnya. Perlunya membangun kesadaran kolektif di tengah-tengah masyarakat agar tidak mudah terbawa arus akan isu-isu hoax yang beredar. Seperti politik identitas merupakan isu yang sering kita jumpai di setiap kontestasi politik dalam Pemilu. Masih dipertanyakan kenapa praktik politik identitas masih banyak ditemukan di Indonesia, padahal sudah tertera jelas betapa bahayanya jika hal tersebut berkembang di negara Indonesia yang merupakan negara pluralisme akan keberagaman dalam agama.

Sudah ditegaskan dalam pasal 280 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 berisi tentang larangan penggunaan politik identitas dalam Penyelenggara Pemilu, dilarangnya menggunakan pendekatan agama, suku, ras, dan antar golongan dalam pelaksanaan kampanye. Politik identitas bisa menggiring opini bahwa orang yang tidak beridentitas sama dengan mereka itu tidak pantas untuk menjadi seorang pemimpin, hal tersebut merupakan efek yang dapat ditimbulkan adanya fenomena politik identitas.

Sejak tahun 2017 isu politik identitas mulai intens mewarnai kontestasi politik di Indonesia dan terus meningkat hingga kini, dapat kita lihat dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 antara Joko Widodo mengkalahkan Basuki Tjahaya Purnama dalam kontestasi itu meski saat menjabat sebagai Gubernur DKI tingkat kepuasannya mencapai 70% dengan hal tersebut menjadikan politik identitas Islam dianggap mampu menggerakkan masa (BBC News Indonesia, Mehulika Sitepu). Keinginan kuat para elite politik dalam mengambil suara umat muslim yang memang mayoritas warga negara Indonesia beragama Islam memungkinkan kemenangan dalam kontestasi politik, yang mencapai 85% dari total jumlah pemilih. Potensi keretakan sosial di masyarakat dapat terjadi karena imbas dari politik identitas, sebab munculnya hal tersebut terjadi melalui upaya pembangunan citra diri dan menegakkan harga diri sebagai muslim yang terhina, sehingga sesama muslim harus memilih mereka yang seagama dan seiman.

Pada Pilpres 2019 praktik politik identitas semakin tampak jelas termasuk pada masa pra kampanye bahwa menguatnya eksploitasi identitas sebagai propaganda politik atau politisasi suku, agama , ras, dan antar golongan (SARA), yang juga meningkatnya ujaran kebencian serta sikap elite politik yang tidak memberikan contoh yang baik, dan parahnya ada partai yang disebut dengan partai setan untuk pendukungnya Jokowi sebaliknya untuk pendukung Prabowo disebut dengan partai malaikat (KompasTV, Was-was Politik Identitas).

Politik identitas jika dibiarkan tanpa adanya solusi dapat menimbulkan dampak negatif yang dapat menggoyahkan stabilitas negara dan bisa memecah belah bangsa, sebab politik identitas yang mengarah ke perbedaan merupakan tantangan tersendiri untuk tercapainya sistem demokratisasi yang stabil. Padahal perbedaan yang ada sejatinya menjadi sumber kekuatan bangsa kita seperti yang terkandung di dalam Bhineka Tunggal Ika, bukan malah menjadi senjata yang memecah belah demi kepentingan pihak tertentu. Khawatirnya akan membuat saling curiga, munculnya konflik, menjelekan satu sama lain yang seolah-olah bukan sebagai sama-sama warga Indonesia akan tetapi seperti musuh (Onext, Kang Ujang). Masyarakat akan cenderung semakin terkotak-kotak dan terbagi, tidak hanya dalam kehidupan sosial tetapi budaya yang akan terbawa arus politik identitas.

Dari pembahasan diatas apa sih sebenarnya politik identitas itu, hampir semua kalangan mulai dari Bawaslu, Presiden maupun Wakil Presiden sudah peringati tolak politik identitas di Pemilu 2024. Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa politik identitas itu adalah strategi politik yang menjual sentimen identitas tertentu seperti suku, ras, agama dan golongan untuk dijadikan sebagai alat politik. Politik identitas adalah nama lain dari biopolitik atau politik perbedaan. Politik identitas biasa dimanfaatkan oleh kelompok minoritas maupun marjinal dalam upaya melawan ketidakadilan atau ketimpangan sistem, namun tidak menutup kemungkinan juga politik identitas digunakan oleh kelompok mayoritas dalam suatu negara. Pada hakikatnya identitas adalah sesuatu yang suci, yang memiliki arti akan tanda atau jati diri yang melekat pada diri seseorang maupun kelompok sehingga membedakan dengan yang lain.

Politik identitas tidak dilarang, akan tetapi jika penggunaannya tidak untuk menyudutkan yang lain dan ketika muncul dalam praktek politik masing-masing boleh menyampaikan identitasnya masing-masing, sehingga konstituen tidak salah pilih. Akan tetapi, jika politik identitas memunculkan pertentangan antar etnis, adanya kekerasan, intoleransi, hingga penolakan terhadap yang berbeda, serta rasisme, yang demikian merupakan politik identitas yang negatif.

Dipenghujung tahun semakin mendekati Pilpres tahun 2024 yang diselenggarakan pada bulan Februari. Dalam masa kampanye sudah dapat kita jumpai para Capres dan Cawapres mulai blusukan serta adu argumen atau gagasan di beberapa kampus di Indonesia maupun dalam acara di salah satu program stasiun televisi. Serta banyaknya acara pengajian umum yang motifnya juga meyelingi untuk kampanye. Ambisi kuat dari masing-masing partai politik yang ingin menarik suara umat muslim ini yang dikhawatirkan akan munculnya politik identitas.

Hal tersebut menjadi tantangan kita dalam Pemilu yang akan datang dan harus kita lawan bersama-sama, perlu adanya kesadaran dalam diri masing-masing individu karena politik identitas itu bukan bagaimana identitas seseorang itu seperti apa, tapi bagaimana seseorang itu menggunakan politik untuk mengharamkan dan menghalalkan hak-hak orang untuk berpolitik menjadi pemimpin atau elite untuk ikut Pemilu karena identitasnya.

Pada Pemilu yang akan datang sejatinya sebagian besar pemilih didominasi oleh anak muda diharapkan mampu mengantisipasi adanya politik identitas agar tidak terbawa arus dan harus menerapkan budaya kritis dan tidak menelan mentah-mentah informasi atau narasi yang beredar. Dan baiknya jika kita mempertimbangkan visi misi serta track record dari masing-masing Capres dan Cawapres yang akan dipilih. Segala pratik politik identitas yang akan menimbulkan adanya perpecahan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan bangsa harus kita cegah dan lawan agar kejadian kelam pada Pemilu tahun kemarin tidak terulang lagi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image