Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image hasbi aswar

Bahaya Pemikiran Beragama yang Toleran dan Open Minded

Agama | Tuesday, 24 Oct 2023, 15:14 WIB

Seringkali kita berhadapan dengan bahasa bahasa yang meragukan sebagai seorang muslim. Bahwa:

Muslim tidak boleh meyakini bahwa hanya islam saja yang benar yang lain salah”.

“ Semua keyakinan itu benar dan tidak boleh disalah – salahkan”

“Orang yang merasa benar sendiri adalah orang yang tidak toleran, eksklusif dan berbahaya”.

“Kalau muslim mau maju harus terbuka, tidak gampang menyalah – nyalahkan orang lain”.

Gagasan ini banyak diterima dan diadopsi oleh umat Islam, khususnya di kalangan intelektual termasuk dosen dan mahasiswa. Sekilas, ini terlihat logis dan sangat bijak. Bahwa yang baik dan betul adalah saat kita open minded dan tidak gampang menyalahkan orang lain.

Memang betul, bahwa kita memang harus open minded dan tidak gampang menyalahkan. Tapi bahasan ini harus dibuat Batasan, jika tidak maka yang terjadi adalah kita akan tersesat dan menyesatkan orang lain.

Contohnya, jika kita berparadigma open minded dan toleran tanpa batas, maka kita akan kebingungan jika kita berhadapan dengan hal – hal yang bertentangan dengan prinsip – prinsip keyakinan dan kebenaran yang kita akui. Misal, Islam mengajarkan bahwa mencuri, minum khamr, makan babi, LGBT (Homoseksual) bagi umat Islam haram. Terus karena kita terjebak oleh logika open minded plus toleran tadi maka, kita akan bingung dan tidak berani mengambil keputusan. Sebab, misal kita mengatakan LGBT haram, mencuri, minum khamr adalah haram, maka kita akan takut dituduh picik, dan tidak toleran.

Pertanyaan penting yang harus kita tanyakan saat ini adalah, masih relevankah kita mengklaim bahwa ada yang benar dan ada yang salah. Kemudian sebuah kesalahan harus diluruskan, dan upaya untuk menyebarkan kesalahan harus dicegah.

Allah membekali manusia dengan akal sehat. Akal manusia menjadi timbangan/alat untuk memahami sesuatu itu benar atau tidak. Misalnya, saat saya sedang berada di depan kamera dan mengatakan bahwa sekarang saya sedang berada di depan kamera, maka tidak mungkin ada yang membantah sebab memang faktanya demikian. Dan orang yang berpikir logis terlepas mereka dari bangsa atau bahasa apapun pasti akan memiliki pemahaman yang sama. Itulah kekuatan akal manusia.

Sehingga, saat saya mengatakan bahwa saya sedang di depan kamera dan ada orang yang sedang menyaksikan saya di tempat ini mengatakan bahwa “ tidak, anda di kolam renang” maka secara otomatis orang ini akan dianggap aneh dan tidak rasional.

Orang - orang yang aneh ini harus diluruskan dan dicegah untuk menyebarluaskan keanehan dan kekonyolannya. Tidak ada boleh toleransi terhadap hal – hal seperti ini.

Sekarang mari kita membahas tentang Islam. Di dalam islam ada dimensi yang mutlak dan ada dimensi yang sifatnya relative. Mutlak itu misalnya terkait dengan persoalan aqidah, keimanan kepada Allah, kenabian Muhammad SAW, al-Quran, hari akhir, Takdir dan perkara - perkara gaib lainnya.

Hal yang mutlak juga adalah terkait hukum – hukum yang jelas sumber dan maknanya dalam Islam seperti yang tercantum dalam al-quran, sunnah dan ijma para sahabat. Seperti kemutlakan kewajiban sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, haji, zakat fitrah/maal, haramnya berzina, riba, membunuh, ghibah dan seterusnya.

Terhadap hukum - hukum ini tidak boleh ada toleransi dan open minded terhadap orang - orang yang membantah kewajiban - kewajiban syariah terkait dengan hal - hal yang sifat nya jelas, nyata hukumnya.

Di sisi lain, ada perkara dalam yang sifatnya kebenarannya relative atau (dhann). Ini misalnya bisa kita lihat terhadap hukum – hukum yang nabi mencontohkan berbeda – beda atau dalil al-Qurannya yang maknanya tidak tunggal. Sehingga para ulama berbeda pendapat tentang hal tersebut. Yang paling nyata terlihat di tengah masyarakat adalah terkait dengan baca basmalah dalam sholat itu harus di sirrkan atau dijahrkan. Atau pelaksanaan maulid nabi, Isra mikraj, dan sebagainya. Dalam area ini, islam mengajarkan selama patokan masih sesuai al-Quran dan sunnah dan dengan penafsiran yang benar maka akan tetap dinilai Islami. Disini bukan area kafir mengkafirkan tapi wilayahnya ikhtilaf atau perbedaan yang diakui dalam Islam. Di area ini yang benar dapat 2 pahala dan salah dapat 1 pahala.

Pertanyaannya, masih relevankah saling menyalahkan dalam beragama atau berkeyakinan saat ini.

Jawaban saya adalah selama otak manusia masih sehat, manusia akan selalu meyakini yang menurut akal sehatnya benar. Dan tidak akan toleran terhadap sesuatu hal yang bertentangan dengan keyakinannya. Apapun itu, apapun masalahnya, apapun kasusnya.

Bahkan jika ada yang mengatakan bukan saatnya saling salah menyalahkan, harus open minded, dan toleran.

Saya hanya minta anda untuk bilang pada orang – orang seperti ini:

Apakah menurut anda, pernyataan tadi benar dan yang paling benar?

Atau pernyataan anda benar dan pernyataan yang lain salah?

Atau menurut anda semua pernyataan meski saling bertolak belakang benar semuanya?.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image