Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Joko Susanto

Ke Madinah Bukan Untuk Melihat Gajah

Agama | Sunday, 05 Nov 2023, 06:14 WIB

Sebelum kedatangan Imam Asy -Syafii (150-204 H) ke Kairo, ada tiga orang murid Imam Malik ibn Anas (93-185 H) yang menjadi rujukan tempat bertanya bagi permasalahan penduduk Mesir dan Afrika umumnya pada zaman itu. Mereka adalah Abdullah ibn Wahab, Abdurrahman ibn Al-Qasim, dan Asyhab ibn Abdil Aziz Al-Qaisim.

Menghadapi sebuah persoalan di suatu hari, antara Imam Asyhab dan Imam Ibn Al-Qasim terjadi perbedaan tajam. Menurut Asyhab dia pernah mendengar Imam Malik berkata (berpendapat) begitu.

Tetapi Al-Qasim malah sebaliknya, menurutnya dia pernah mendengar Imam Malik tidak berkata begitu namun berkata lain. Keduanya bahkan saling bersumpah atas pendapatnya demi untuk mempertahankan pendapatnya masing-masing.

Masjid Nabawi dan makam Rasulullah tampak dari luar (dok penulis)

Siapakah orang yang sanggup menjadi penengah atau hakim jika dua orangalim dan faqih berselisih? Dia adalah Imam Ibn Wahab. Beliau ditunjuk menjadi penengah karena beliaulah murid Imam Malik yang paling tekun dan teliti mencatat setiap kata yang keluar dari lisan gurunya. Catatannya pun paling rapi dan paling lengkap. Bahkan Imam Malik mencintainya melebihi murid selainnya. Para murid yang lain pun mengakuinya.

Apa keputusan Ibn Wahab? Penengah ini mengatakan, "Kalian berdua benar. Tapi kalian berdua keliru dan kalian berdua juga salah."

Apa maksudnya? Mereka berdua bingung. Pengadil melanjutkan, "Kalian berdua benar karena memang Imam Malik pernah berpendapat seperti itu tetapi pada kesempatan yang berbeda. Kalian berdua keliru karena saling menyalahkan. Dan kalian berdua salah atas sumpah yang kalian ucapkan dalam membenarkan diri sendiri dan menyalahkan rekanmu."

Berbekal akurasi dan kuatnya catatan, Ibn Wahab mampu menjawab kegamangan. Bagaimana kisah awal kasih sayang Imam Malik kepada Ibn Wahab?

Dahulu, ada rombongan dari India tiba di Madinah. Di antara rombongan itu ada yang naik beberapa gajah dengan derap yang menggemparkan dan suara nyaring yang memekakkan telinga. Majelis Imam Malik di Masjid Nabawi pun akhirnya bubar. Semua murid berhamburan keluar karena penasaran dan tertarik dengan gajah-gajah dari kafilah. Hanya satu santri yang tidak bergeser dari tempat duduknya. Dia masih fokus dan terus mencatat pelajaran dari gurunya. Siapa dia? Dia adalah Ibn Wahab. Sang guru, Imam Malik, bahkan bertanya, "Apa kamu nggak ingin melihat gajah, Nak?" "Maaf guru, saya datang jauh-jauh dari Mesir untuk melihatmu dan menyimakmu. Bukan untuk melihat gajah," jawabnya dengan penuh takzim. Luar biasa.

Begitulah akhirnya, selama 20 tahun berikutnya di Madinah, Ibn Wahab selalu berada di sisi Imam Malik dan mencatat segala hal yang meluncur dari lisan gurunya. (Disadur dari buku Kisah Teladan Penyejuk Iman, Embrio Publisher, 2021)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image